1. BERTEMU BIG BOSS

1353 Kata
Suara lenguhan lolos dari bibir seorang perempuan yang tengah merasakan sensasi asing dalam dirinya. Sebuah telapak tangan besar tengah berusaha menyusup di balik gaun malam yang dikenakan. Bagian pahanya terasa hangat ketika tangan itu mengusap dengan lembut sembari menghujani lehernya dengan ciuman basah yang memabukkan. Meski sedang dalam keadaan terbuai, pikiran seorang Nayana Ranupatna tengah berkelana. Masalah demi masalah yang akhirnya membawa ia pada situasi yang rumit. Hingga akhirnya berakhir di ranjang bersama laki-laki asing yang ia temui pada pesta topeng. Naya kembali menerima ciuman di bibirnya. Kedua tangannya tergerak untuk meremas rambut laki-laki itu dan tanpa sadar menekan agar menciumnya lebih dalam. Tidak pernah ia rasakan ciuman senikmat ini sampai sulit untuk diakhiri. Di sisi lain, entah apa yang ada dalam akal sehatnya sampai harus mengambil jalan pintas seperti ini. Naya hanya ingin lepas dari masalah hutang yang menyebabkan hidupnya berantakan. Tekanan ekonomi membuatnya tidak leluasa dalam menjalani hidup hingga akhirnya ia berada di malam sepanas ini. “Daripada harta yang paling aku jaga berakhir di tangan tua bangka itu, lebih baik aku berikan kepada orang yang bisa melunasi hutangku, lalu aku tetap bisa hidup bebas tanpa jadi istri akik-akik bau tanah,” pikirnya. Laki-laki bernama Sakha itu mengakhiri ciuman dalam keadaan bibir Naya menebal dan juga basah. Napasnya terengah dan kabut gairah nampak jelas dari sorot matanya. Namun entah kenapa, laki-laki itu justru berhenti disaat Naya sudah dalam keadaan pasrah dan siap dengan momen berikutnya yaitu melepaskan keperawanannya. “Kenapa berhenti?” tanya Naya dengan napas terengah. “Saya bisa memberikan lebih dari 500 juta asal kamu tetap berada di sisi saya.” “Maksud Anda?” *** Perjalanan hidup Naya dimulai dari sebuah kamar kos yang berisi penghuni perempuan dan laki-laki. Harganya masih masuk akal bagi Naya yang datang dari daerah Malang. Ini adalah pengalaman pertama menjajal Jakarta yang katanya kejam terutama bagi pendatang. Namun tidak ada jalan lain, demi memperbaiki hidupnya dan menghindari masalah yang terus menghimpit hidupnya. “Semangat Naya!” Hari ini Naya pergi dengan menaiki taksi online karena hari ini adalah hari yang penting. Hari pertama bagi perempuan itu bekerja sebagai karyawan resepsionis di sebuah perusahaan konstruksi terkenal. Pekerjaan yang ia tahu dari seorang teman baiknya. Niat Naya mencoba tanpa berekspektasi tinggi karena saingannya tidak bisa diremehkan. Namun sebuah keajaiban datang. Ia diterima bekerja di perusahaan itu. Sejak awal datang ke Jakarta, Naya merasa hidupnya akan tidak memiliki masa depan. namun siapa sangka, temannya bernama Minda berbaik hati membantu mencari lowongan pekerjaan. Bahkan temannya itu juga yang memberikan undangan pesta topeng yang ia datangi satu minggu lalu. “Gedungnya tinggi sekali,” gumam Naya heran menatap bangunan di depan matanya. “Semoga tempat ini bisa mengubah nasibku jadi lebih baik.” Menjadi karyawan baru ternyata tidak semenyeramkan bagi Naya. Ia mendapatkan sambutan baik dan hangat. Tidak ada training untuk Naya dan langsung bekerja seperti biasa. Beberapa tugas dan tanggung jawab diberikan sesuai isi kontrak yang ditandatangani beberapa hari yang lalu. “Jadi dulu kamu sempat kerja di hotel?” Naya mengangguk saat ditanya oleh rekan kerjanya bernama Julia. “Iya. Posisinya juga sama, makanya aku coba melamar di sini waktu tahu ada lowongan kerja.” “Semoga kamu betah, ya. Kita juga harus akur biar sama-sama nyaman kerja di sini,” ucap Julia. “Iya. Makasih sudah ramah sama anak baru seperti aku.” “Aku juga pernah di posisi kamu. Rasanya malu dan nggak enak karena nggak punya teman. Jadi aku nggak mau kamu merasa begitu.” “Makasih ya, Julia.” “Sama-sama, Nay.” Saat Naya sibuk dengan pekerjaannya, tiba-tiba Julia berdiri. Awalnya Naya tidak peduli dan tetap fokus, tapi temannya itu berusaha menarik lengan bajunya. “Naya, ayo berdiri,” bisik Julia. Naya kaget sekaligus panik. “Ada apa?” “Big Boss datang.” Awalnya Naya masih belum paham siapa yang dimaksud big boss. Namun, tidak lama akhirnya ia mengerti kalau big boss adalah presiden direktur perusahaan ini. Naya pun segera merapikan penampilannya demi memberikan kesan pertama yang baik. Apalagi ia belum tahu sosok dari pemimpin perusahaan ini. “Big Boss?” “Iya Big Boss alias Pak Ganesha. Beliau selalu ganteng dan berkharisma,” gumam Julia sambil menyunggingkan senyum karena terpesona. “Oh iya?” Naya pun penasaran lalu menatap sosok yang baru saja melewati lobi didampingi oleh asistennya. Setelah beberapa detik memperhatikan, Naya terdiam dengan kening mengkerut. Sosok Ganesha tidak asing baginya namun tidak tahu pernah bertemu di mana. “Ganteng, kan?” “Iya. Tapi rasanya pernah lihat,” gumam Naya. “Saya tidak suka bertele-tele. Jadi segera berikan jawaban maka setelah itu kamu bisa mendapatkan uangnya.” Seketika kedua mata Naya membola saat ingat siapa sosok big boss. Dia adalah Sakha yang ia temui di pesta topeng. Selain itu, yang lebih mengagetkan adalah lak-laki itu adalah orang yang hampir menghabiskan malam bersamanya. Orang yang ia tawari untuk membayar mahkota miliknya. “Ya Tuhan! Ini nggak mungkin,” gumamnya dengan wajah tercengang. “Kamu ngomong apa, Nay?” Naya menggeleng dan berusaha tersenyum. “Enggak. Kamu benar, dia memang ganteng.” Setelah Sakha menghilang di balik pintu lift khusus, Julia kembali duduk di tempatnya. Sementara itu, Naya masih terdiam dengan raut wajah yang syok. Dari sekian perusahaan besar di Jakarta yang luas ini, kenapa ia harus bertemu laki-laki itu di sini. Naya merasa ganjal dengan semua ini. “Ayo duduk, Naya.” “Siapa nama lengkap Pak Ganesh?” “Ganesha Sakha Ariotedjo. Parah sih kamu, masa nggak tahu kerja di perusahaan milik siapa.” “Maaf, aku terlalu banyak pikiran.” Julia menggeleng. “Bahkan wajah kamu kelihatan syok. Baru juga pertama kali ketemu Pak Ganesh tapi sudah terpesona begitu. Hari masih panjang, besok juga bisa lihat lagi.” Naya menggeleng lalu duduk di kursinya. Ia tidak mau Julia sampai curiga atas reaksinya melihat Ganesha. “Bukan begitu, kok. Aku Cuma masih nggak nyangka bisa kerja di perusahaan besar milik big boss. Dan kamu benar, beliau juga ganteng.” Julia mengangguk. “Kalau sekadar cuci mata boleh. Bermimpi buat dekati Pak Ganesh jangan, soalnya dia sudah punya tunangan.” “Tunangan?” Naya semakin kaget. “Iya. Tunangannya itu anak seorang politikus terkenal. Kerjaannya influencer gede yang sangat terkenal. Jadi mereka dikenal banyak orang sebagai pasangan ideal. Dan pernikahan mereka kelak digadang-gadang akan sangat mewah. Apalagi dua keluarga besar bersatu, gurita bisnis akan semakin luas.” Fakta demi fakta menampar Naya, membawanya pada sebuah keadaan yang rumit. Sepertinya ia akan kehilangan kesempatan mendapatkan uang. Kenyataan Sakha sebagai bosnya menjadi faktor Naya sulit menerima tawaran laki-laki itu. Dua jam sebelum jadwal pulang kerja, Naya harus membawa beberapa surat ke divisi yang dituju. Sepanjang hari perasaannya tidak tenang karena terus ingat dengan sosok Sakha. Namun ia mencoba melupakan malam panas mereka. Meskipun sampai sekarang rasa dari bibir laki-laki itu masih melekat di ingatannya. Naya berdiri di depan lift, menunggu pintunya terbuka. Berdiri sambil melamun tentang masalah yang menimpa paman dan bibinya di kampung. Walaupun dua anggota keluarganya itu membuatnya harus kabur ke Jakarta, tetap saja Naya tidak bisa mengabaikan mereka. Di tengah lamunan, terdengar suara pintu lift terbuka. Naya segera sadar dan siap untuk masuk. Nyatanya ia salah karena yang terbuka adalah lift khusus untuk para petinggi di perusahaan AT Konstruksi. Naya berusaha menepi dan sedikit membungkuk untuk bersikap sopan. Namun siapa sangka, sosok laki-laki justru berdiri di hadapannya. Saat ia mengangkat wajah, Naya mendapati Sakha tengah berdiri menatapnya. “Saya kira salah orang, ternyata benar kamu.” “A-anda?” “Iya ini saya. Saya tidak menyangka kalau kamu bekerja di sini,” ucap Sakha. Naya sedikit menundukkan wajah karena malu sekaligus takut. “Iya, Pak. Ini hari pertama saya bekerja. Tolong jangan pecat saya, Pak.” Sakha tersenyum tipis melihat ketakutan Naya. “Saya masih menunggu jawaban kamu.” “Apa?” Naya langsung panik. “Saya tidak suka menunggu atau dianggap memelas, jadi segera berikan jawabannya,” ucap laki-laki itu penuh penekanan. Tubuh Naya gemetar meski Sakha sudah pergi dari hadapannya. Menyisakan aroma parfum yang sama seperti pada malam itu. Jantungnya berdegup, ingat dengan sentuhan tangan laki-laki itu hampir sekujur tubuhnya. “Aku harus gimana? Dia nggak mungkin pecat aku, kan?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN