126-PUTUSAN PIDANA

1639 Kata

Gue dan Nina sama-sama menangis. Surat itu Nina rengkuh di dadanya, sementara gue memeluk Nina erat. Gala beringsut mendekat, naik ke pangkuan kami berdua, memeluk erat dengan kedua tangan mungilnya. “I’m so sorry for your loss, Mama, Ayah,” ujarnya, juga menangis. “Mama sudah nangisnya ya? Gala ngga mau Mama sakit lagi. Oke, Mama?” Gue bernapas dalam beberapa kali, berusaha menenangkan diri. Lalu kepala Nina dan Gala gue kecup bergantian. “Sudah, Dek,” ujar gue pada Nina. Butuh lebih banyak waktu untuknya menenangkan diri. Ara bahkan sudah siap dengan obat Nina seandainya istrinya ini mengeluhkan nyeri di dad4. Syukurlah tidak, Nina mengendalikan emosinya dengan baik. “Jadi, Bi Arjani dan Bi Arjanti membenci Papa sedari dulu ya, Mbah?” tanya gue kemudian. Mbah Hadyan mendengus keras.

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN