3. Makan Siang Dan Menggoda

1709 Kata
P.O.V Debby Aku menatap diriku sesekali di depan cermin, mengangguk pada diriku sendiri. Itu akan berhasil. Aku telah membuatnya tetap santai sebaik mungkin, itu hanya makan siang, dan aku tidak dapat membuatnya berpikir bahwa aku membuat terlalu banyak upaya untuknya. Aku perlu menyerahkan beberapa hal pada imajinasinya. Aku masuk kedalam mobilku, mengemudikan mobil selama sepuluh menit ke tempat aku akan bertemu dengan nya. Aku bahkan tidak tahu apakah aku bertemu dengan nya di luar atau di dalam, pasti aku akan mengetahuinya ketika aku sampai disana. Aku berhenti. Melihat sekeliling, mencoba mencari tempat parkir. Akhirnya, aku turun ke seberang jalan dari tempat aku pergi, mungkin itu hal yang. Aku tidak memakai sepatu hak jika aku perlu berjalan. Aku mengambil barang-barang milikku dari dalam mobilku, lalu berjalan menuju ke jalan. Tidak ada tanda-tanda dia di luar, mungkin dia ada di dalam, atau mungkin dia berubah pikiran tentang datang di tempat pertama. Aku menuju ke dalam, melihat sekeliling tetapi dia tidak terlihat. Dia pasti mendapat tawaran yang lebih baik. Oh well, aku punya hal-hal yang lebih baik untuk dilakukan dengan hidupku daripada menunggu pemain kaya yang sombong. “Kau mencari seseorang seksi?” bisik seseorang yang aku tidak tahu itu siapa. Aku mendengar bisikan di telingaku dari belakang, sepasang tangan di pinggulku, aku tidak tahu siapa itu. “Tidak. Aku memang bermaksud begitu, tapi aku mempertimbangkan untuk berubah pikiran.” Aku menyeringai pada diriku sendiri. Tak lama kemudian, dia sudah berada di depanku. Mengerutkan alisnya kepadaku. Aku terkekeh, menyeringai padanya. Aku membiarkan mataku mengikuti nya, tidak peduli jelas untuk melihat apa yang aku lakukan. Dia tampak PANAS!! “Cukup bagus, lihat?“ Dia menyeringai. “Ya terima kasih. Kau memiliki penampilan yang bagus. Terlihat tampan” Jawabku sambil mengedipkan mata padanya. Dia menyeringai angkuh, meraih pinggangku, menarikku ke dalam dirinya, sebuah getaran menjalari tubuhku. Aku menyukai tangannya padaku. Pria seksi sialann. “Dan kau terlihat seksi seperti semalam, Debby” Dia menggeram, menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki. “Aku tahu” kataku percaya diri, lalu mendorongnya, berjalan menjauh darinya, lalu duduk di meja. Aku mendengarnya tertawa di belakangku, lalu segera menyusul. Dia duduk di seberangku, menatapku dengan hasrat murni di matanya, wajahnya menunjukkan semuanya. Aku menyeringai jahat padanya, menikmati efek yang kualami padanya. Aku melihatnya menelan ludah, menjilat bibirnya, memberitahuku betapa dia sangat menginginkannya, betapa dia sangat ingin menyentuhku dan menciumku. Aku sudah terbiasa dengan tatapan mata pria seperti itu, kebanyakan dari mereka aku tolak. Seperti yang aku katakan bahwa tidak akan semudah itu. Waktu yang akan memberi tahu sekarang, bukan?. Tiba-tiba, aku merasakan tangannya mendarat di pahaku, meraihnya di antara ujung jarinya yang kasar. Aku menggigit bibir bawahku, memastikan aku tidak akan pernah mengerang di bawah sentuhan sederhana nya. Aku tidak bisa membuat nya berpikir dia telah memenangkan tantangan ini. Aku menjaga postur tubuhku tetap stabil, memastikan untuk tidak bergerak satu inci pun dan menyerahkan diri. Aku mendongak untuk menangkap matanya, matanya masih menatapku. “Apakah aku memberimu izin untuk menyentuhku?“ Aku bertanya dengan tegas, mencoba menghentikan seringai ku dari godaan yang merayap di bibirku. “Tidak, tapi dari sorot matamu, kau tidak keberatan. Kau pandai menyembunyikan rasa yang aku miliki padamu dengan yang lainnya, matamu memberikan semuanya, Debby.“ dia berkata dengan angkuh. "Sialann! Aku biasanya pandai menyembunyikan hal-hal ini dari laki-laki" ucapku memggeram dalam hati. “Aku tidak tahu apa maksudmu?” Kataku mengabaikan nya. Dia terkekeh menggelengkan kepalanya padaku. “Bolehkah aku mengambilkan mu minuman?” Dia mendengus kepadaku. “Air putih akan lebih baik, aku mengemudikan mobil saat kesini “ kataku, memberinya senyum kecil. “Mengapa? Kau bisa berjalan sambil minum denganku“ dia cemberut nampak kecewa. “Tidak, aku lebih suka menjaga kewarasan dan akal sehatku, terima kasih sangat “ jawabku menolak halus niatnya. “Menurutmu mengapa jika kau minum kau akan kehilangan akal sehat? Atau kau khawatir kau akan naik ke atas tempat tidur denganku?“ Dia tersenyum. “Apa yang membuatmu berpikir aku berencana untuk naik ketempat tidur denganmu? Aku tahu seberapa sering kau berada di sekitarku. Dan seperti yang aku katakan, aku lebih menyukai laki-laki yang lebih dewasa dan berpengalaman” Kataku sambil memutar bola mata. “Debby, aku bisa membacamu seperti aku membaca buku. Jika kau bisa, kau akan naik kesini sekarang. Dan seperti yang aku katakan, aku sedang dalam masa pertumbuhan. Aku bisa melakukannya lebih baik daripada pria yang lebih dewasa manapun” Dia berkata dengan angkuh. Aku menggeliatkan hidungku, mengangkat bahu sebelum mengalihkan perhatianku darinya, melihat menu. Ketika daftar menu itu menutupi wajahku, aku menyeringai pada diriku sendiri. Aku meraih ke bawah meja, menepis tangannya. Aku mendengarnya tertawa, membuatku mendongak menatapnya. “Apa yang kau tertawakan tuan William?” kataku terganggu. “Fakta bahwa kau duduk disana berpura-pura tidak menginginkan aku. Padahal yang kau pikirkan hanyalah merobek pakaianku dan pergi bersamaku dan naik ke atas ranjang.” Katanya dengan percaya diri. “Sayang, jika aku ingin merobek pakaianmu dan pergi bersamamu sebaiknya kau berpikir aku akan melakukannya tanpa masalah tadi malam. Teruslah saja kau bermimpi” ucapku mengejek lalu Aku tertawa. Sebelum dia bisa mengatakan sepatah kata pun, pelayan datang dengan membawa pesanan kami, lalu pergi lagi untuk mengambil minuman kami. Marco memesan scotch untuk dirinya sendiri sementara aku meminum airku. Keheningan terjadi di antar kami saat di menyesap minumannya, matanya menatapku seperti yang dia lakukan sebelumnya. “Aku penasaran Marco, bagaimana kau tahu dimana aku tinggal? Nomorku adalah satu hal yang biasa tapi alamatku yang lebih condong ke mode penguntit” Tanyaku, menyandarkan siku ku di atas meja, menatapnya. “Aku punya sumber informasiku sayang.” Dia berkata dengan angkuh. “bukan mode penguntit, tapi karena aku sangat gigih dalam berusaha mendapatkan sesuatu” Dia menambahkan. “Baiklah jika kau berkata begitu” Aku memutar mataku malas ke arahnya. “Kau menyukai mawar?” Dia memasang senyum di bibirnya yang bisa dicium, senyum yang tulus, bukan seringai atau tatapan sombong, senyum yang nyata. “Ya, aku berterima kasih. Mawar adalah bunga favoritku.” Aku tersenyum manis padanya. Menggerakkan salah satu tanganku, meletakkannya di lututnya, meremasnya, tubuhnya bergetar di bawah sentuhanku. Aku menyeringai, lalu menjilati bibirku saat aku menatap lurus ke matanya. Aku melihat mata birunya berubah lebih gelap, dan aku menjilat bibirku sekali lagi. Aku melihat genggaman nya mengencang di tepi meja. Aku memutuskan sudah waktunya untuk bersenang-senang. Aku menyisir rambutku dengan jemariku, lalu mengusapkan ujung jariku ke kulit leherku perlahan, tidak mengalihkan pandanganku darinya seperti yang kulakukan tadi. Aku melepaskan tanganku dari lututnya, menuju pahanya, menggosoknya di area selangkangannya. Matanya terpejam, kepalanya tertunduk. “Sialann!” dia mengerang pelan. Aku terkikik, menarik diri darinya dan bersandar di kursi. Dia membuka matanya, menatapku sedikit kesal padaku. Aku memberinya senyum terbaikku, mengedipkan bulu mataku padanya. “Apa kau baik-baik saja sayang?” tanyaku sambil tersenyum polos padanya. “Apa aku terlihat, oke? Kau sedikit menggoda.” Dia berkata, berpura-pura marah, tapi aku melihat sudut mulutnya melengkung “Oh, kau belum