POV Debby
Marco dan aku baru saja kembali ke tempat kami. Sisa dari malam ini berjalan dengan sangat baik, semua orang memiliki malamnya yang sangat baik, dan hasil dari acara tersebut berhasil mengumpulkan donasi sebanyak 3 juta Pounds, itulah inti dari acara tersebut. Adapun orang tua Marco, mereka menghabiskan setengah malam mereka mencoba untuk embuat Marco dan aku resmi memiliki hubungan, mereka pun akhirnya menyerah karena menyadari kalau itu tidak akan pernah terjadi.
“Kurasa orang tuaku lebih menyukaimu daripada mereka menyukai aku yang notabene-nya adalah anak kandung mereka sendiri” Marco berucap cemberut padaku sambil melonggarkan dasinya.
“Hahaha... aku kan lebih hebat darimu, tentu saja mereka akan lebih menyukaiku daripada dirimu” jawabku terkikik.
“Hahaha... apa pun itu yang bisa membuatmu senang, aku rela sayang” kata Marco sambil menepuk bahuku. “Kau mau segelas anggur?” imbuhnya bertanya.
“Emm.. boleh” jawabku tersenyum lebar padanya.
“Buatlah dirimu sendiri seperti di rumah. Aku akan mengambilkan minuman untuk kita berdua” katanya dengan tersenyum.
Aku mengangguk, lalu duduk di sofa. Aku mengangkat tumitku untuk bersandar di sofa sambil menghela nafas lega. Aahh.. syukurlah, akhirnya sepatu itu terlepas juga dariku kakiku. Aku memejamkan mata membuat diriku merasa se-rileks mungkin.
“Jangan tertidur di hadapanku” aku mendengar suara tawa yang seksi milik Marco di depanku.
Aku membuka mataku, menatapnya, lalu mengambil salah satu anggur yang dia bawa dari tangannya. Marco melepaskan sepatunya, dasi dan jas nya pun segera menyusul untuk dia lepaskan. Dia membuka beberapa kancing pertama kemejanya. Marco duduk di sebelahku, keheningan pun menyelimuti kami saat kami sedang menyesap anggur.
“Aku minta maaf atas sikap orang tuaku malam ini padamu. Aku tidak tahu apa yang rasuki mereka, mereka tidak pernah seperti itu pada teman kencanku yang sebelumnya” kata Marco sambil menatapku.
“Itu semua karena aku adalah wanita yang lebih berkelas dan juga menyenangkan dibanding dengan teman kencanmu yang lainnya” kataku sedikit angkuh sambil mengedipkan mata padanya.
“Dan kau mengatakan kalau egoku terlalu besar?” ucapnya tertawa.
“Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Mengenai orang tuamu, tidak apa-apa, kau tidak perlu minta maaf untuk mereka. Mereka seperti itu mungkin karena muak melihatmu dengan gadis yang berbeda setiap kali mereka melihatmu. Mereka menginginkan lebih dari dirimu yang manis” kataku
sambil mengindikkan bahu.
“Aku tahu, tetapi mereka juga harus tahu kalau itu bukanlah aku” katanya menghela nafas sambil mengacak-acak rambutnya.
“Ya mereka melakukannya, tetapi kau juga tidak bisa menyalahkan mereka karena mereka juga menginginkan hal yang terbaik untukmu” kataku sambil tersenyum.
Marco mengangguk setuju dan tidak mengatakan sepatah kata pun lalu menyesap anggurnya lagi. Keheningan kembali memenuhi ruangan dan aku mulai merasa canggung. Omong-omong, kakinya ia pantulkan ke atas dan ke bawah karena dia juga merasa canggung.
Salah satu cara untuk menghilangkan rasa canggung itu adalah dengan aku yang mengulurkan tanganku ke wajahnya, meletakkan bibirku di lehernya, dan tanganku yang lain berada di pahanya. Aku menelusuri bibirku ke lehernya, dan itu sukses membuat Marco mengerang keras, matanya terpejam dan kepalanya jatuh ke belakang. Aku membiarkan tanganku menelusuri pahanya, lalu menuju ke area selagkangannya, menggosok miliknya dari balik celananya.
“Fuckk!!” desisnya kerena mulai merasakan miliknya langsung mengeras.
Aku menyeringai di kulit lehernya, menarik diri dan menatapnya. Marco pun membuka matanya, menatap lurus ke arah mataku, matanya pun sudah gelap karena kabut gairahh dan nafsu. Marco meraih pinggulku, menarikku ke dalam pangkuannya. Aku meletakkan lutuku di pinggulnya, meraih ke depan dan menempelkan bibirku ke bibirnya, lalu menciumnya dengan kasar.
Tangan Marco menjauh dari pinggulku, lalu jatuh di belakang pahaku,menggerakkan ujung jarinya di atas kulit pahaku yang telanjang. Aku mengerang di bibirnya, tangannya meluncur ke bawah gaun, lalu jatuh tepat di bokongku dan meraihnya dengan kasar.
Aku membuka kancing kemejanya, melepaskannya dari tubuhnya. Aku menariknya lalu menjatuhkan bibirku tepat di atas dadanya yang telanjang lalu bergerak ke bawah. Marco mengerang dan menggeliat di bawah sentuhanku. Aku melanjutkan dengan mencium ke bagian bawah tubuhnya, jatuh ke lantai dengan lututku berada di antara miliknya.
Aku membuka celananya dan Marco pun mengangkat pinggulnya guna memudahkan aku untuk membuka celananya dan juga boxernya. Aku membiarkan miliknya yang sekarang sudah sangat keras itu lepas. Aku meluncurkan lidahku di miliknya yang panjang, lalu meremas bokongnya. Aku menjulurkan lidahku ke pangkalnya, jari-jari Marco mencengkram rambutku.
“Oh.. s**t!! Please, Debby sayang, bawa aku masuk ke dalam mulutmu” Marco mengerang keras sambil menyentak pinggulnya.
Perlahan-lahan aku memasukkannya ke dalam mulutku sampai miliknya yang panjang memenuhi mulutku hingga ke ujung tenggorokanku. Perlahan-lahan aku mulai menggerakkannya keluar dan masuk dari mulutku, menjulurkan lidahku di atasnya. Marco terengah-engah, erangan lembut terdengar keluar dari bibirnya.
“Ya, sayang, seperti itu. Oh Fuckk! Kau lihai sekali menggunakan mulutmu” Marco meracau.
Aku terus menariknya, setiap kali aku ingin meraihnya kembali ke dalam mulutku, Marco akan semakin mengencangkan cengkeramannya di rambutku. Aku bergerak lebih cepat, bersuara dan mengerang melawan miliknya. Aku mengulurkan tangan, membiarkan kuku-ku menelusuri dadaa dan perutnya saat aku terus bergerak di miliknya. Aku mendengar nafasnya menjadi semakin berat, tangannya bergerak dari rambutku, mencengkeram tepi sofa.
“Debby, aku sudah hampir dekat sayang. Jangan berhenti. Fuckk!!” racaunya memanggil namaku.
Hanya butuh beberapa saat sebelum di bergetar, klimaksnya menghujamku, menumpahkan cairan miliknya ke dalam mulutku. Dia terus mendengus dan mengerang saat aku membantunya mencapai puncaknya. Setelah aku selesai, aku perlahan menariknya keluar dari dalam mulutku, aku berdiri menatapnya saat dadanya naik turun. Dia perlahan membuka matanya, menatapku dengan seringai di bibirnya. Aku menjilat bibirku lalu mengerang.
“Hmmm... kau sangat enak” kataku mendengus padanya.
“Ke kamar tidur! Sekarang!” ucapnya mendesis memberi perintah padaku.
“Ingin membuat diriku...” aku menggantungkan kalimatku lalu menyeringai.
“Sekarang Debby” ucapnya mendesis.
Aku berdiri diam dan menggelengkan kepala. Dia menggeram padaku, beranjak berdiri. Dia meraihku, mengangkatku dari lantai, melemparkanku ke atas bahunya seperti dia sedang memanggul karung beras saja. Aku memkik kras dan itu malah membuat Marco tertawa.
“Turunkan aku sekarang!” kataku terkikik sambil menampar
bokongnya.
“Tidak!” katanya membalas menampar bokongku dengan keras.
Aku mengerang karena dia tahu aku suka itu. Dia membawaku ke kamar tidurnya, menghempaskanku ke tempat tidur, lalu naik ke atas tubuhku. Bibirnya menemukan milikku, tangannya meluncur di antara kami, meluncur ke bawah gaunku dan langsung melepas celana dalamku, mengusap biji yang ada di tengah-tengah milikku sebelum membelai lipatan milikku yang sudah basah.
Aku mengerang, membungkuk ke aranya. Dia merobek celana dalamku dari tubuhku. Sejujurnya aku tidak tahu mengapa aku memakai pakaian dalam ketika ada di dekatnya, kalau pada akhirnya da akan merobeknya.
“Gaun sialan!” ucapnya menggeram padaku, menjauh dariku lalu berlutut di bawahku.
Aku mengangguk, berdiri, lalu melepas gaunku, membiarkan diriku telanjang bulat di depannya. Dia segera menarikku kembali ke tempat tidur, tubuhnya jatuh di atas tubuhku. Tangannya di antara kakiku, mendorong dua jarinya dengan kasar ke dalam milikku, memompanya dengan dengan keras dan cepat, tangannya yang bebas meraih gundukan kembar adikku dengan kasar.
“Marco! Bercinta saja denganku.” Aku mengerang, menginginkan dia ada di dalam milikku.
“Ya bu.” Kata marco dengan seringai menggodanya.
Dia pindah dari atas tubuhku membalikkanku, menarik kakiku keluar ke belakang, lalu menaikkan bokongku ke atas. Marco menaikiku diantara kakiku, mencengkeram pinggulku sebelum mendorong masuk miliknya ke dalam milikku dari belakang, memenuhiku dengan miliknya. Secara otomatis dindingku mencengkram miliknya. Dia mulai menepuk bokongku, tangannya yang bebas bergerak ke depan memainkan biji yang terselip di tengah-tengah milikku saat dia terus bergerak maju dan mundur. Setiap kali dia akan mendorong ke depan, dia akan semakin mendorong dalam di dalam milikku. Aku menggerakkan bokongku ke belakang saat dia bergerak maju, tubuh kami bergerak secara sinkron, miliknya yang besar dan panjang, bergerak menyentuh biji yang terselip di tengah-tengah milikku.
“YA! DISANA Marc!” aku meracau saat di berulang kali mempermainkan bijiku.
Setiap dorongan yang diberikan Marco membawaku lebih dekat ke puncak kenikmatanku. Semakin cepat gerakannya, semakin kencang teriakanku, dan semakin lemah pula tubuhku. Tidak membutuhkan waktu yang lama, sebelum tubuhku bergetar karena pelepasanku yang hebat.
Aku menumpahkan cairan milikku di sekujur miliknya, memanggil namanya dengan terengah-engah. Marco menarik keluar, mencengkeram pinggulku lagi sebelum mendorong masuk melesak ke dalam.
“Fuckk!” dia mengerang keras, menumpahkan miliknya jauh ke dalam diriku, pelepasannya sendiri mengambil alih dirinya.
Kami mencapai puncak kenikmatan kami, Marco memberikan tamparan di bokongku dengan keras sebelum tubuhku jatuh tengkurap di atas tempat tidur dan Marco pun ikut jatuh di atas tubuhku. Kami berdua berbaring di sana dengan terengah-engah, lalu mencoba menenangkan tubuh kami. Marco mencabut keluar miliknya, berguling ke samping dengan telentang dan aku pun melakukan hal yang sama.
“Sial!! Aku suka bercinta denganmu sayang.” Ucapnya dengan nafasnya yang berat.
“Mmmm.. ya, aku juga.” Aku mengerang kembali, menggerakkan diriku, menyandarkan kepalaku di dadanya, meletakkan tanganku di perutnya. Suara keheningan yang nyaman kini menyelimuti kami berdua.
Marco mengulurkan tangan, dan mencium puncak kepalaku. Aku tersenyum, meringkuk lebih dekat dengannya. Marco meraih selimut, menariknya lalu menutupi tubuh telanjang kami.
“Kurasa aku akan menculikmu untuk akhir pekan. Kita bisa menghabiskan waktu lagi di tempat tidurku” katanya menyeringai ke arahku.
“Mmm.. kedengarannya bagus, kita bisa mencoba hal-hal yang baru” jawabku dengan tersenyum, lalu mencium dadanya.
Aku menyelipkan tanganku di antara tubuh kami, membelai miliknya yang panjang, membuatnya bangun lagi dan siap untuk pertempuran kami lagi dalam waktu yang singkat.
Aku tidak berpikir kalau kami berdua akan mendapatkan tidur yang nyenyak malam ini.