"Masuk." teriak Candra dari arah teras, Laras menoleh sejenak dan menghampiri pria itu. Ia tak mengomel atau memprotes panggilan pria itu karena pikirannya benar-benar kalut. "Kenapa sedih?" "Bapak gak lihat?" cibir wanita tersebut. "Bukan hal mudah hidup sendiri di kota, bekerja keras demi keluarga dan juga merelakan momentum bersama mereka." sahut Laras dengan mata berkaca-kaca. Candra cukup paham kesedihan wanita itu, tapi ia tak ingin melihat Laras terlihat lemah, rasanya aneh. "Kenapa kamu malah curhat? Memangnya kalau kamu bersedih di gaji?" Percayalah sebenarnya Candra tak sedang menyindir, tapi tengah membuat hati istrinya itu membaik lagi. Namun, sepertinya salah nyatanya Laras justru berjalan meninggalkannya sembari menghenatk-hentakan kaki seperti bocah yang tengah marah

