"Umh, lebih cepat." Lenguhan seorang wanita yang sangat dia kenal sedang bergumul dengan pria yang tadinya ingin Clarisa kunjungi. Clarisa yang merekamnya dengan ponselnya merasa geram lalu membuka pintunya dengan santai.
"Lama sekali, aku sudah menunggu kalian sedari lama diluar." Ucap Clarisa.
Kedua insan yang tadinya sedang melakukan aktifitas panas ini terkejut dan bahkan langsung melepaskan diri satu sama lain.
"S-sayang, kapan kau datang?" Tanya Revan yang gelagapan dan langsung memakai boxernya.
"Cih, kau bermain di belakangku dengan sahabatku? b******k kalian berdua." Ucap Clarisa.
"Maafkan aku, Cla, kita memang sudah menjalin hubungan lama dan bahkan aku sudah mengandung anakny." Ucap Nara.
"Apa yang kau bicarakan, brengsek." Umpat Revan yang semakin panik ketika Nara malah mengakuinya.
"Sangat kurang ajar! akan kupastikan kau akan hancur pria tidak tau diri. Dan kau wanita jalang, kau ambil saja, dan kau keluar dari apartemenku, dasar! sama-sama tidak tau diri." Ucap Clarisa yang membuat Revan semakin panik,
"Sayang, jangan seperti itu, aku benar-benar khilaf. Aku tidak akan melakukannya lagi. Aku sangat mencintaimu, dan aku tau jika kau juga mencintaiku." Ucap Revan.
"Persetan denganmu, sia-sia aku mencintai pria sepertimu." Ucap Clarisa yang membuat Revan tidak bisa membiarkannya, jika Clarisa mengadu kepada ayahnya tentang kebejatannya, maka taruhannya adalah perusahaan dan keluarganya akan hancur.
Revan mengambil vas bunga dan menghantam kepala Clarisa dengan keras yang membuat kepalanya berdarah dan bahkan langsung tidak sadarkan diri.
"A-apa yang yang kau lakukan, Revan. Kau membunuhnya!" Ucap Nara terkejut dan menjadi panik ketika di kepala Clarisa penuh dengan darah.
"Sial! Bantu aku. Kita harus melemparnya dari atas agar semua orang taunya dia jatuh atau mengira dia bunuh diri." Ucap Revan yang juga panik.
Nara mengangguk saja karena dia juga panik dengan darah Clarisa yang sangat banyak.
Dia segera memakai baju dan membantu Revan melemparnya dari balkon kamar.
"Apa semuanya akan baik-baik saja, Van? Aku sangat takut." Ucap Nara yang melihat tubuh Clarisa sudah berada dibawah dengan semakin banyak darah, bahkan orang-orang dibawah sudah mulai berkerumun.
"Biarkan saja." Ucap Revan langsung menghubungi temannya yang ahli IT untuk meretas cctv dan menghapus kejadian dimana dia melempar tubuh Clarisa.
Dia panik namun berusaha tenang, dia harus tenang agar tidak ada tang curiga padanya nantinya.
*****
"Tidakk!!" Teriak Liana saat mendengar putri satu-satunya yang dia miliki jatuh dari atas gedung dan ternyata mengalami Kritis dan bahkan koma.
Jack sang ayah sendiri juga mengepalkan tangannya sambil memeluk tubuh istrinya yang melemah karena melihat putrinya dengan banyak alat medis di tubuhnya.
"Dia baik-baik saja bukan? Dia pasti baik-baik saja kan," lirih Liana bahkan tidak terdengar, suaranya sudah hampir habis sedari tadi berteriak dan menangis, dia tentu saja tidak bisa membayangkan jika mereka kehilangan Clarisa, putri yang mereka sayangi.
"Dia hanya istirajat, semua akan baik-baik saja." Ucap Jack sambil menahan sesak di da danya.
"Aku yakin ada yang tidak beres, temukan siapapun yang ada dibalik semua ini, Jack. Dia jatuh dari apartemen Revan, aku rasa tidak mungkin jika dia tidak tau apapun." Ucap Liana yang di angguki oleh Jack,
"Aku akan menemukannya, Sayang. Kau jangan seperti ini, kau harus kuat agar saat anakmu terbangun, dia tidak sedih ketika melihat ibunya." Ucap Jack yang hanya di angguki oleh Liana.
"Aku ingin duduk." Ucap Liana.
Jack membawa istrinya duduk, dia terus memeluknya sampai dia tertidur, Jack menggendong istrinya di atas ranjang dan keluar dari ruangan.
"Cek semua cctv dan temukan ada apa yang terjadi sebenarnya." Ucap Jack kepada seseorang di seberang sana.
Jack mengusap wajahnya dengan kasar.
"Aku tidak akan mengampuni siapapun, jika memang ini adalah sebuah rencana kejahatan." Gumam Jack.
*****
Sedangkan di tempat lain.
Seorang wanita terbangun dengan terkejut dan bahkan langsung terduduk.
"A-aku masih hidup." Gumamnya. Dia merasakan kepalanya berdenyut namun dia mengedarkan pandangannya.
"Di mana aku? Tempat ini terlihat asing tapi aku merasa sudah lama tinggal di sini." Ucapnya.
"Nyonya Clara. anda sudah bangun. Apa mau saya siapkan air hangat sekarang?" Tanya seorang wanita paruh baya yang sepertinya pelayan.
"Clara?" Beo wanita itu yang bingung karena wanita di depannya ini memanggilnya dengan nama Clara. Pasalnya dia bukan Clara, tapi nakanya adalah Clarisa.
"Siapa kau, kenapa kau memanggilku nama lain? Dan di mana aku? Apa kau pelayan baru di sini? Kenapa Mommy dan Daddy tidak memberitahuku." Ucap Clarisa yang mencecar banyak pertanyaan.
"Nyonya, saya Ida, pelayan pribadi anda," ucap wanita paruh baya itu yang memang bernama Ida, dia sangat bingung dengan sikap Nyonya-nya yang sedikit aneh.
"Apa anda baik-baik saja, Nyonya?" Tanyanya khawatir.
"Ida? Pelayan pribadiku? Sejak kapan? Aku tidak memiliki pelayan pribadi." Ucap Clarisa
"Apa anda salah makan, Nyonya? Saya akan memanggil Tuan Malvin." Ucap Ida yang langsung pergi dari sana karena panik sendiri.
Clarisa masih terbengong karena benar-benar merasa tidak mengerti.
"Apa yang terjadi sebenarnya, aku sangat mengingat jika Revan memukulku, tapi aku tidak mengingat lagi, mungkin saja aku pingsan, tapi anehnya kepalaku baik-baik saja." Gumamnya.
"Aduh, di mana kamar mandinya ya." Gumam Clarisa lalu berdiri namun kepalanya ternyata masih berat.
Dia menuju pintu yang ada di sana dan mungkin saja itu adalah kamar mandi.
Saat di membukanya, dan benar saja jika itu adalah kamar mandi, Clarisa Membasuh wajahnya di wastafel lalu mengeringkannya dengan handuk, dia melotot melihat wajahnya di cermin.
"Aaarrrgh—
Teriakan Clarisa membuat seseorang langsung masuk ke dalam kamar mandi yang membuat Clarisa menoleh dan semakin berteriak karena ada pria yamg tidak dia kenal masuk ke dalam kamar mandinya.
"Daddy—" teriak Clarisa.
"Kenapa kau— sial!" Umpat seorang pria itu lalu menangkap tubuh Clarisa yang jatuh pingsan.
"Bangun, Clara." Teriak Malvin.
"Aku akan membunuhmu jika kau bermain sandiwara denganku lagi." Ucapnya yang sengaja menampar wajah Clara sedikit keras namun dia tidak terbangun.
"Ada apa?" Tanya Astrid sang ibu dari Malvin.
Dia terkejut lalu melotot ketika melihat menantunya pingsan.
"Apa yang kau lakukan kepadanya kali ini, Malvin." Tanya Astrid yang marah.
"Aku tidak melakukan apapun." Ucap Malvin dengan datar lalu menggendong Clara keluar dari kamar mandi.