melihat apa-apa.” Aku mengedipkan mata. “Itu berarti aku akan mendapatkan kesempatan untuk mencari tahu sisanya?” Dia bertanya. “Waktu akan memberitahu sekarang, bukan?” jawabku manis. Tak satupun dari kami memiliki kesempatan untuk mengatakan apapun sebelum makanan kami datang. Aku tersenyum pada pelayan, Marco melakukan hal yang sama. Keheningan terjadi di antara kami saat kami makan, mata kami bertemu dari waktu ke waktu. Perlahan-lahan aku memasukkan makananku kedalam mulutku, mengerang saat aku menatapnya. Sekali lagi seperti sebelumnya, aku melihat tangannya mencengkram tepi meja. “Debby, hentikan.” Dia menggeram padaku. “Aku tidak melakukan apapun.” Aku tersenyum. “Ya, kau benar. Jika kau tidak berhenti, maka aku akan menyeretmu ke kamar mandi dan meniduri mu di sana. Pilihan ada ditanganmu.” Dia mendesis padaku. Aku merapatkan kedua kakiku memikirkan hal itu membuat aku bersemangat, menyebabkan simpul di perut ku. Giliranku yang memegang tepi meja. Marco menyeringai, berdiri, mendekati tempat aku duduk, meluncur di sampingku. Aku berbalik menghadapnya, dia yang sedekat ini denganku semakin mendekatiku. Tangan Marco menemukan tempatnya di pahaku, menggosokkannya melalui celana jeansku. Dia meraih ke telingaku, nafasnya yang panas menggelitik kulitku. “Apakah kau suka dengan suara seksi itu? Memikirkan aku menidurimu?” dia menggeram di dalam mobilku. Aku kehilangan semua kendali, dan aku pikir sudah waktunya aku mengambilnya kembali. Aku melingkarkan jari-jariku di rambutnya, menariknya untuk menghadapku, sebelum dia sempat mengatakan sepatah kata pun padaku, aku memajukan tubuhku, membenturkan bibirku dengan keras ke bibirnya, menarik rambutnya dengan kasar saat aku menciumnya. Dia tidak pernah ragu-ragu sejenak, menciumku kembali dengan cara yang sama. Tangannya mencengkeram pinggulku, menarikku lebih dekat dengan nya. Jika aku tidak berada di tengah-tengah restoran yang sibuk, aku akan menempatkan diriku di atas pangkuannya. Membiarkan tubuh kami menjadi lebih dekat, tetapi aku harus menunggu sampai aku memilikinya sendiri, dengan begitu aku dapat melakukan apa yang aku inginkan. Aku tidak berpikir dia menyadari apa yang dia dilakukan dengan ku. Aku sangat percaya diri dalam semua aspek kamar, dia akan beruntung jika dia dapat menanganiku, terutama karena aku suka memegang kendali, hampir sepanjang waktu. Disisi lain, aku juga menikmati berada dalam belas kasihan penuh di tangan seorang kekasih. Aku suka membumbui sesuatu. Aku harus menarik diri untuk mengatur napas, kecupan ringan keluar dari bibir kami. Wajah Marco memerah, matanya berada diluar kegelapan dan penuh nafsu dan keinginan. Aku yakin aku terlihat sama. “Kita harus menyelesaikan makan siang” aku tersenyum manis berpaling darinya. “Makan siang adalah hal terakhir yang ada di pikiranku.” Dia menggeram. “Ya, aku bisa melihatnya,” aku menyeringai sambil merasakan bahwa ada sesuatu hal yang menyenangkan yang tampak dalam celana jeansnya. “Hey, aku tidak malu akan hal itu. Aku bangga dengan apa yang aku dapatkan disana. lakukanlah lagi sayang, itu akan menunjukkan betapa aku menginginkan mu.” Dia berkata dengan bangga. Aku menggelengkan kepala, tertawa. “Yah, mungkin suatu saat kau bisa menunjukkan betapa kau sangat menginginkan aku.” Aku mengedipkan mata. “untuk saat ini menjauhlah dariku sebelum aku berakhir dengan caraku bersamamu sekarang.... Disini” imbuhku menggeram. “Hey, sayang, aku akan dengan senang hati duduk dan membiarkanmu melakukan apa yang kau inginkan. Aku tidak keberatan” Dia menyeringai. “Aku suka membangun suspensi sebelum melompat ke atas ranjang Sekarang haha“ aku tertawa. Dia memutar matanya ke arahku, melakukan apa yang diperintahkan. Aku kembali duduk, tersenyum padanya. “Ini lebih menyenangkan dari yang aku kira.” Kataku sambil cekikikan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN