5. Suspicious

1012 Kata
Jalanan kota Jakarta begitu ramai dengan gemerlap lampu kota menghiasi sepanjang jalan. Camelia sedang berada di dalam mobil bersama kekasihnya. Namun pria itu bukan Narendra, melainkan kekasih pertamanya yang bernama Nial. "Aku sudah seperti kekasih gelapmu, Camelia." Nial berkata dengan pandangan lurus ke depan. "Padahal aku memang kekasihmu selama dua tahun lebih, tapi kenapa aku merasa seperti selingkuhan?" Nada Nial terdengar mengejek di telinga Camelia. "Oh, ayolah Nial. Kamu sudah setuju dengan rencanaku dan bersedia menungguku, bukan? Kenapa kamu membahasnya lagi sekarang?" Nial menepikan mobilnya dan kini menatap pada Camelia yang duduk di kursi penumpang tepat di sampingnya. "Aku hanya takut, Camelia. Aku takut kamu jatuh cinta pada Narendra dan pada akhirnya meninggalkan aku." "Jatuh cinta pada anak dari orang yang sudah membunuh kedua orang tuaku? Aku tidak segila itu, Nial. Mungkin aku memang tidak waras karena merencanakan pernikahan dengannya, tapi aku masih cukup waras untuk tidak jatuh cinta pada pria itu." Lagi dan lagi. Pertengkaran Camelia dan Nial tak jauh-jauh dari rencana gadis itu serta pria bernama Narendra. Tentu saja hal itu mengusik Nial. Pria mana yang tak marah saat kekasihnya yang bersamanya dua tahun malah akan menikah dengan pria lain? Nial marah karena dia begitu mencintai Camelia. Dia tidak rela Camelia menikah dengan Narendra. Untuk beberapa saat hanya ada keheningan di dalam mobil. Baik Camelia maupun Nial, mereka berdua larut dalam pikiran mereka masing-masing. Nial menyandarkan badannya pada kursi dan memejamkan matanya, sedangkan Camelia memijit pelipisnya karena pening mendengar ocehan Nial. Deringan ponsel Camelia membuat keduanya saling pandang. Camelia mengambil ponselnya dari dalam tas, dan nama Narendra Devanka tertera di layar. "Jangan diangkat!" larang Nial tegas, seraya menarik tangan kanan Camelia. "Tapi Narendra bisa curiga jika aku tidak mengangkatnya. Lepas!" Camelia mencoba menarik tangannya, namun tak berhasil. "Kamu pilih aku atau Narendra?" tantang Nial. "Nial, jangan mempersulitku! Atau kamu ingin mengakhiri hubungan ini?" Camelia mengancam balik. Nial akhirnya melepaskan tangan Camelia dan memukul stir mobilnya kesal. Ia mengumpat dalam hati. Gadis pujaannya malah memilih laki-laki lain, bahkan saat sedang bersama dirinya. "Aku sedang bersama temanku, Narendra." Camelia melirik pada Nial yang terlihat jelas sedang marah padanya. "Maaf mungkin besok malam kita bisa bertemu. See you!" Panggilan telepon terputus dan Camelia menghela napas lega. "Nial, aku benar-benar memperingatkanmu. Jangan kacaukan rencanaku atau kita akhiri saja hubungan kita!" Camelia mengancam sekali lagi. Ia memang gadis yang tegas dan tidak mudah terpengaruh. Jika dia menginginkan sesuatu maka dia harus mendapatkannya bagaimanapun caranya. Tidak ada yang boleh menghalanginya. Bibinya sendiri saja ia lawan, apalagi hanya Nial yang berstatus pacarnya. "Camelia ...," panggil Nial lirih, tak percaya dengan ancaman yang baru saja didengarnya. "Baiklah, maafkan aku. Aku terlalu cemburu." "Harus aku katakan berapa kali bahwa aku hanya mencintaimu, Nial?" Pandangan Camelia dan Nial bertemu. Nial menatap bola mata cokelat milik wanita yang dicintainya itu. Detik selanjutnya menarik tengkuk Camelia dan mencium bibirnya lembut. Menghempaskan segala kekesalannya dan mencoba mempercayai Camelia. "Ayo jalan, aku sudah lapar." Pipi Camelia bersemu merah karena salah tingkah saat ciuman mereka terlepas. Nial pun tertawa kecil melihat tingkah Camelia yang masih sama saja malu-malu, meski mereka pernah melakukannya beberapa kali. *** Camelia dan Nial sampai di restoran yang sudah Nial reservasi sebelumnya. Tangan mereka bertautan seraya berjalan memasuki restoran mewah itu, kemudian duduk di salah satu meja dekat jendela. Mereka melihat menu dan memesan. Sepertinya sudah lama Camelia dan Nial tidak makan malam berdua seperti ini. Apalagi mereka sempat bertengkar karena rencana Camelia saat itu yang membuat Nial marah. Sembari menunggu makanan tiba, Camelia mengedarkan pandangannya. Sampai putranya menangkap sosok yang begitu ia kenal. "Aish!" Buru-buru dia memalingkan wajahnya dan menutup dengan tangan kirinya. Melihat hal itu Nial tentu saja terheran-heran. "Kamu kenapa, Camelia?" tanya Nial. "Ssstt!" Camelia memberi kode dengan menaruh telunjuknya di depan bibirnya. "Ada Narendra disini," bisik Camelia. Nial pun mencari sosok yang Camelia sebutkan. Benar saja, Narendra bersama ketiga temannya berada di meja yang cukup jauh dari mejanya dan Camelia. "Lalu bagaimana? Jangan bilang kamu akan membatalkan makan malam kita," duga Nial, yang sepertinya tepat dengan apa yang dipikirkan Camelia sejak tadi. "Maaf, Nial. Sepertinya aku harus pergi." Camelia dengan hati-hati melihat pada meja Narendra dan teman-temannya yang terlihat sedang seru membicarakan sesuatu. "Tunggu aku di mobil." Tak mau kembali berdebat dengan kekasihnya, Nial pun akhirnya pasrah ketika Camelia berdiri kemudian mengendap-endap pergi. Makanan sudah disajikan, namun sayang sekali belum disentuh oleh Nial dan Camelia. Nial hanya bisa melihat wanitanya itu menjauh lebih dulu, kemudian ia menyusulnya bangkit dengan wajah kusut dan membayar makanannya sebelum ke luar dari restoran. "Nial, maaf ... sungguh aku tidak tahu kenapa Narendra bisa ada di restoran yang sama dengan kita." Camelia melihat raut wajah Nial yang kesal karena makan malam mereka batal. Nial mendengus. "Dari sekian banyak restoran mewah di Jakarta, kenapa dia bisa disini?" "Bagaimana jika kita cari restoran lain?" tawar Camelia. "Aku sudah tidak lapar." Nial kemudian melajukan mobilnya dengan sama sekali tak melirik Camelia. Camelia tahu Nial kesal. Tapi siapa yang menduga Narendra berada disana bersama teman-temannya? Kenapa Nial tidak mengerti dirinya? Jika mereka memaksa makan malam disana, tak lama pasti Narendra sadar akan keberadaan Camelia dan Nial. Untung saja Camelia lebih dulu melihat Narendra, dan berhasil pergi tanpa pria itu melihatnya. Camelia memejamkan matanya dan berkata lega dalam hati. "Hampir saja ketahuan." Sedangkan di restoran tadi, salah satu teman Narendra yang bernama Louis, yang baru bergabung berkata padanya. "Sepertinya di parkiran aku melihat Camelia." Sontak Narendra dan ketiga temannya diam dan memandang Louis. "Camelia?" ulang Narendra. "Tidak mungkin, dia berkata padaku di telepon sedang bersama teman-temannya." "Benarkah? Apa aku salah lihat?" Louis melempar pandangannya ke luar jendela, mobil yang tadi ia lihat ada Camelia di dalamnya bersama seorang pria sudah tidak ada. "Tapi aku yakin wanita itu Camelia. Dia bersama seorang pria di dalam mobil." Narendra pun merasa terganggu dengan keyakinan Louis. Dia segera menelepon Camelia untuk memastikan dimana kekasihnya itu berada. Panggilan pertama terlewat begitu saja, tak ada jawaban dari Camelia dan hal itu membuat Narendra gelisah. Narendra mencoba sekali lagi menghubungi kekasihnya. Pada deringan ketiga panggilan pun terangkat, namun malah suara pria yang ada diseberang sana. "Halo." Narendra mengerenyitkan kening dan meremas ponselnya. "Kamu siapa?!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN