Aku masih memeluknya erat padahal kami sudah pulang ke rumah dan dokter juga sudah mengatakan jika mas Raka baik-baik saja. Aku baru tahu bahwa perasaan takut kehilangan mas Raka ternyata sangat menakutkan, dan kini aku mengerti kenapa mas Raka sebegitu marahnya pada ayah kak Arion yang waktu itu mencelakaiku. “Sudah tinggi Mataharinya, mau sampai kapan peluk-peluk kaya koalanya?” Ujarnya lembut sambil mengelus rambutku. Memberikan rasa nyaman yang teramat sangat sehingga membuatku semakin mengeratkan pelukanku. “Mas Raka nggak suka aku peluk?” Protesku merajuk dan aku bisa mendengar mas Raka terkekeh. Setelah itu kepalaku di ciuminya bertubi-tubi. “Mana mungkin.” Gumamnya. “Terus kenapa aku di usir?” Tanyaku lagi dan dia kembali tertawa. “Nggak ngusir sayang, kita kan butuh mandi, bu