Laura sedang berada di sebuah kafe kecil dekat taman kota. Dengan suasana yang nyaman dan aroma kopi yang menguar di udara, ia menikmati setiap suapan roti lapis yang dipesannya. Sesekali, ia menyeruput jus jeruknya sambil tersenyum kecil, menikmati waktunya yang jarang sekali bisa dihabiskan sendirian. Namun, kedamaian itu hanya bertahan sebentar. Laura baru saja hendak mengambil sendoknya ketika seseorang tiba-tiba menarik kursi di hadapannya dan duduk tanpa diundang. Laura mengangkat kepalanya, sedikit terkejut melihat siapa yang kini duduk di depannya. Viola. Wanita itu mengenakan gaun merah menyala yang tampak mahal, dengan riasan tebal yang tidak bisa menyembunyikan lingkaran hitam di bawah matanya. Wajahnya menunjukkan ekspresi dingin dan penuh amarah, seakan ia sedan