22. Acara Amal Part 2

1576 Kata
POV Debby “Marco, kau harus menjadikan wanita ini milikmu, eee.. maksudku kau harus memilikinya bukan hanya sekdar partner sekss seperti biasanya. Dia adalah wanita baik untukmu. Dia tidak memalsukan apa yang dia katakan seperti omong kosongmu” Kata ibu Marco, ya aku bilang.. ibunya Marco berkata seperti itu. “Mom!” Marco terdengar seperti merengek. Jelas dia merasa malu. Aku menggigit bibir, berusaha menahan diri untuk tidak menertawakan Marco yang terlihat kesal . “Aku adalah wanita yang kesekian kalinya dari terlalu banyaknya wanita untuknya” kataku tersenyum. “Ya Tuhan.. bisakah kalian berdua berhenti?” kata Marco dengan nada yang begitu kesal. “Tidak!” ucap kami serempak. “Ini terasa menyenangkan” imbuhku sambil cekikikan. Dia memelototiku, dengan berpura-pura mencoba untuk marah padaku. Aku memberinya senyumku yang paling menawan, lalu memainkan bulu ataku dengan mengedipkannya berulang-ulang. Dia tidak akan menjadi gila terlalu lama setelah itu, pada akhirnya dia pun tertawa bersama. “Aku benci kalian berdua” katanya sambil tertawa. Kami berempat menghabiskan sebagian besar malam kami bersama dengan orang tuanya Marco dan Edward, dan itu adalah malam yang sangat menyenangkan. Aku merasa akrab dengan ibunya dan kami berdua menghabiskan waktu hanya untuk mengganggu Marco. Acara malam itu sendiri berjalan semuanya dengan sangat baik. Adel dan aku sepertinya lebih cocok dari yang kami ira. Semua orang benar-benar terlihat sangat manis. “Aku akan minum untuk menjauh dari kalian berdua wanita menyebalkan” kata Marco sambil menjulurkan lidahnya ke arah kami seperti anak kecil. Kami tidak menanggapinya dan kembali mengobrol. Aku mendengar Marco terkekeh saat dia berjalan pergi. Begitu dia tidak terlihat, ibunya langsung menoleh ke arahku. “Debby, tolong beritahu padaku. Sebenarnya ada hubungan apa kau dan anakku? Jangan pernah kau katakan omong kosong seperti, kita hanya berteman, atau kita hanya partner sekss atau apalah itu semacamnya” ucap ibu Marco bertanya sambil tertawa. Orang tua Marco tampak terbuka tentang semuanya. Aku sendiri bahkan tidak pernah bisa berbicara seperti itu dengan orang tuaku. “Maaf kalau pada akhirnya aku mengecewakanmu atau tidak sesuai dengan apa yang menjadi bayanganmu. Tapi aku dan marco memang seperti itu adanya” kataku sambil mengindikkan bahu. Ibu-nya Marco terkekeh menggelengkan kepalanya ke arahku sebelum melangkah lebih dekat ke arahku, meletakkan tangannya di bahuku lalu tersenyum padaku. “Kalian berdua sama-sama egois dan keras kepala hanya untuk sekedar melihat lalu mengakuinya” kata ibunya Marco. Ada ekspresi yang serius nampak di wajahnya. “Kurasa biarkan saja waktu yang akan menjawab dan memberitahu” kataku sambil tersenyum. Aku tidak ingin ibunya menaruh harapan yang sangat besar antara aku dan Marco, ditambah lagi aku tidak pernah benar-benar ingin membicarakan soal hubungan ini lagi.  Aku berharap ketika aku mengatakan itu padanya, dia akan membiarkan harapannya itu jatuh, untungnya dia melakukannya. Aku menertawakan sesuatu yang dikatakan Nyonya William, wanita itu lucu sekali. Ketika aku merasakan ada tangan di punggungku, dan itu membuatku merinding. Aku ingin tahu siapa pemilik tangan itu. “Maukah kau menari denganku?” ucapnya berbisik di telingaku. “Kau bisa menari?” tanyaku heran. “Umm.. tidak juga, aku hanya ingin berdansa denganmu” katanya tersenyum manis padaku. Aku memandang wajah Nyonya William, dan wajahnya sama terkejutnya denganku. Marco tertawa, menggelengkan kepalanya sebelum mengulurkan tangannya untuk ku pegang. Aku merasa ragu-ragu barang untuk sejenak, lalu aku mengulurkan tanganku meraih tangannya. Marco memegang tanganku erat-erat saat dia memimpin kami melewati kerumunan orang. Kami pun akhirnya sampai di lantai dansa. Saat kami akan melakukannya, lagu pun secara perlahan diputar melalui speaker, sepertinya Marco terlihat sedikit panik. “Marco, tidak apa-apa, kita tidak perlu melakukannya. Lagi pula aku juga bukan penggemar berat tarian lambat” kataku sambil terkikik. Dia terdiam sejenak, memiringkan kepala sedikit ke samping, senyum kecil pun terbit di bibirnya. Dia mengangkat bahu, menarikku ke dadanya, melingkarkan lenganku di lehernya, lengan Marco melingkar di pinggangku, tangannya jatuh di punggungku. Aku menarik nafas dalam-dalam, perasaan aneh mulai menjalar di sekujur tubuhku. Aku membenamkan wajahku di ceruk lehernya. Keheningan Pun terjadi di antara kami, saat musik Ed Sheeran Perfect berbunyi melalui speaker. Tubuh kami bergoyang mengikuti alunan musik, sedang Marco menyenandungkan lagu di telingaku. Aku tersenyum sendiri lalu mencium sedikit lehernya, seluruh tubuhnya pun bergetar di bawah sentuhanku. Marco mundur selangkah dariku, meletakkan tanganku di tangannya, mendorongku menjauh darinya sebelum memutar tubuhku kembali ke tubuhnya, kami berdua tertawa kecil seperti yang dia lakukan. Dia melakukannya lagi sebelum menenggelamkanku dengan senyum konyol di wajahnya, dan itu membuatku terkikik keras saat dia menarikku kembali. “Aku tidak pernah mengharapkan itu darimu” kataku sambil tersenyum. “Ada banyak hal yang tidak kau ketahui tentang diriku Debby.” Ucapnya sambil mengedipkan mata. Dia benar. Ya kami tahu banyak tentang hal satu sama lain, tidak semuanya meskipun kau tahu karena hal lengkap ini hanya dimaksudkan untuk berhubungan sekss dan bersenang-senang bersama? Meskipun saat ini rasanya lebih dari itu. “Itu benar sekali” kataku tersenyum. Dia mengangguk, menarikku kembali ke tubuhnya, tubuh kami jatuh ke posisi yang sama seperti saat pertama kali kami mulai menari. Aku mendapati diriku tersenyum pada diriku sendiri, aku merasa bersyukur karena dia tidak melihat wajahku. “Debby?” panggilnya berbisik di telingaku. “Ya” kataku menjawab panggilannya, menarik kepalaku menjauh dari bahunya untuk menatapnya. Dia mengulurkan tangan, tangannya jatuh di pipiku, dan tangannya yang lain berada di pinggulku, menjaga tubuhku agar tetap berada dekat dengannya. “Aku ingin berciuman” ucapnya berbisik di telingaku. “Lalu apa yang kau tunggu?” kataku dengan tersenyum. Dia terkekeh, meraihku ke dalamnya, mendekatkan bibirnya untuk menekan bibirku.  Aku merintih saat merasakan bibir hangatnya menyentuh bibirku. Sejak hampir sepanjang malam aku tidak menciumnya, aku tidak menyadari kalau aku kehilangan bibirnya. Ciuman itu terasa begitu lambat dan lembut juga manis, sesuatu hal yang tidak pernah kami lakukan dan juga tidak terlalu sering. Aku mengarahkan jari-jariku di rambut bagian belakang lehernya, menggenggamnya di jari-jariku, lalu menariknya dengan lembut, aku dan Marco pun memperdalam ciuman kami. Marco mengerang keras di bibirku, dan itu membuatku terkikik. Aku menggerakkan lidahku di sepanjang bibir bawahnya, menariknya di antara gigiku. Marco pun membuka bibirnya, membiarkan lidahku masuk ke dalam mulutnya, menekan lidahku ke bibirnya. Segera saat lidahku masuk menyentuh lidahnya, ujung jarinya mencengkeram pinggulku dengan lebih erat, juniornya yang panjang dan sudah mengeras menekan milikku dari luar. Pria mesumm sialan! Dia tidak menciumku saja bisa menjadi keras seperti itu miliknya.. tidak seperti diriku yang membutuhkan sentuhan dulu baru bisa terangsang. Aku tahu kalau aku harus menarik diri darinya karena kami sedang berada di tengah-tengah lantai dansa di pesta dansa yang berkelas yang dikelilingi kerumunan orang.  Apa yang kami lakukan barusan sungguh tidak mencerminkan sikap kami yang berkelas. Aku menarik diri dari bibirnya, Marco mengerang kesal karena merasa kehilangan sentuhan di bibirnya. Marco membuka matanya lalu menatapku.. oh, haruskah dia memelototiku seperti itu? “Apa? Kurasa ini bukan waktu dan tempat yang tepat untuk melakukan sesi bercinta yang panas” kataku terkikik geli melihat raut wajah kesal Marco. “Memangnya aku peduli dengan apa yang akan mereka pikirkan? Jika aku ingin bercinta dengan wanita terseksi dan cantik di lantai dansa ini, maka itulah yang akan aku lakukan” ucapnya menyeringai. “Tidak!” kataku dengan tegas. “Apa kau tidak punya rasa malu sedikitpun? Mungkin kau tidak memperdulikan apa yang akan orang lain pikirkan tentangmu, tapi aku peduli tentang apa yang akan mereka pikirkan tentangku. Kau mungkin sering melakukannya dengan banyak wanita dan mereka pun tahu itu. Lalu apa yang mereka pikirkan tentangku? Mereka mungkin akan berpikir kalau aku adalah wanita bodoh yang aus akan sentuhan sehingga  tidak menolak kau sentuh di mana pun” imbuhku lagi. “Baik! Tapi kau berhutang hal ini padaku” katanya dengan sombong. “Aku akan memikirkan tentang hal ini” kataku sambil menyeringai. Marco menampar bokongku dengan cepat, membuatku mengerang setelahnya. Kini tangannya melingkari pinggangku, membawa kami berdua kembali ke tempat dimana semua orang berada. Marco meraihku ke dalam dirinya lalu berbisik di telingaku. “Terima kasih untuk tariannya yang indah” ucapnya berbisik di telingaku, mengirimkan getaran ke tulang punggungku. “Sama-sama, aku merasa senang sekali” kataku sambil mengedipkan mata padanya. Segera setelah kami kembali bergabung dengan mereka kembali, mereka semua melihat kami sambil menyeringai dan tersenyum pada kami. Marco dan aku saling memandang sebelum kembali melihat mereka semua. “Apa?” tanyaku dan Marco dengan kompak. “Tidak ada, hanya menikmati tarianmu saja” jawab Adel menyeringai. “Ahh,, dan ciuman kecilmu juga” kata Adel menambahkan sambil cekikikan. “Tidak. Bukan sedikit, ciuman yang lebih banyak tepatnya” kata Marco sambil mengedipkan matanya pada Adel. Aku merasa wajahku memerah dengan orang tuanya yang mengawasi tingkah kami berdua. “Ohh, aku yakin kau melakukannya” Edward menimpali sambil menyeringai. Aku menggelengkan kepalaku, menyembunyikan wajahku di bahu Marco, tertawa dan malu. Marco mengulurkan tangannya lalu mencium puncak kepalaku. “Aww.. lihatlah pipimu merona” kata Marco terkekeh. “Diam!” kataku sambil menepuk dadanya main-main. Marco melingkarkan lengannya di bahuku, menarikku ke dalam dirinya. Aku tersenyum padanya dan Marco menatapku dengan tatapan aneh di matanya. Dia mengulurkan tangan ke wajahku, dengan cepat dia mengecup bibirku sebelum kami kembali bergabung ke kelompok kami. “Tetaplah bersamaku malam ini?” ucapnya berbisik. “Ya” Jawabku sambil tersenyum, wajahnya yang tampan tampak bersinar saat aku menjawab keinginannya. Dia benar-benar terlihat bodoh saat itu, dan itu sangat menggemaskan. Aku tahu, salah satu alasan dia bertanya adalah hanya untuk alasan seputar sekss, tetapi aku merasa kalau itu lebih dari hanya sekedar sekss. Aku pikir dia menginginkan diriku lebih dari itu. Aku berpikir kalau seorang pemain bersikap lunak padaku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN