Sejak di perjalanan, Radit tidak membuka percakapan sama sekali. Begitu pula Alena. mereka berdua berada dalam keheningan di tengah bisingnya jalan raya dan suara klakson mobil. Alena hanya bisa menebak-nebak apa yang sedang Radit pikirkan. Pria itu tampak marah, bukan lagi kesal, tapi marah. Setibanya di istana, pengawal yang berjaga dengan sigap membukakan pintu untuk keduanya. Radit berjalan lebih dulu ke kediamannya. Alena hanya bisa mengekor di belakang. Saat sudah masuk ke aula Gedung milik pria itu, Radit berbalik. “Mulai hari ini ngga ada pergi ke kampus-kampus lagi. Kerjakan semua skripsi dari sini.” Alena yang terkejut karena tiba-tiba mendapat ultimatum seperti itu pun bertanya. “Hah? Maksudnya apa sih? Gimana bisa ngga usah ke kampus? Aku lagi skripsi.” “Dosen pembimbing ka