Bab 04

1042 Kata
Regan mengetuk-ngetuk jari-jarinya di atas meja, suara ketukan yang berirama menyusuri suasana restoran mewah yang mereka duduki. Di depannya, Laura tampak terdiam, wajahnya penuh kebingungan dan kecemasan. Pakaian lusuh dan rambut yang sedikit kusut membuatnya tampak sangat tidak pada tempatnya di ruangan ini, jauh dari kemewahan yang mengelilinginya. Tatapan Regan tetap terfokus pada Laura, menunggu jawaban. Ia tak terburu-buru, tahu betul bahwa ia memegang kendali penuh atas situasi ini. Dengan santai, ia melanjutkan kalimatnya, menyampaikan tawaran yang membuat Laura terperangkap. “Aku akan memberimu 300 juta sekarang juga jika kamu menerima tawaran ini,” kata Regan, suara datar namun penuh kekuatan. “Uang itu bisa langsung kutransfer ke rekeningmu. Tapi ada satu syarat, Laura. Kamu tidak bisa kabur dariku. Kalau kamu mencoba kabur, ada konsekuensinya yang harus kau tanggung.” Laura menelan salivanya, tubuhnya terasa kaku. 300 juta, angka yang begitu besar. Bahkan jika ia harus menggadaikan dirinya untuk itu, uang sebanyak itu akan mampu menyelamatkan ayahnya. Rentenir yang selalu mengancam mereka. Hutang yang kian membengkak. Namun, apa yang harus ia lakukan setelah itu? Menikah kontrak dengan pria asing, hanya untuk mendapatkan uang? Apa yang akan terjadi padanya setelah semuanya selesai? Regan melihat kebimbangan di wajah Laura dan itu membuatnya sedikit tersenyum. Ia tahu, gadis ini terpojok. Tawarannya begitu besar, dan ia tahu betul bahwa Laura tidak akan bisa menolaknya. “Aku tahu ini berat bagimu,” lanjut Regan, suaranya kini lebih tenang dan penuh rasa percaya diri. “Tapi, tidak ada pilihan lain, kan? Kau butuh uang itu. Aku memberimu kesempatan untuk keluar dari hidup yang sulit ini. Jadi, jangan berpikir terlalu lama. Aku akan menunggu jawabanmu.” Laura menatapnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Hatinya bergejolak, tubuhnya merasa lelah dan bingung. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Ayahnya sakit dan terus dihantui oleh hutang yang menumpuk. Uang 300 juta itu adalah jawaban atas semua masalah mereka. Ia mengingat kembali wajah ayahnya yang penuh kecemasan, ketakutan akan ancaman rentenir yang bisa datang kapan saja. Laura menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Kemudian, dengan suara yang penuh keraguan, ia akhirnya berkata, “Baik. Saya menerima tawaran Anda.” Regan tersenyum sinis, senyuman yang penuh dengan kemenangan. Ia sudah tahu sejak awal bahwa Laura akan memilih untuk menerima tawarannya. Semua sudah diatur dengan sempurna. Gadis ini terlalu terdesak, terlalu membutuhkan uang untuk menolak. “Bagus,” jawab Regan, suaranya kini penuh kepuasan. “Aku tahu kau akan melakukannya. Jadi, kita akan segera menandatangani perjanjian kontrak ini. Setelah itu, semuanya akan berjalan sesuai rencana. Kau mendapatkan uang yang kau butuhkan, dan aku mendapatkan apa yang aku inginkan.” Laura merasa dunia seakan berputar lebih cepat. Semua yang terjadi begitu mendalam, begitu cepat, dan ia tidak yakin apa yang sebenarnya akan terjadi setelah pernikahan kontrak ini. Namun, satu hal yang pasti—hidupnya tidak akan pernah sama lagi setelah ini. *** Laura memandang kertas kontrak yang ada di tangannya dengan tatapan kosong, mata yang mulai berkaca-kaca. Setiap kalimat dalam kontrak itu terasa seperti beban yang semakin berat untuk dipikulnya. Aturan-aturan yang tertulis jelas, semuanya menguntungkan Regan. Semua yang ada dalam kontrak itu seakan tidak memberi ruang untuk dirinya—hanya ada Regan, dan apa yang ia inginkan. Poin pertama menonjol di matanya. Laura tidak boleh kabur dari Regan sampai Regan mendapatkan anak dari Laura. Itu berarti, ia akan terperangkap dalam pernikahan ini, tak bisa melarikan diri sampai tujuan Regan tercapai. Poin kedua, Laura harus mematuhi semua perintah Regan. Perintah apapun, tanpa ada kesempatan untuk menolak. Sebuah kalimat yang membuat perutnya mual. Apa yang akan ia jalani? Sebuah hidup yang dipenuhi perintah dari orang yang hampir tak dikenalnya? Poin ketiga, Laura tidak boleh mengatur Regan. Yang mau berhubungan dengan wanita manapun, Regan bebas melakukannya. Itu terasa seperti penghinaan baginya. Ia harus menerima kenyataan bahwa Regan bisa berhubungan dengan wanita lain tanpa ada hak untuk menuntut atau melarang. Poin keempat, Laura tidak boleh jatuh cinta dengan Regan. Ini adalah peraturan yang paling sulit diterima oleh hatinya. Bukankah itu hal yang paling alami dalam sebuah pernikahan? Tapi Regan jelas-jelas tidak ingin perasaan itu ada. Regan hanya menginginkan dirinya sebagai ibu dari anaknya—tak lebih. Laura menggigit bibirnya, berusaha menahan tangis. Ia menatap setiap kata dalam kontrak itu, seakan menghafalnya dalam-dalam. Satu-satunya alasan ia masih ada di sini adalah karena ia tidak punya pilihan lain. Ayahnya. Hutang yang menggantung di leher mereka. Semua itu membuatnya terjebak dalam pernikahan kontrak ini. Tangan Laura mulai bergetar saat ia menyentuh pena yang tergeletak di atas meja. Ia tahu apa yang harus ia lakukan. Menandatangani kontrak ini adalah jalan yang tak bisa ia hindari jika ia ingin menyelamatkan hidup ayahnya. Namun, ia merasa seakan ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Sesuatu yang takkan pernah bisa kembali setelah ia menandatangani kertas ini. Air mata yang sudah sejak tadi ia tahan akhirnya jatuh juga. Laura cepat-cepat mengusapnya dengan punggung tangannya, berusaha menyembunyikan rasa sakit yang menyelubungi hatinya. Ia menundukkan kepalanya, mengalihkan pandangannya dari Regan yang kini menatapnya dengan tatapan penuh harapan dan kemenangan. "Laura," suara Regan terdengar di antara hening, nada suaranya datar, namun penuh tekanan. "Kamu harus menandatangani kontrak itu. Kita tak punya waktu untuk ragu." Laura mendongak, menatap mata Regan yang penuh perhitungan. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ini bukanlah sebuah pilihan, ini adalah kewajiban yang harus ia jalani untuk bertahan hidup. Dengan tangan yang mulai gemetar, Laura akhirnya menandatangani kontrak itu, setiap goresan pena di atas kertas semakin terasa seperti beban yang mengikatnya lebih dalam. Ketika pena itu terjatuh dari tangannya, ia merasa seakan seluruh dunia berhenti berputar. Apa yang akan terjadi setelah ini? Apa yang akan ia rasakan ketika semua aturan dalam kontrak itu mulai dilaksanakan? Regan menyeringai, senyum yang penuh kemenangan, seakan mengetahui bahwa segalanya kini berada di bawah kendalinya. "Bagus," katanya dengan suara datar. "Kita akan segera memulai kehidupan kita yang baru. Ingat, ini hanya sementara, Laura. Setelah semuanya selesai, kamu akan bebas." Namun, bagi Laura, kata-kata itu tidak memberikan rasa lega sedikit pun. Justru, ia merasa terperangkap lebih dalam. Ia tidak tahu apakah akan mampu bertahan dengan pernikahan yang penuh dengan aturan ini, apalagi dengan pria yang begitu dingin dan penuh perhitungan. Namun, apa lagi yang bisa ia lakukan? Tidak ada pilihan lain. Ia hanya bisa menjalani hari demi hari dengan harapan bahwa suatu saat nanti, ia bisa mendapatkan kebebasan yang sangat ia dambakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN