6. Pemanasan

1394 Kata
Malam itu berjalan dengan baik, Adel dan Edward sangat cocok. Aku melihat kencan kedua pada kartu untuk mereka. Kami masih berada di bar karena saat itu klub akan tutup dalam satu jam lagi, dan kami memutuskan untuk tetap tinggal sampai klub akan ditutup. Adapun Marco dan aku? Dia telah melecehkan aku sepanjang malam, menyentuhku disana-sini, kata-kata kotor di telingaku. Dia membuatku gila, membuatku ingin melakukan sesuatu padanya, dia tidak perlu tahu itu. Aku telah berhasil membuat diriku tetap diam di sekelilingnya sejauh ini. Tangan nya hampir tidak bergerak di paha telanjangku sepanjang malam. Aku merasakan nafasnya yang panas di leherku. "Apakah aku membuatmu b*******h seksi? Dia mendengus di telingaku. "Tidak!" Kataku sambil tersenyum. "Omong kosong!" Dia menggeram, menggigit telingaku di antara giginya, erangan keluar dari bibirku. Brengsek! Aku baik-baik saja sampai saat itu. Aku memutuskan untuk keluar, sebab aku membutuhkan ruang dan udara. "Aku keluar sebentar ingin merokok" kataku sambil mendorong Marco dan gunung kembarku tepat berada di wajahnya. Dia sepertinya tidak merasa keberatan sedikitpun. Dia menampar bokongku dengan cepat saat aku melewatinya, membuatku berteriak. Aku menoleh padanya, dan memutar mataku. Dia mengangkat bahu acuh, menyeringai padaku lalu aku berjalan pergi, menyeringai pada diriku sendiri. Aku menarik nafas dalam-dalam saat udara dingin menerpaku, karena saat ini aku benar-benar merasa sangat gerah dan terganggu dengan kejadian barusan. Aku menyalakan rokokku, menarik nafas panjang dan mendesah. Aku pergi untuk mengambil yang lain. Sebelum aku bisa menariknya dari tanganku, Marco sudah ada di depanku mendekatkan dirinya sendiri lalu mengambil rokokku. "Hei! Kembalikan itu padaku" aku cemberut, tapi dia tidak pernah mendengarkan, lalu mengambil yang lainnya dan menyeringai seperti biasanya. "Berikan!" Kataku dan akan mengambilnya dari tangan nya. Dia meletakkan tangannya di atas kepalanya, meletakkannya di luar jangkauanku. Itu adalah milikku yang terakhir, dan itulah mengapa aku menginginkannya kembali. "Kau berikan aku ciuman, dan aku akan memberikannya padamu, sesederhana itu" dia berkata dengan puas. Di sini kita kami pergi dengan permainan lagi. Aku terkejut, mengangkat bahu. "Tidak sayang, aku lebih suka tanpanya" aku berkata dengan angkuh. Dia memberikan aku puppy eyes terbaiknya, mencibirkan bibir bawahnya padaku dan itu membuatku terkikik, Itu sangat lucu. Tentu satu ciuman tidak akan membahayakan. "Baiklah!" Aku mengerang menyerah padanya. Dia mengulurkan tangan, bibirnya segera menekan bibirku. Rokok menjadi hal terakhir yang ada dalam pikiranku. Aku meraih ikat pinggangnya, menarik tubuhnya ke arah tubuhku, merasakan dia menggigil seperti yang ku lakukan. Aku menggeser tanganku, dan meletakkannya di pantatnya, pantatnya yang sangat seksi dan tegas, mendorongnya dengan keras. Bagian depannya menyatu dengan milikku. Marco menyelipkan tangannya di antara sela-sela kami, meluncur di bawah gaunku, tangannya mengusap celana dalamku dengan cepat, hanya untuk sesaat. Aku menggeram padanya, merasakan gairahku bergejolak. Aku merasakan dia menyeringai di bibirku. Bibirnya menjauh dari bibirku, jatuh di telingaku. "Apa kau menyukai itu sayang?" Dia mengerang. Aku menelan ludah dengan susah payah dan aku menganggukkan kepalaku. Marco menganggap ini sebagai alasan untuk melakukannya lagi. Sentuhannya lebih kasar dan kali ini lebih lama. Aku tidak bisa memberitahu bahwa aku berada di tengah jalan yang ramai. Aku mengerang, kepalaku jatuh ke belakang. Aku merasakan bibirnya yang hangat di leherku, lalu melepaskan tangannya diantara sela-sela kami yang membuatku sangat cemas. Aku segera lupa tentang itu, jari-jarinya kini mengikat rambutku, menariknya dengan kasar saat bibirnya menabrak bibirku. Aku menggigit bibir bawahnya, membuat bibir bawahnya terbuka dan memaksa lidahku masuk ke dalam mulutnya, menciumnya dengan keras. Aku menyelipkan tanganku di antara tubuh kami, mengusapnya melalui celana jeans nya. Aku bisa merasakan Kejantanannya naik ke tanganku. Marco menggulung pinggulnya ke arahku. "Kurasa kau tidak tahu betapa aku ingin bercinta denganmu Debby, itu yang tidak masuk akal" dia mengerang di bibirku. "Oh sayang, aku tahu. Aku bisa merasakannya" aku mengerang kembali. Tangan Marvo bergerak di sekitar tubuhku, berlari ke bagian belakang pahaku, meluncur di bawah gaunku, jatuh di pantatku, mencengkeramnya di antara tangannya. Dia mengangkatku dari bawah, punggungku di dorong lebih keras ke dinding, tubuhnya menekan lebih keras ke tubuhku, aku mulai mengiringnya saat kami berciuman dengan kasar. Tanganku di rambutnya, lalu menariknya dengan kasar. Aku suka itu kasar, di perlu tahu dan belajar untuk itu, atau dia dapat pergi untuk mencari orang lain. Tidak ada hal yang lebih buruk dari seorang pria yang berpikir bahwa dia adalah hadiah terbaik dari tuhan untuk wanita, yang terbaik yang pernah dimiliki seorang wanita, itu sangat mengerikan!. Waaahh terima kasih, pria jenis itu sangat mengecewakan jika itu sampai terjadi. Mengapa aku memikirkan hal ini sekarang ketika aku memiliki seorang pria seksi seperti f*ck man. Aku segera sadar dan kembali kepada tugasku yang ada. Aku ragu-ragu sebelum menarik diri untuk mengatur nafas. Aku bisa merasakan hawa panas naik di antara pahaku. Aku memutuskan sudah waktunya untuk mengambil kembali kendaliku dan mulai bermain lagi. Aku membiarkan kakiku jatuh di sekitar pinggulnya, menepis tangannya dari ku. Aku mendorong dadanya, membuat jarak di antara aku dan dia sebelum aku menarik diriku sendiri. Aku berbalik dan berjalan pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun padanya, lalu kembali masuk ke dalam. Aku menjilat bibirku, memikirkan apa yang baru saja terjadi di luar membuat hasratku berkecamuk jauh di dalam. Keadaan ku sangat kacau saat memasuki bar. "Umm, apa kau baik-baik saja? Wajahmu terlihat sedikit merah?" Adek bertanya, menatapku bingung. "Hmm" kataku, satu-satunya kata yang keluar dari mulutku. "Ya tuhan, apa kau bercinta dengan Marco?" Dia bertanya sambil tersenyum. "Apa? Tidak!" Kataku berpura-pura jijik, dia bahkan akan berpikir seperti itu. "Belum, dia belum, malam masih terlalu awal" kata Marco yang menekanku dari belakang. Aku melihat dari balik bahuku padanya, lalu mengernyitkan alisku. "Kau bisa terus berpikir seperti itu William, apapun itu yang membuatmu pergi di malam hari" aku menyeringai, menepuk pipinya sebelum melangkah pergi dan kembali ke tempat dudukku. Marco segera mengikuti jejakku. "Kalian berdua harusnya sudah melakukannya" kata Adel sambil menggelengkan kepalanya. "Ketegangan seksual di antara kalian berdua konyol, kau harus mengatasinya" dia menambahkan lalu menyeringai padaku. Itu masalahnya, dia tidak akan bisa menanganiku, aku akan menghancurkannya" kataku menyeringai, berbalik untuk melihat Marco. "Aku akan menangani mu dengan baik, seksi. Aku punya stamina, karena kau tidak akan pernah tahu, aku bisa melakukannya berjam-jam. Aku bisa melakukannya dengan baik, dan kau akan menjadi semakin panas, berantakan lemah saat aku selesai denganmu" jawabnya sambil tersenyum ke arahku. "Kau biasanya tahu ketika seorang pria membual tentang betapa bagus nya dia, dia mengerikan kan? Itulah sebabnya kau melanjutkan jalanmu, karena kau tidak yakin bagaimana kau di atas tempat tidur?" Aku menjawab dengan puas. "Oh percayalah, aku tidak pernah punya satu keluhan di apartemen itu. Ikutlah bersamaku sekarang ke kamar mandi, dan aku akan membuktikannya kepadamu" dia berkata berjalan mendekat ke arahku. Aku bertingkah seolah-olah aku akan memikirkannya. "Tidak, terima kasih" kataku mengangkat bahu, mengalihkan perhatianku darinya. Dalam satu kejujuran, aku akan dengan senang hati mengikutinya ke sana, membiarkan dia pergi dengan ku, tetapi aku tidak bisa… tidak sekarang. Mungkin nanti, atas permintaanku bukan dia. Aku segera merasakan nafas hangatnya di telingaku, tangannya meluncur di antara kakiku lagi. "Bisakah kau berhenti bertingkah seolah kau tidak menginginkan aku? Debby, bahkan sekarang kita sudah dewasa" dia mengerang padaku. Aku menoleh padanya, dia tampak sedikit kesal sekarang, aw apa yang memalukan… tidak. "Aku tidak pernah mengatakan aku tidak menginginkanmu. Aku hanya tidak akan memberikannya dengan mudah padamu, aku tahu jika kau ingin aku membuatmu terbiasa mendapatkan apa yang kau inginkan dengan mudah seperti gadis-gadis lainnya, Marco" kataku. "Baik! Aku bahkan mendapatkan banyak tawaran" dia berkata kesal, menyerbu seperti anak kecil. Aku tertawa, menggelengkan kepalaku. Betapa kekanak-kanakannya dia. Aku kembali ke Adel dan Edward yang sedang menatapku. "Apa?" Aku bertanya. "Apa itu semua tentang?" Tanya Adel. "Dia mengamuk karena dia tidak mendapatkan apa yang dia inginkan. Kurasa aku akan pulang, dan membiarkan kalian berdua punya waktu sendiri" kataku mengedipkan mata di bagian terakhir kalimatku. "Apa? Tidak" Adel cemberut padaku. "Kalian berdua semakin terlihat baik. Kau tidak perlu aku untuk berkeliaran diantara kalian. Aku akan menemuimu ketika kau pulang apakah itu malam atau besok pagi" aku tersenyum. "Kita lihat saja, ya" dia berkata sambil mengedipkan mata padaku, seringai muncul di bibir Edward. Aku memeluk mereka berdua, lalu keluar untuk memesan taksi. Dalam perjalanan, aku melihat Marco dengan beberapa wanita berambut merah semakin terlihat nyaman. Aku memutar mataku, tertawa. Dia benar-benar bocah laki-laki yang f*ck bukan? Setidaknya jika dia bersama orang lain, dia tidak perlu menggangguku. Aku yakin dia akan kembali dalam waktu singkat. Karena baginya saat ini aku adalah buah terlarang, jika kau ingin kita semua tahu apa yang terjadi ketika kita menginginkan sesuatu yang tidak dapat kita miliki,bukan?.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN