Beberapa bulan kemudian ....
Perut Hani sungguh tidak bisa dikondisikan saat ini. Bisa-bisanya terasa lapar di saat waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Padahal sejak sore tadi, sengaja dia mengurung dirinya sebab tidak ingin bertemu dengan penghuni rumah ini. Iya, rumah yang sudah satu minggu ini dia tinggali. Rumah mewah dan megah sangat jauh berbeda dengan kamar kos yang pernah dia sewa tiga bulan lamanya.
Hani mendesah frustasi. Memegangi perut yang semakin keroncongan. Salah sendiri kenapa dia harus melewatkan makan malam. Jadilah begini. Mata tidak akan bisa memejam jika perut lapar.
Tak tahan lagi. Hani menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang. Berjalan pelan menuju pintu. Begitu hati-hati Hani memutar anak kuncinya agar tidak menimbulkan suara. Sungguh, rasanya masih begitu asing dan aneh tinggal di rumah ini. Padahal semua penghuni di rumah ini semua bersikap baik padanya. Hanya perasaan Hani saja yang belum terbiasa dan masih mencoba menyesuaikan dengan tempat tinggalnya yang baru.
Mengendap-endap layaknya maling yang takut ketahuan pemilik rumah, Hani berjalan dengan bernjijit menuju dapur. Waktu hampir tengah malam. Kondisi seluruh penjuru rumah sudah lengang. Sengaja Hani meminta untuk menempati kamar yang ada di lantai bawah. Karena menurut Hani, agar dia tidak perlu kesusahan naik turun tangga. Lagipula, dia juga tidak mau tidur di kamar yang bersebelahan dengan kamar utama yang ditiduri oleh si pemilik rumah bersama istrinya. Siapa lagi jika bukan Jerry bersama Rania. Pasangan suami istri yang bagi banyak orang terlihat serasi dan juga harmonis. Keduanya sama-sama cantik dan tampan. Kekayaan yang Jerry miliki pun membuat kehidupan keluarganya dapat dikatakan mapan.
Merasa situasi aman, Hani gegas membuka lemari pendingin. Mencari apa saja yang bisa dia makan untuk mengganjal perutnya malam ini. Namun, di dalam sana hanya ia dapati buah, sayur, sussu dan puding. Mana bisa kenyang perutnya jika hanya memakan puding atau buah saja. Perut ndeso yang masih akan terasa lapar jika belum makan karbohidrat seperti mie atau nasi. Mendesah kecewa sembari menutup kembali pintu kulkas. Lalu beralih membuka rak kabinet. Berharap menemukan spaghetti atau mie instan pun tak mengapa.
Mata Hani langsung berbinar. Di dalam rumah mewah ini Hani tak menyangka jika menyediakan juga yang namanya mie instan. Ia pikir mungkin itu adalah milik para asisten rumah tangga yang bekerja di rumah ini. Menimbang-nimbang apakah tidak masalah jika dia mengambilnya satu saja. Mungkin besok ia akan mengatakan pada asisten rumah tangga yang ia sendiri belum hafal siapa-siapa namanya. Maklum saja. Jerry tidak hanya mempekerjakan satu orang saja. Tapi ada beberapa orang. Hani sendiri yang baru seminggu tinggal di rumah ini juga belum terlalu familiar dengan mereka semua.
Tanpa mau berpikir dua kali, Hani mengambil satu buah mie rebus rasa soto. Lalu menyalakan kompor dan mengisi panci dengan air yang diambil dari dalam dispenser.
Sibuk dengan aktifitasnya sampai-sampai dia tidak menyadari kehadiran seseorang yang kini sedang berdiri di ambang pintu dapur dan tengah memperhatikannya.
Hani sendiri malah sibuk membaui asap yang mengepul dari kuah mie yang sedang dipindahkan dari panci ke dalam sebuah mangkok besar. Begitu menggugah selera karena mie rasa soto yang dia buat sudah ditambah dengan telor dan juga potongan cabe rawit.
Tubuh ramping yang berbalut piyama lengan pendek dan juga celana panjang, berbalik badan. Terkejut dan hampir saja menjatuhkan mangkok berisikan mie rebus yang masih panas.
"Astaghfirullah, Pak Jerry! Kenapa berdiri di situ? Mengagetkan saya saja," gerutuan disertai dengan pekikan karena kesal melihat Jerry yang tiba-tiba ada di belakang tubuhnya.
Pria yang masih bersandar di kusen pintu dengan kedua lengan terlipat depan dadaa itu justru terkekeh. "Kamu sedang apa malam-malam mengacak-acak dapurku?"
Pertanyaan asal yang dilontarkan Jerry, malah membuat Hani merasa sangat bersalah. Wanita itu meletakkan mangkoknya di atas meja. "Maaf. Saya lapar dan baru saja memasak mie instan. Sebentar lagi selesai makan pasti akan saya bersihkan lagi dapur Anda."
"Untuk apa harus masak mi? Tidak adakah makanan yang bisa kamu makan?"
Kepala Hani menggeleng. "Saya tidak tahu, Pak. Mi instan saja sudah cukup bagi saya. Yang penting perut saya yang lapar sudah terisi," jawab Hani takut-takut sembari menundukkan kepalanya.
Jerry berdecak. "Salah kamu sendiri kenapa harus melewatkan makan malam? Jika tahu tengah malam begini pasti akan kelaparan, lain kali jangan sok-sok an mogok makan."
"Saya tidak mogok makan Pak Jery."
"Lalu? Kenapa sampai melewatkan jam makan malammu? Bahkan pelayan sudah saya suruh buat panggil kamu. Kamunya saja kan yang bandel."
"Saya minta maaf."
Jery hanya geleng-geleng kepala sebelum pada akhirnya berlalu pergi meninggalkan Hani yang masih ada di dalam pantry. Lelaki itu tidak ingin membuat Hani merasa tidak nyaman akan kehadirannya lalu kembali tidak jadi makan. Memilih kembali menaiki anak tangga menuju lantai dua di mana kamarnya berada.
Sementara Hani, wanita itu merasa lega. Setidaknya Jery tidak membuat masalah atau mengganggu hidupnya. Hani segera duduk dan memakan dengan tergesa meski mie yang tadi dia buat masih cukup panas.
Benar kata Jery. Sebaiknya dia tidak lagi melewatkan jam makan malamnya jika tidak mau berakhir menderita sakit lambung. Hanya karena menghindari bertemu Jerry dan istrinya, Hani harus rela pura-pura sakit agar tidak dipaksa untuk ikut makan malam bersama istri tua suaminya.
Iya, Jery adalah suaminya sejak tiga bulan yang lalu. Dan saat menikahinya, status Jery bukanlah seorang pria bujang. Tapi pria beristri di mana istri pertama Jery justru merestui pernikahan kedua suaminya. Hani tak paham kenapa ada wanita yang mau-mau saja dimadu oleh suaminya. Dan yang lebih parahnya lagi, kenapa juga harus dia yang dijadikan madu oleh Rania, istri pertama Jery.
Andai Hani boleh memilih, tentu lah perempuan itu tidak akan mau menjadi istri muda. Namun, mau bagaimana lagi. Jery memaksa. Dan Rania malah mendukung suaminya. Hani sendiri tidak bisa menolak lantaran soalan hutang-hutangnya yang menumpuk pada Jery. Hanya dengan cara inilah Hani berharap hidupnya lebih tertata setelah dia tak lagi memiliki orang tua. Bapak dan ibunya telah meninggal membuat hidup Hani makin berantakan.
Usai menghabiskan makanannya, Hani buru-buru mencuci mangkok dan bekas memasak mie tadi. Setelahnya, wanita itu kembali ke dalam kamar. Tak lupa kembali mengunci pintu kamarnya. Hanya untuk jaga-jaga saja. Takutnya saat dia terlelap dalam tidur, Jery mendatanginya. Bisa bahaya karena hingga tiga bulan usia pernikahannya dengan Jery, Hani masih ketakutan jika sampai Jery mendekati dan meminta haknya sebagai suami. Maklum saja karena satu minggu ini Jerry malah memboyongnya ke rumah ini setelah tiga bulan lamanya Jerry membiarkan Hani tinggal di sebuah rumah kos meski pria itu telah menikahinya.