“Cintami, bangun.” “Sebentar lagi, Pak. Saya masih ngantuk ...” “Ayo, bangun. Kita harus segera berangkat ke pantai. Rayan sudah datang menjemput.” “Mama,” gumamku pelan. Kok beliau berani masuk kamar pengantin sih? Terus Pak Ayang kemana? Harusnya dia yang membangunkan istrinya. “Mbak Mimi bangun!!!” Suara Mama semakin jelas terdengar di telingaku. Berarti aku tidak sedang bermimpi. Aku mengerjapkan kedua mataku yang masih terasa berat. Semalam aku tidur larut karena ngobrol lama dengan Suami. Duh, rasanya masih seperti mimpi. “Buruan mandi, Mbak,” ujar Mama sambil membereskan kamarku. “Umi Fatim dan Rayan sudah nungguin.” “Kenapa bukan Pak Ayang yang bangunin aku, Ma?” Mama melotot galak ke arahku. Tatapannya sangat tajam sampai bulu kuduk berdiri. Aku ‘kan hanya bertanya. “Raya

