Joana pulang ke rumah bersama Roger. Setibanya di rumah, gadis itu melangkah naik menuju ke dalam kamarnya. Dia ingin segera belajar malam itu.
Di dalam restoran..
Carnelia menatap Frans yang sejak tadi tidak berhenti mendengus, pria itu terus-menerus menggeram kesal. "Kak? Kita jadi makan nggak sih?" Memegang lengan kakaknya.
"Kamu makan saja, aku tidak selera sama sekali." Ujarnya seraya terus meneguk air minum di dalam gelas.
"Siapa sih kak gadis jelek tadi?" Tanyanya sambil menyerahkan daftar pesanan pada pelayan restoran tersebut.
"Mahasiswi di kampusku." Sahut Frans singkat.
"Kakak kenapa marah-marah sampai segitunya sih? Jangan-jangan kakak naksir sama cewek kurus tadi? Gak salah kak? Kakak ganteng banget masa seleranya macam begitu?" Carnelia menggaruk jidatnya masih tidak mengerti kenapa kakaknya marah-marah sejak tadi.
Frans diam saja, dia tidak ingin menjawab pertanyaan Carnelia. Cukup dia sendiri yang tahu bagaimana perasaannya pada Joana.
Keesokan harinya..
Pagi itu Joana pergi ke kampus seperti biasanya, kebetulan yang mengisi jadwal materi di kelasnya adalah Frans.
Gadis itu mengikuti pelajaran seperti biasanya, dia mencermati semua materi yang dijelaskan Frans di depan kelas.
"Bisa-bisanya dia bersikap sebiasa itu! Seolah-olah tidak terjadi apapun sama sekali kemarin sore!" Gerutu Frans di dalam hatinya.
Joana memang tidak ingin terlarut terlalu lama dengan masalah kemarin, gadis itu ingin segera melupakan segalanya.
Lagi pula di dalam benaknya dia sama sekali tidak ingin lebih jauh lagi berurusan dengan Frans. Dia ingin menjauhi pria itu.
Materi hari itu berakhir tepat pukul sepuluh pagi. Jadwal rutinnya untuk menemui Frans di dalam ruangannya. Sungguh, jika dia bisa kabur hari itu dia pasti akan kabur sejauh mungkin darinya.
Tapi apa yang bisa dia lakukan ketika harus terkena skorsing karena tidak patuh?! Dia tidak ingin membuat masalah dengan dosen kampusnya itu.
Untuk sementara waktu dia tetap bertahan dengan situasi yang sama. Sampai dia lulus dan meraih nilai cemerlang. Joana mengikuti Frans dari belakang punggungnya.
Pria itu menuju ke arah ruangannya. Joana mengikutinya masuk ke dalam ruangan.
"Duduklah." Perintahnya padanya. Dia mengikuti perintah, lalu duduk di seberang meja berhadapan dengan Frans Walke.
Joana menunggu pria itu memberikan tugas padanya, atau meminta bantuannya untuk mengerjakan sesuatu.
"Kenapa kamu kemarin pergi bersama Presdir rumah sakit ternama di kota? Apa kamu begitu membutuhkan uang? Berapa uang yang kamu perlukan, aku akan memberikannya asalkan kamu tidak bersama pria tua bangka itu! Aku tidak ingin melihat mahasiswi di kampusku menjadi gadis simpanan pria kaya." Jelasnya panjang lebar pada Joana.
"Pak dosen? Tidakkah anda terlalu mencampuri urusan pribadi saya? Jika tidak ada pekerjaan hari ini saya permisi pulang saja." Joana segera bangkit dari kursinya.
"Oke, coba saja kamu pergi, mulai besok kamu tidak perlu mengikuti kelasku lagi!"
Ucapan Frans terakhir membuatnya mengentikan langkahnya. Joana kembali duduk di kursinya tanpa bisa berkata-kata lagi.
"Kenapa tidak jadi pergi? Sana pergi, dan kamu tidak perlu masuk lagi ke kelasku." Ujarnya lagi pada Joana.
"Maafkan saya pak, saya tidak bermaksud seperti itu. Saya tidak ingin pergi dari kelas bapak." Ucapnya sambil memohon.
"Lalu bisakah kamu katakan padaku, berapa jumlah uang yang kamu minta dari pria tua kemarin itu?" Tanyanya lagi, sepertinya Frans tidak ingin mengubah topik pembicaraan mereka berdua.
"Ini bukan masalah uang pak, saya sama sekali tidak meminta uang padanya." Jelasnya lagi pada dosennya.
"Lalu kamu memberikan dirimu dengan tulus padanya begitu? Kamu tahu apa yang kamu lakukan? Kamu masih terlalu polos dan tidak mengerti..."
"Dia ayahku." Ujar Joana tanpa ekspresi apapun.
Frans tercekat mendengar ucapannya, setahu dia Roger tidak menikah jadi mana mungkin tiba-tiba dia memiliki anak?
"Aku putri angkatnya." Tambah Joana lagi, menambah pernyataan kepada Frans tentang kebenaran mengenai dirinya.
Frans mulai mengerti, dan tidak marah padanya lagi.
"Apakah ada yang bisa saya bantu hari ini pak?" Tanya Joana padanya.
"Apa kamu tidak ingin bertanya siapa gadis yang kemarin pergi bersamaku?" Menunggu reaksi Joana.
"Untuk apa? Saya cuma mahasiswi di kampus ini, apa hak saya mengurusi masalah pribadi anda?" Berusaha menekan perasaan yang sebenarnya di dalam hatinya.
"Oh jadi kamu tidak ingin tahu? Ya sudah aku tidak akan memberitahu padamu." Pura-pura cuek tidak peduli.
"Sebenarnya apa yang ingin dia lakukan! Menyebalkan sekali!" Gerutu Joana dalam hatinya, dia merasa kesal sekali, dan gila sendiri akibat perkataan pria berstatus dosen itu.
Joana masih meremas-remas ujung roknya sendiri. Merasa kesal sekali, Frans melihat kekesalan hatinya, pria itu berusaha menahan tawanya.
"Pak?"
"Hem?"
"Apa anda akan terus mendiamkan-ku? Apa tidak ada pekerjaan untukku sama sekali?" Dia sudah tidak tahan berada di dalam ruangannya, Joana ingin segera secepat mungkin keluar dari dalam sana.
"Duduklah dengan tenang." Ujarnya sambil tersenyum.
"Tapi, pak?"
"Tapi kenapa lagi? Apa sulitnya duduk tenang di sana?"
"Apa anda masih akan menggajiku? Sementara sejak hari pertama saya belum membantu anda sama sekali." Tanyanya sambil menggigit bibirnya.
"Iya aku akan tetap memberikan gajimu seminggu sekali." Jelasnya lagi.
Joana kebingungan dia tidak tahu harus melakukan apa. Berkali-kali dia mencuri pandang kepada dosennya itu, pria itu hanya tersenyum saat bertemu pandang dengan dirinya.
"Dia sangat tampan dan rupawan." Bisik hati kecilnya.
"Joana sadarlah, Frans adalah orang yang harus kamu hindari sejauh mungkin." Bisik hatinya lagi, menepis perasaannya yang awal tadi.
"Pak bolehkah saya pulang saja?" Joana melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul satu siang. Dia berjam-jam di sana hanya duduk menemaninya tanpa melakukan apapun.
Frans masih menekuni bukunya di atas meja kerjanya. Pria itu kemudian berdiri menyerahkan buku tersebut padanya.
"Coba kamu cari poin-poin penting dalam buku ini." Perintahnya tiba-tiba padanya.
"Tapi pak? Ini sudah pukul satu siang, bolehkah saya kerjakan di rumah saja?" Tanyanya lagi karena melihat buku itu setebal dua puluh sentimeter.
"Tapi aku ingin sekarang Ana.." Desisnya lirih, membuat bulu kuduk Joana meremang. Joana segera membuka halaman demi halaman, seraya menandainya dengan pensilnya. Sekitar dua jam dia baru menyelesaikan pekerjaannya. Gadis itu meletakkan buku tersebut di atas meja.
Dia melihat ke arah sofa, Frans tertidur. Pria itu menyandarkan kepalanya di sandaran sofa panjang, yang ada di samping meja kerjanya.
Joana melangkah menuju ke arahnya, dia ingin membangunkan pria itu. Tapi dia sedikit takut, dia kebingungan. Dengan takut-takut dia mengulurkan tangannya untuk memegang bahunya.
"Pak?" Panggilnya sambil menekan bahunya dengan sangat pelan.
Pria itu tidak bergeming sama sekali, dia begitu pulas dalam tidurnya.
"Pak, akhh, bruuuk!" Frans menarik pergelangan tangannya hingga dia jatuh ke atas pangkuannya. Joana merasakan suhu tubuhnya meningkat seketika.
Frans menatap wajah Joana lekat-lekat, Joana merasa kikuk sekali. "Apa yang pria ini inginkan dariku?" Bisik dalam hatinya.
Joana masih berpegangan pada kedua bahunya, wajah mereka berdua begitu dekat sekarang.
"Pak, bisakah anda melepaskan pinggang saya?" Tanyanya pelan sekali, Joana merasa sangat aneh.
Dia sekarang berada di atas pangkuanya, dan pria itu memegangi pinggangnya. Seumur-umur baru kali ini pinggangnya dipegang oleh seorang pria.
Frans tidak segera menjawab pertanyaan darinya, pria itu sengaja menahan pinggangnya berlama-lama.
"Pak?" Joana kembali bertanya, pria itu hanya melihatnya seraya tersenyum.
Joana memberanikan diri, dia meremas kedua bahu Frans agar pria itu mau menjawabnya, sebagai jawaban Frans malah mempererat memegangi pinggangnya.
"Akkkh, pak!" Pekiknya sambil menggelinjang menahan geli akibat cengkeraman erat pada pinggangnya.
Frans kembali mengulanginya, dan Joana berkali-kali memekik meremas-remas bahunya, hingga dia menempelkan dadanya pada tubuh Frans. Seperti sedang berpelukan mesra.
Bersambung...