3. Will You Marry Me?

1014 Kata
"Aku menikah dengan Narendra, tapi hatiku tetap untukmu Nial. Percayalah!" Camelia mencoba meyakinkan Nial. Dia tidak mau Nial salah paham dan membuat rencananya berantakan. "Apa ada jaminan kamu tidak akan jatuh cinta padanya?" tanya Nial, seolah khawatir dan tidak percaya begitu saja pada Camelia. "Aku sudah berjanji pada Bibi Rachel." Camelia menghela napas panjang sebelum menjelaskan pada Nial mengenai rencana balas dendamnya. Dia mulai bercerita mengenai kecelakaan yang ia alami bersama kedua orang tuanya saat tengah berlibur ke Korea Selatan. "Aku dan kedua orang tuaku mengalami kecelakaan. Ayah dan ibuku tewas, tapi aku berhasil selamat. Sepertinya jika bisa memilih, aku ingin ikut saja bersama mereka." "Camelia, jangan bicara seperti itu!" Mata Nial terlihat sedih dan empati "Bibi Rachel berkata padaku saat itu perusahaan ayahku dan ayahnya Narendra terlibat persaingan tender besar. Samuel yang tak ingin kalah akhirnya memakai cara licik." "Jadi, Samuel yang membuat keluargamu mengalami kecelakaan?" Camelia mengangguk lemah. "Lalu apa yang kamu rencanakan dengan menikahi Narendra?" tanya Nial kemudian. "Aku ingin mencari bukti untuk menjebloskan Samuel. Selama ini tak ditemukan bukti yang berarti. Samuel terlalu bermain bersih. Itu sebabnya aku ingin mencari kelemahan mereka." Karena kecelakaan terjadi di luar negeri, dan tidak ada bukti mengenai keterlibatan Samual, kala itu kasus ditutup murni sebagai kecelakaan. "Tapi tidak dengan menikah dengan anak yang telah membunuh orang tuamu kan? Aku takut kehilanganmu." Nial mendekat pada Camelia dan menatapnya dengan pandangan penuh harap agar Camelia membatalkan rencananya. "Bagaimana jika mereka juga mencelakaimu?" "Maaf tapi aku tetap dengan rencanaku, Nial. Aku janji setelah aku berhasil membalaskan dendamku, aku akan segera bercerai dengan Narendra kemudian menikah denganmu." Camelia mencoba menepis kekhawatiran Nial. "Tidak, Camelia. Aku tidak mau! Kamu milkku! Aku tidak rela jika kamu disentuh oleh pria lain." Nial menarik Camelia ke dalam pelukannya. "Kamu pikir aku akan rela disentuh olehnya begitu saja? Tentu aja tidak, Nial. Kamu tahu aku menyukaimu, kita bersama bukan satu atau dua hari, tapi dua tahun! Tak bisakah kamu mempercayaiku?" Kemarin Rachel yang menentangnya, sekarang Nial juga turut menentang rencana balas dendam Camelia. Memang salah Camelia sendiri yang tidak mengatakan lebih awal pada Nial. Nial adalah kekasih Camelia, mereka sudah menjalin hubungan kurang lebih dua tahun lamanya. Sedangkan Camelia diam-diam mendekati Narendra dan baru menjallin hubungan selama enam bulan. Tanpa disangka Narendra malah mengajaknya bertunangan lebih cepat dari dugaan Camelia. Narendra menyukai Camelia lebih dari yang wanita itu bayangkan. Camelia memanfaatkan kesempatan ini dan meminta langsung menikah saja daripada harus bertunangan lebih dulu, karena baginya itu hanya membuang-buang waktu. "Camelia, aku bukannya tidak percaya padamu. Tapi aku sungguh tidak rela membagimu dengan Narendra!" "Nial, kita belum menikah. Aku tidak setuju dengan ucapanmu membagiku!" Camelia tidak suka kata-kata Nial. "Bukan begitu maksudku. Intinya aku setuju dengan Bibi Rachel untuk menentang rencana konyolmu ini!" Nial masih mencoba bernegosiasi, mungkin saja kekasihnya itu bisa berubah pikiran. "Terserah kalian mau melarang atau menentangku! Aku tidak peduli! Jika kamu tidak suka, aku serius dengan ucapanku. Kita akhiri saja hubungan ini, Nial." "Camelia ...." Nial tidak bisa berkata-kata lagi. "Bagaimana? Kita akhiri saja hubungan ini sekarang? Atau kamu mau menungguku menyelesaikan rencana balas dendamku?" Camelia memberi pilihan pada Nial. "Aku tidak bisa memilih." "Pikirkan saja dulu, kamu tidak perlu menjawab saat ini juga." Camelia memang gadis yang teguh pada pendiriannya dan harus mendapatkan apa yang ia mau. Ia penuh ambisi dalam mengejar sesuatu. Nial terlihat berpikir seraya memegangi kepalanya. Terlihat dia meraup wajahnya kasar. "Kamua akan tetap berhubungan denganku meski sudah menikah dengan Narendra?" Camelia mengangguk pasti tanpa bersuara. "Baiklah. Aku akan menunggumu." Senyum pun terbit dari bibir Camelia mendengar Nial bersedia menunggunya untuk membalaskan dendam. "Tapi kamu harus berjanji ... jangan sampai kamu jatuh cinta pada Narendra." "Aku janji." Camelia berujar penuh keyakinan, padahal belum ada yang pasti dan tidak ada yang tahu bahkan ke depannya. Nial pun merengkuh wanita yang ia sayangi itu ke dalam pelukannya. *** "Camelia ... will you marry me?" Narendra berlutut di hadapan Camelia dengan kotak cincin yang terbuka di tangannya. Lantai dengan taburan kelopak bunga mawar merah serta dekorasi bertabur bunga menjadi saksi lamaran romantis Narendra untuk Camelia. "Yes, I will." Camelia mengangguk dan mengulurkan tangannya disertai mata yang berkaca-kaca karena terharu. Lebih tepatnya pura-pura terharu. Narendra pun segera menyematkan cincin di jari manis Camelia. "Terima kasih, Narendra. Cincin ini indah sekali." Camelia menatap pada jari manisnya yang kini telah terisi cincin dari Narendra. Narendra pun bangkit dan segera memeluk Camelia. "Aku yang berterima kasih padamu. Kamu sudah mau menerima lamaranku." "Ya Tuhan, kapan kamu menyiapkan ini semua?" Camelia bertanya saat pelukan mereka telah terurai. Dengan tatapan penuh takjub memandang sekeliling restoran yang tidak ada pengunjung sama sekali kecuali mereka. Narendra pun terkekeh mendengar pertanyaan Camelia. "Rahasia. Ayo, kita makan malam." Dia menggenggam lembut tangan kekasihnya. Camelia dan Narendra pun makan malam romantis berdua dengan ditemani cahaya lilin. Tanpa sepengetahuan Camelia, Narendra memang sengaja menyiapkan lamaran romantis. Dia ingin melamar Camelia secara resmi dan berkesan. Ia memang tipe pria yang romantis. "Aku membalas rasa maluku kemarin." Dahi Camelia berkerut tanda tak mengerti. "Apa maksudmu, Narendra?" "Bisa-bisanya kamu mengajakku menikah lebih dulu di depan kedua orang tuaku. Seharusnya aku yang melakukannya," jelas Narendra, dengan bibir mengerucut. Camelia pun tergelak mendengar penjelasan Narendra. "Astaga, aku kira kenapa. Jadi ini sebagai pembalasan?" Narendra mengangguk cepat. "Biarkan aku melakukan apa yang seharusnya aku lakukan." "Baiklah, maaf jika aku menyinggungmu." Camelia sedikit tak enak hati. "Tidak, Camelia. Aku bercanda, aku hanya ingin menjadi yang terbaik untukmu." Tangan Narendra terulur mengusap pipi Camelia. "Kamu sudah melakukannya, Narendra. Terima kasih." Camelia meraih tangan Narendra dan menggenggamnya. Menatap kekasihnya dengan penuh cinta, namun hanya kepalsuan yang ia perlihatkan. Camelia berhasil membuat seorang Narendra jatuh hati dan bertekuk lutut padanya. Walaupun tidak hanya satu atau dua gadis yang mengejar Narendra, namun pria itu hanya melihat Camelia dalam pandangannya. Narendra mengabaikan barisan wanita lain yang terang-terangan menyatakan cinta padanya, hanya untuk mengejar Camelia. "Aku tidak sabar menikah denganmu, Camelia." "Aku juga." Mereka berdua saling menatap penuh kasih. "Aku benar-benar lupa jika kamu adalah anak dari mendiang Pak David. Sepertinya saat kita kecil kita pernah bertemu beberapa kali, ya? Kamu berbeda dengan yang ada dalam ingatanku." Alis Camelia bertaut. "Berbeda bagaimana?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN