POV Marco
Aku melihat dari sudut mataku saat Debby berjalan keluar dari bar. Ke mana perginya dia? Seorang wanita berambut merah di hadapanku kini tiba-tiba saja terlihat tidak begitu menarik untukku. Aku segera keluar menyusul Debby yang sudah keluar terlebih dahulu. Pada saat aku sampai di luar, aku baru saja melihatnya naik dan masuk ke dalam taksi.
“Sialann!!” aku menggeram mengepalkan tanganku membentuk sebuah kepalan tinju.
Saat aku kembali masuk kedalam, wanita berambut merah tadi pun langsung menghampiriku, memainkan matanya yang genit ke arahku, lalu dengan sengaja mendekatkan tubuhnya ke arahku.
“Lepaskan tubuh kotormu dari tubuhku b***h!!” ucapku membentak wanita itu.
Sebenarnya apa yang salah padaku? Tak seperti biasanya aku bersikap seperti itu pada seorang wanita yang sengaja mendekatkan dirinya terhadapku. Aku tidak pernah menolak ajakan dari wanita seksi yang dengan sukarela menjatuhkan celana dalamnya di hadapanku tanpa merasa ragu-ragu. Lalu apa ini? Aku bahkan membentak dan melepaskan dengan kasar pegangan dari wanita itu. Merasa kesal, aku pun kembali ke Edward dan juga Adel.
“Kemana dia akan pergi?” tanya ku kesal karena Debby pergi begitu saja.
“Rumah, mungkin” jawab Adel mengindikkan bahu.
“Kenapa?” tanyaku penasaran.
“Karena kau seorang bajingann” jawab Adel mengatakan dengan jujur.
“Aku? Dia yang memulai nya duluan. Lalu kenapa malah menyalahkan aku?” kataku dengan kesal.
“Kau tidak mengerti, kan?” ucap Adel ambil tertawa, membuatku melotot semakin merasa kesal saja. “Dia tidak seperti gadis lainnya yang bisa seenaknya kau jamah Marco. Dia bahkan tidak hanya melepaskan celana dalamnya secara sukarela karena kamu menginginkan nya juga. Dia bahkan bisa memainkan permainan sebaik mungkin tanpa harus kau yang memimpin. Kau menginginkan nya, maka dari itu kau harus mengikuti sesuai dengan aturan mainnya, dengan persyaratan darinya, bukan persyaratan ataupun keinginan darimu.” imbuhnya lagi sambil menyeringai.
Aku berpikir jika Adel tidak menyadari jika aku bisa memainkan permainan jauh lebih baik dari apa yang Debby bisa. Percayalah, aku akan mendapatkan nya, dan dia akan melupakan aturan dari permainan nya sendiri.
“Kita akan lihat nanti, bukan? Ucapku tersenyum.
“Baiklah semoga berhasil. Tapi perlu kau tahu juga, seberapa kuatnya Debby dalam menangani masalah pria. Dia akan datang padamu disaat kau tidak mengharapkannya. Jadi disaat seperti itulah kau akan menjadi kecanduan akan dirinya. Bukan malah sebaliknya. Semakin cepat kau mengetahuinya, maka akan semakin cepat pula kau bisa mendapatkannya.” Ucapnya menyeringai. Mendengar ucapannya aku menjadi tertawa gelap.
“Ya.. baiklah kalau begitu, mungkin aku bisa mencobanya” ucapku tertawa. “Kalian berdua silahkan lanjutkan saja bersenang-senangnya” imbuhku lagi sambil menggelengkan kepala. Aku pun kemudian beranjak keluar dari dalam bar itu.
Saat aku sudah berada di luar aku merogoh ponsel milikku dari dalam aku celana, lalu menelpon Debby. Di panggilan pertama dia tidak menjawab panggilan teleponku, lalu aku mencoba untuk menelponnya lagi. Ternyata usahaku tidak sia-sia, di pun akhirnya menjawab panggilan telepon dariku.
“Ada yang bisa aku bantu?” tanya nya dia awal tanpa menyapaku terlebih dahulu. Terdengar tidak ada emosi sedikitpun dari nada suaranya.
“Kenapa kau pergi?” ucapku bertanya balik tanpa menjawab pertanyaan nya. Harusnya dia sudah bisa menebak, kenapa aku menghubunginya.
“Karena aku menginginkannya. Lagi pula aku tidak suka berada di dekat pria yang bertingkah seperti anak kecil yang akan mengamuk saat mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan” ucapnya. Aku yakin sekali dia berbicara seperti itu sambil memasang ekspresi wajah sombong di wajahnya.
“Apa?! Dia sekarang sedang membandingkanku dengan seorang anak kecil?. Apakah dia tidak melihat bagaimana tubuh dan wajahku?” ucapku dalam hati.
“Anak kecil katamu? Aku bahkan lebih dari seorang anak kecil daripada laki-laki lain yang kamu bangga-banggakan” ucapku tertawa.
“Itu adalah hakku, lagi pula aku bukanlah kekasihmu. Tidak masalah jika kau memiliki pemikiran seperti itu. Bukan urusanku juga.” Ucapnya dengan angkuh.
Sekarang aku merasa jika dia sedang mencoba membuatku kesal. Dan lebih parahnya, dia berhasil melakukannya. Aku sungguh merasa kesal sekarang dibuatnya.
“Apa masalahmu? Berapa banyak yang kamu inginkan? Aku akan dengan sangat mudah memberikannya padamu sayang” kataku sambil tersenyum, meskipun ia tidak akan melihat senyumku dari seberang sana.
Sebelum panggilan telepon itu terputus, aku mendengar gelak tawanya yang terdengar sangat menyebalkan di telingaku. Belum sempat aku kembali berkata, panggilan telepon itu pun sudah dimatikan secara sepihak olehnya. Sekarang aku sungguh benar-benar marah karena perbuatannya yang semena-mena menurutku. Aku menggeram pada diriku sendiri sebelum aku memanggil taksi.
“Pergi ke alamat ini!” ucapku pada supir taksi itu sambil memberikan alamat rumah Debby.
Aku mengeluarkan selembar uang untuk membayar supir taksi itu setelah aku sampai di tempat yang aku tuju. Aku pun keluar dari dalam taksi dan masuk menuju apartemen Debby.
Setelah aku sampai di depan pintu apartemennya, aku mengetuk kuat pintu apartemen itu dengan sangat keras. Tak butuh lama pun di segera menjawab ketukan pintu dariku. Saat pintu itu terbuka, mataku terbelalak, dan saliva ku hampir saja jatuh ke lantai, dan sesuatu yang sedang tidur di balik celana jeans ku tiba-tiba saja terbangun memberontak dari dalam.
Betapa tidak, dia berdiri di tengah-tengah pintu dengan pakaian dalam sutra berwarna biru yang sangat seksi, dan di lapisi gaun sutra menggantung rendah di bahunya. Mataku menelusuri setiap inci kulitnya yang terbuka seperti itu di hadapanku ini. Aku menggigit keras bibiku, dan aku yakin itu pasti berdarah. Aku pun sedikit menggeram karenanya.
“Hmmm, kau membutuhkan waktu lebih sedikit untuk sampai ke sini daripada yang aku kira” ucapnya menyeringai saat mataku jatuh tepat di wajahnya.
“Eh?” tanyaku bingung, masih linglung karena melihat tubuhnya yang sangat seksi.
“Apakah dia tahu kalau aku akan datang? Tapi ia tahu dari mana?” tanyaku dalam hati. Aku pun menatapnya sambil menaikkan sebelah alis ku.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya nya sambil menyeringai.
“Bagaimana kau tahu kalau aku akan datang?” kataku bertanya penasaran.
“Karena kalian laki-laki, itulah sebabnya aku tahu kalau kau akan datang. Kalian para laki-laki menginginkan hal yang sama. Kau menginginkan hal yang paling tidak bisa kau miliki” jawabnya dengan percaya diri.
“Kalau begitu jelaskan sesuatu padaku. Kau tahu kalau aku akan datang dan kamu berpakaian seperti itu, jadi bagaimana aku tidak berpendapat kalau aku tidak akan mendapatkan apa yang aku inginkan?” ucapku tersenyum menggoda.
“Siapa bilang aku berpakaian seperti ini untukmu? Untuk semua yang kau tahu, mungkin ada orang lain yang akan datang, atau mungkin aku suka berpakaian seperti ini untuk membuat diriku merasa lebih nyaman dan mencintai tubuhku sendiri” jawabnya menyeringai. “Dan ditambah lagi, aku membuatmu datang kepadaku bukan?” imbuhnya dengan suara angkuh.
“Berengsek!! Bisa-bisanya dia bangun dan memikirkan hal seperti itu sekarang” umpatku dalam hati.
Ya dia benar. Biasanya adalah kebalikannya. Mereka biasanya datang padaku, dan aku akan menolak untuk menerima ajakan mereka. Aku datang kemari untuk memprotes, tapi aku tahu kalau itu tidak akan ada gunanya. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku menelan bulat-bulat harga diriku.
“Ya, kurasa kau benar” kataku membenarkan apa yang diucapkan nya.
Debby kemudian melangkah menjauh dari pintu agar memberikan celah untukku masuk ke dalam.
“Kau akan masuk ke dalam atau akan berdiri sepanjang malam di sana?” dia bertanya dengan seringai di bibirnya yang sangat seksi, tatapan matanya pun terlihat sangat menggoda. Tanpa menunggu lagi, aku langsung masuk ke dalam dan menutup pintu yang ada di belakangku. Saat aku berbalik, Debby sudah berdiri tepat di depanku, dan dia menarik ikat pinggangku.
“Yah, kau akan melepasnya atau tidak? Aku tidak punya waktu yang banyak untukmu” dia berkata dengan nada yang agak tegas dan tinggi. Aku pun menelan saliva ku dengan susah payah. Ada sesuatu yang sangat menarik dan seksi dengan seorang wanita yang akan mengambil kendali.
“Disini?” tanyaku. Demi tuhan, adakah lagi pertanyaan bodoh yang akan aku lontarkan?. Aku melihatnya meletakkan tangannya di pinggulnya lalu menganggukkan kepalanya.
“Kau bisa melepaskan atasanmu terlebih dahulu” ucapnya memberikan perintah.
Aku pun melakukan apa yang dia minta, membiarkannya jatuh ke lantai. Aku melihat seluruh wajahnya berubah saat matanya tertuju pada tubuhku yang sekarang sudah tidak lagi memakai baju.
Dia menjilat bibirnya, tangannya pun mengencang di sisi tubuhnya. Aku pun menyeringai karena berhasil membuatnya menjadi seperti itu. Ternyata dia tidak begitu berbeda dengan wanita-wanita lainnya yang menatapku ketika aku bertelanjangg dadaa. Tangannya pun segera terulur ke arahku, jari telunjuknya menelusuri dari dadaa bidang dan perutku yang tercetak seperti roti sobek. Matanya tidak sedetikpun teralihkan dari tubuhku, lalu dia menggigit bibir bawahnya.
“Mmmm.. seksi” dia menggeram padaku. Lalu didekatkan lebih dekat lagi tubuhnya ke arahku, lalu mendekatkan bibirnya ke telingaku.
“Aku jadi tidak sabar untuk bisa memilikinya, membuatnya bertekuk lutut di bawah kendaliku” ucapnya menggeram dan menggigit telingaku lalu meremas milikku yang sudah tegak sejak aku melihat caranya berpakaian yang sungguh sangat menggoda iman dan juga birahii.
“Sialann” aku menggeram sat telingaku tersentuh oleh bibirnya dan tangan nya yang sudah bergerak kemana-mana meraba-raba kesana kemari.
Kini tangannya sudah berada di tali pinggangku lalu melepaskan ikatanya lalu membuka kancingnya. Di menyelipkan tangannya kedalam celana jeansku lalu membelai milikku yang sudah berdiri tegak dan panjang di dalam celana boxerku.
“Mmmm.. sepertinya milikmu ini sudah siap bermain?” di berbisik di telingaku, menggoda.
Aku pun mulai melemah di bawah sentuhannya, aku harus bisa mengendalikan diriku kembali. Saat aku memajukan tubuhku untuk meraihnya, dia menepis tanganku sebelum aku bisa memegang tubuhnya.
“Tidak! Tidak ada sentuhan sebelum aku memutuskan” ucapnya dengan tegas dan membuatku sangat kesal.
“Apakah kau sedang bercanda denganku?” aku mendesis semakin kesal karena ulahnya.
“Ini adalah rumahku. Rumahku adalah aturanku. Jika kau tidak suka, kau tahu dimana pintunya berada sayang. Aku tidak membutuhkanmu, aku bisa melakukan dan membuatnya bisa keluar dengan sendiri” ucapnya menggeram.
Lihatlah, apakah ia seperti orang lain? Aku merasa akan keluar, tetapi ada sesuatu yang menahanku disini. Aku mengerang dan memutar bola mataku dengan malas.
“Itulah yang aku pikirkan” ucapku dan dia terkikik.
“Jangan khawatir. Aku akan membuatnya sepadan dengan waktumu, janji” imbuhnya, lalu menjilati bibirnya. Aku mendekatkan tubuhku untuk meraih bibirnya merespons segala gerakannya sebelum bibirku bertabrakan dengan bibirnya dengan kuat. Satu geraman lolos dari bibirku saat aku merasa bibirnya begitu terasa sangat enak untuk di kecup.
Aku melumat bibirnya dengan sangat agresif, aku ingin dia tahu betapa aku sangat menginginkannya. Aku mencengkram pinggulnya dengan kasar, kali ini dia tidak menghentikan aksiku. Aku menarik tubuhnya ke arah tubuhku, menekan milikku di antara kedua kakinya hingga membuatnya mengerang. Sudah waktunya untukku mendapatkannya dengan caraku sendiri, bukan dengan apa yang dikatakannya tadi, kalau dialah yang memegang kendali. Aku membalikkan tubuhnya , mendorongnya keras ke dinding yang ada di dekat tubuhnya, menekan tubuhnya dengan tubuhku.
“Ohh.. lepaskan pakaian sialann ini Marc” di melenguh sambil menarik-narik celana jeansku. Aku pun menarik diri darinya sepersekian detik untuk melepaskan semua pakaian ini dari tubuhku.
Dengan segera aku kembali menaruh perhatianku padanya, dan kembali menempelkan tubuhku dengan tubuhnya. Aku mengulurkan tanganku, menyapukan jemariku di leher jenjangnya, bibirku menjelajahi setiap inci kulitnya. Sungguh dia begitu wangi dan manis, membuatku menjadi candu akan dirinya. Dia mengerang keras, kepalanya jatuh ke belakang sebagai tanda jika dia sangat menikmati permainanku. Aku mengalihkan bibirku dari tubuh ke lehernya, ujung jariku mencengkram kain mantel sutra miliknya lalu menggesernya dari bahunya. Lalu dengan cepat bibirku menggantikan jemariku yang ada di bahunya. Antel sutra miliknya pun meluncur ke bawah tanpa hambatan.
“Kita ke kamar! Sekarang!” perintahnya, lalu mendorong dadaaku.
“Bagaimana kalau aku tidak mau ke kamar? Bagaimana kalau aku ingin melanjutkannya disini?” tanyaku menghela nafas.
“Kalau begitu kau sendiri yang akan berada disini. Kau punya dua pilihan Marco. Pertama. Kita pergi ke kamar, dan segera singkirkan seluruh pakaian yang masih ada di tubuhmu dan biarkan aku menikmatinya bersamamu di kamarku. Atau yang kedua. Kau pakai kembali pakaian mu dan segera pergi dari sini, kau carilah pasangan untuk mu bercinta.” Ucapnya mengindikkan bahu.
Aku cukup memegang kendali yang cukup lama tadi, tapi tidak lagi kali ini. Dia kemudian mengedipkan mata lalu berbalik pergi dariku. Dia pergi menuju apa yang ia bilang sebagai kamarnya lalu dengan segera melepaskan bra-nya dari tubuhnya hingga jatuh ke lantai. Aku mengerang melihat aksinya yang sangat nakal. Debby melihat dari balik bahu nya ke arahku, dan menyeringai dengan seksi di bibirnya.
“Apa kau akan ikut?” ucapnya bertanya lalu menghilang masuk ke dalam kamarnya.
Tak perlu membutuhkan waktu lama, aku segera mengikutinya dan saat aku sampai di dalam kamarnya, dia sedang duduk di tepi ranjang dengan kaki disilangkan dan bersandar pada tangannya yang ia jadikan sebagai tumpuan dari tubuhnya yang bersandar. Aku menelusuri tubuhnya yang bersandar pada tangannya, dia hanya memakai celana dalamnya. Aku menelan saliva ku dengan kasar, dan merasakan milikku yang sudah berkedut hebat dengan pemandangan yang sangat indah dan fantastis di depanku.
“Kemarilah Marc” dia memanggilku dengan suara rendah nya yang seksi lalu menunjuk ku dengan jari telunjuknya. Aku pun mengangguk dan membasahi bibirku dengan lidahku, lalu menuju ke arahnya. Aku berhenti di hadapannya. Dia menyilangkan kedua kakinya lalu meraih celana boxerku dan menarikku di antara kedua kakinya. Debby menatapku, matanya terlihat gelap diselimuti oleh kabut gairahh, lalu dia menjilat bibirnya.
“Berhenti.. sekarang” ucapnya kembali ke mode kontrol.
“Apakah kau selalu seperti ini? Bossy Jeeze?” tanyaku mengerang kesal.
“Bossy? Itukah yang kau sebut? Aku menyebutnya sebagai memegang kendali. Itu adalah salah satu hal terfavorit untuk kulakukan. Aku sarankan agar kau lebih baik terbiasa dengan kebiasaanku. Kau masih ingin berhubungan denganku bukan?” ucapnya dengan seringai angkuhnya.
Aku mengatupkan rahangku dengan keras, memejamkan mata, dan menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hati dan pikiranku yang sudah sangat kesal secara bersamaan. Aku membuka mataku begitu diriku merasa tenang.
“Pilihannya ada di tanganmu Mr. Player” ucapnya sambil menyeringai duduk di pinggir ranjang.
Baiklah Marco, kau bisa membiarkannya memegang kendali untuk satu malam. Suatu saat dia menyerah, itu berarti dia sudah menjadi milikmu. Aku pun mengangguk, lalu melepaskan celana boxerku lalu berdiri telanjang bulat di hadapannya. Sorot matanya mengatakan itu semua. Malam ini akan berlalu dan akan tergantikan dengan malam selanjutnya.