Aku menganga, begitu pun Gala. Kami berdua sama-sama terkesima dengan betapa piawainya Mas Rio mendaratkan pantatnya di lantai. Kedua siku menahan bobot, sementara kaki-kakinya terangkat ke udara dan kursi yang enggan diduduki suamiku menindih organ di sela dua kaki. Entah apakah sakit atau tidak, aku tak berani bertanya. “Ngapain Mas tiduran di lantai?” tanya Bisma tanpa dosa. Ia dan Nina sepertinya gegas menyambangi kami setelah mendengar bunyi pendaratan Mas Rio. “Santai dikit,” balas suamiku seraya menahan nyeri dan mengusap-usap bokongnya. Yang depan berarti aman. Aku menunduk, menertawainya yang hanya dibalas dengan lirikan kesal tapi gemesin. “Gala tanya Ayah kiss apa sama Ibu. Eh Ayah jatuh.” Di sinilah, aku minkem! Kedua bibirku yang tadinya melongo gegas kukatup rapat.

