“Assalammu’alaikum. Ayah dan Papa datang,” ujar gue seraya membuka pintu kamar. Yang pertama tertangkap titik pandang gue adalah Qia yang lagi jalan merambat dan berhenti di depan kulkas lalu menoleh ke gue. “Teteh Qia,” sapa gue hangat. Qia menaik turunkan tubuhnya seraya mencengir lucu. “Ay-yah!” “Qia!” sambut gue lagi. “Pap-paaa!” “Anak Papa mau apa?” sahut Ara. Gue gegas masuk ke kamar mandi, harus mendahulukan membersihkan diri berhubung banyak anak kecil di sini. Baru aja gue mau nyalain shower, terdengar hiruk pikuk ceria di luar. Kayaknya Qia akhirnya melakukan first step-nya. Soalnya beberapa hari belakangan udah mulai berdiri tanpa pegangan tapi belum berani melangkah. Beres mandi, ternyata kehebohan itu masih berlangsung. Dugaan gue benar, dan Qia ketagihan mencoba satu

