Azkia membuka pintu pelan-pelan. Lampu di ruang tamu yang memiliki sensor panas tubuh tiba-tiba menyala menyambut kepulangannya. Dia berjalan sedikit sempoyongan karena masih menahan denyut pusing, bahkan Azkia harus menahan dengan satu tangan ke sepanjang dinding supaya dia tidak terjatuh. Setelah melewati lorong beralaskan karpet wilton berwarna krem, akhirnya Azkia mencapai kamar dan langsung masuk. “Kamu dari mana?” Pertanyaan Fattan terdengar dingin dan menekan. Irama ketidaksenangan, bahkan marah terasa kental hingga menusuk ke pendengaran lawan bicaranya. Azkia berbalik dan menahan dirinya untuk tetap berdiri di depan daun pintu, kemudian mengembus napas dan mengarahkan pandangannya pada Fattan yang sedang duduk di bangku sofa sambil menggenggam ponsel. Tatapan tajam pria itu beg

