“Nona … ada tuan Arsen ingin bertemu.” Dengan gagang telepon menempel di telinga kiri—Louisa terdiam. Sepasang mata wanita itu mengedip pelan. “Ar-sen?” Nada suara Louisa ketika menyebut nama Arsen terdengar tidak yakin. “Iya, Nona. Tuan Arsen dari perusahaan—” Belum selesai sang sekretaris menjawab, Louisa memotong kalimatnya. “Baik. Persilahkan masuk.” “Baik Nona.” Louisa menarik panjang nafasnya lalu menghembuskan perlahan bersamaan satu tangan meletakkan kembali gagang telepon ke tempatnya. Arsen. Louisa membatin. Sepasang mata Louisa menatap lurus ke arah pintu. Tak lama, benda persegi dari kayu itu terdorong dari luar. Bola mata Louisa bergulir ke arah seorang pria dengan setelan jas semi formal yang kemudian melangkah masuk ke dalam ruangannya. Sepasang mata pria itu langsung