“Nin, gojekin setrikaan ke sini dong. Please,” pintaku pada Nina. Sementara pria yang sedaritadi complaint memberengut di sampingku. “Iya, bener yang itu. Sekarang ya, bestie?” “Oke.” “Thanks, Nin.” Mas Rio mendengus keras lagi setelah aku menutup panggilan videoku dengan adiknya barusan. Ia bersedekap, lalu menghentakkan kaki. Kesal sendiri. “Sebentar aja, Mas. Baru juga jam enam. Emang buru-buru banget?” Dua kali. Dengusannya kembali terdengar. “Kalau Mas ke kantor bajunya lecek begitu ya Reina atuh yang malu.” “Ngga akan ada yang berani nanya kenapa baju aku lecek, humaira. Lagian kalau ada yang usil nanya tinggal aku bilang abis nganu di injury time!” Aku sontak tergelak. “Tuh, kata Nina langsung diantar Bisma, udah mau otewe. Sebentar doang, Mas.” “Aku udah bilang ngga usah

