“Fattan, kamu sengaja ya mau membuat saya malu di depan semua staf marketing?” Azkia melayangkan interogasi kasarnya pada Fattan ketika mereka sudah berada di dalam lift menuju area parkir basemen. “Kalau kamu malu, itu masalah kamu. Saya nggak malu tuh,” jawab Fattan enteng. “Kamu sih enak. Nggak akan ada yang berani ngomongin kamu di depan, tapi saya—“ “Yang berani ngomongin kamu, berarti dia pengen cepet pensiun dari Nirwana Land,” potong Fattan dengan tegas. Azkia mengerucutkan bibir. Segampang itu Fattan membuat keputusan. Memang benar dia adalah pejabat pembuat keputusan di perusahaan berskala internasional tersebut, tetapi dia tidak bisa sesuka hati memensiunkan dini karyawannya hanya karena urusan pernyinyiran, pikir Azkia. Berdiri di samping Azkia, Fattan diam-diam memperhat

