bc

Bias Cinta

book_age16+
32
IKUTI
1K
BACA
family
friends to lovers
drama
sweet
like
intro-logo
Uraian

Difitnah. Dianaktirikan. Dilupakan.

Bertahun-tahun Cinta hidup dalam bayang-bayang saudari tiri yang selalu tampak sempurna di mata semua orang.

Hingga akhirnya, ia mengambil langkah paling nekat dalam hidupnya, menjebak tunangan wanita itu untuk menikah dengannya.

Bukan karena cinta, tetapi karena dendam.

Bukan untuk bahagia, melainkan untuk membuat mereka tahu rasanya dihancurkan.

Namun hidup satu atap tanpa cinta bukan akhir segalanya. Hal itu justru perlahan membuka jalan bagi sesuatu yang tidak pernah ia duga.

chap-preview
Pratinjau gratis
1~BC
“Buka hapemu,” titah Cinta, melempar ponsel Bias ke atas ranjang. Bias baru saja membuka mata. Kepalanya berat, pikirannya terasa penat. Ia mengerjap, berusaha memahami di mana dirinya berada dan kenapa Cinta yang tengah memakai bathrobe ada bersamanya. “Foto dan video kita sudah tersebar di media sosial,” lanjut Cinta bersedekap. Masih berdiri di sebelah tempat tidur. Bias mendadak terjaga. Meraih ponselnya dan membuka layar dengan segera. Matanya menelusuri banyak notifikasi yang masuk dan membuka salah satunya. Beberapa detik setelahnya, wajah Bias mengeras. Matanya terpaku pada foto-foto dirinya bersama Cinta. Ada video pendek, dengan sudut pengambilan yang akan membuat banyak orang salah paham. “Ini …” Bias masih mengamati layar ponselnya. “Batalkan pernikahanmu dengan Ciara,” ujar Cinta tenang, seolah tidak pernah terjadi apa pun di antara mereka. “Karena kamu sudah tidur denganku tadi malam.” Tawa Bias menyembur begitu saja. Ia mengangkat wajah, menatap Cinta penuh ejekan. “Jangan berlebihan,” ucap Bias. “Itu cuma foto dan video yang diambil dengan angel yang pas. Dan kita ... nggak pernah melakukan apa pun tadi malam karena aku nggak merasa melakukannya.” Cinta menunduk, menarik cepat selimut yang menutupi tubuh Bias sejak tadi. Tidak peduli meski pria itu masih dalam keadaan polos. Lantas, Ia menunjuk sebuah noda merah yang tercetak di atas sprei putih yang masih ditiduri pria itu. “Masih bilang nggak merasa?” tanya Cinta datar. “Atau, kamu mau lari dari tanggung jawab?” “Ini ...” Bias menggeleng pelan. Mengingat-ingat, apa saja yang telah dilakukannya tadi malam. Bias pergi memenuhi undangan temannya di sebuah bar dan Cinta kebetulan ada di sana. Perbincangan yang awalnya hanya formalitas semata, lambat laun menjadi akrab. Namun, apa yang terjadi setelahnya? Kenapa Bias tidak bisa mengingat kejadian tadi malam secara utuh, hingga mereka berakhir di tempat tidur? “Nggak mungkin.” Bias akhirnya menyangkal, karena tidak bisa mengingat hal apa pun. “Asal kamu tahu.” Cinta mengambil ponselnya di nakas dan tersenyum tipis saat membuka layarnya. “Aku masih punya video yang lebih panas dari itu.” Bias terdiam dan berpikir, menatap datar pada Cinta. Setelah mencerna sedikit kejadian yang menimpanya pagi ini, Bias pun tersenyum miring. “Kamu yang sudah menjebakku, kan?” Bias bangkit dari tempat tidur. Tidak peduli dengan kondisi tubuhnya yang tidak memakai apa pun. Tanpa ragu Bias menghabiskan jarak dan mencengkram kerah bathrobe yang dipakai Cinta. Menariknya, hingga wajah mereka nyaris sejajar. “Kamu pikir, siapa yang sedang kamu ancam sekarang, ha?” desisnya pelan dan tajam. “Bias Zahir Manggala,” jawab Cinta. Suaranya tenang, meski napasnya sedikit tertahan. Gugup itu ada, tetapi ia sembunyikan rapat-rapat di balik sorot mata yang tetap menantang. Cinta sudah membuat sebuah keputusan besar dan ia tidak lagi bisa melangkah mundur. “Apa maumu?” Bias berdecih. “Putuskan Ciara dan menikah denganku,” sela Cinta tanpa gentar. “Aku minta kamu bertanggung jawab dengan semua yang sudah kamu lakukan tadi malam.” Bias melepas kerah bathrobe Cinta dengan dorongan kecil. “Jangan main-main denganku, Cin. Foto dan video itu cuma masalah kecil yang bisa aku bereskan dengan jentikan jari.” Bias berbalik cepat. Mencari pakaiannya yang tercecer di lantai sambil terus berkata, “Apa kamu lupa aku siapa? Aku pengacara yang bisa menuntut dan memasukkanmu ke dalam penjara.” “Kamu juga lupa aku siapa?” ujar Cinta setelah menyeimbangkan tubuhnya karena dorongan Bias. “Aku reporter, Bi. Aku bisa—" “Pemredmu bahkan bisa aku beli,” putus Bias memakai pakaiannya dan tersenyum miring pada Cinta. “Di sini, uang yang bicara.” Cinta membalas Bias dengan senyum yang sama. “Silakan gunakan uang dan kekuasaanmu itu. Dan kita lihat, seberapa luas berita dan opini publik yang akan tercipta akibat skandal kita. Bukan cuma kamu yang akan kena imbasnya, tapi juga ... keluargamu. Ibumu tercinta.” Bias melangkah cepat mendekati Cinta dengan sorot mata tajam. Merampas ponsel dari tangan gadis itu dan melemparnya ke dinding. Membentur keras dan jatuh terhempas ke lantai. Tidak berbentuk lagi. “Puas?” tanya Cinta berusaha tetap tenang dengan sekuat tenaga, meski jantungnya sudah berdetak kencang. “Kaaamu—” “Videonya sudah aku kirim ke beberapa email-ku,” sela Cinta dengan kedua tangan mengepal erat. “Jadi, percumaakkh ...” Ucapan Cinta menggantung di udara. Tanpa aba-aba, Bias tiba-tiba mendorong tubuhnya ke dinding. Satu tangan pria itu mencengkeram leher Cinta hingga napasnya tersendat seketika. “Bi ...” Cinta mencoba menarik napas dan memukul tubuh pria itu dengan sisa tenaganya. “Diam dan dengarkan aku baik-baik,” desis Bias masih menyisakan ruang untuk Cinta bernapas. “Cukup sampai di sini dan jangan diteruskan,” titahnya tajam dengan sorot menghujam penuh amarah. “Kali ini, aku masih bisa memaafkan karena kamu adalah saudara Ciara. Tapi ingat baik-baik, nggak akan pernah ada kata lain kali.” Tubuh Cinta langsung ambruk begitu Bias melepaskan cengkeraman di lehernya. Ia terbatuk keras, berusaha mengisi kembali paru-parunya dengan udara. Tangan kanannya refleks menyentuh lehernya yang masih terasa nyeri dan panas, sementara napasnya tersengal dan berat. Namun, tatapannya tetap menajam ke arah Bias, penuh emosi yang bergejolak. Antara takut, marah, dan merasa diremehkan. “Anggap semua ini nggak pernah terjadi,” ucap Bias sambil meraih kemejanya di lantai lalu memakainya. “Jadi, kamu mau lari dari tanggung jawab?” Cinta berdecih. Masih terduduk untuk mengumpulkan tenaga. “Apa yang harus aku tanggung, kalau aku nggak merasa melakukan apa pun?” ujar Bias memberi tatapan remeh. “Dan satu lagi ...” Bias kembali menghampiri Cinta setelah selesai mengancing kemejanya. Ia berjongkok, menepuk pipi Cinta sedikit keras. “Karena aku nggak sadar dan nggak ingat semua yang aku lakukan tadi malam, semua masalah ini akan aku usut. Kalau—” “Siapa yang mau kamu tuntut setelah itu?” sela Cinta tersenyum miring. “Kamu yang undang aku ke mejamu, kan? Bukan aku.” Bias mengerjap. Kembali mengingat-ingat. Dan ... Cinta benar. Dirinyalah yang lebih dulu menyapa, lalu mengundang Cinta ke mejanya karena wanita itu adalah saudara kekasihnya. “Kamu!” Bias kembali berdiri dan melihat ke sekitar ruang. Mencari beberapa barangnya yang mungkin masih tercecer. “Aku yakin semua ini adalah permainanmu. Jadi, tunggu tanggal mainnya. Kalau terbukti kamu yang sudah menyusun semua rencana ini, hidupmu ...” Bias menatap tajam pada Cinta dan menunjuknya. “Akan aku buat seperti di neraka.”

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.1K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
26.1K
bc

TERNODA

read
196.6K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
185.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
232.1K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
22.1K
bc

My Secret Little Wife

read
130.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook