Fattan berlari menyusuri lorong rumah sakit. Sesal sekaligus sedih menyekat hampir seluruh oksigen yang dihirupnya sehingga napasnya hanya tinggal di tenggorokan. Perasaan takut yang teramat besar memacu denyut jantungnya berdetak kencang. Fattan menemukan Erna dan Ago di depan ruang IGD. “Kia gimana, Bang?” tanya Fattan pada Ago sambil sedikit terengah-engah. “Mbak Kia sudah ditangani dokter, Mas,” jawab Ago. Fattan kemudian mengalihkan pandangannya pada Erna. “Mbak, bagaimana kejadiannya sampai Kia jatuh?” “Saya kurang tahu persis bagaimana si Non jatuh, Mas. Sebelumnya, Non Kia minta teh hangat. Katanya, kepalanya pusing. Pas sudah saya bikinin dan anterin ke kamar, Non Kia nggak ada di kamar. Saya panggil-panggil, Non Kia nggak menjawab. Jadi, saya lancang mencarinya. Eh, si Non s

