Ikmal akhirnya mengalah. Menerima tamparan itu dengan pasrah. Keresahan yang sejak tadi membungkus wajahnya, kini memuai dan berganti dengan raut mengalah. “Aku sebenarnya sudah pikirkan ini sejak lama, tapi aku terlambat mengakuinya,” ucap Ikmal. “Semua orang pernah bersalah. Semua pernah berdosa. Tapi apakah aku tidak memiliki kesempatan untuk menebus dosaku dengan cara membahagiakanmu? Merawat anak- anakku? Juga melindungi kalian?” Sudut bibir Orin berkedut mendengar kata- kata itu. Dia palingkan wajahnya ke samping. “Seorang pembunuh sekalipun, bukankah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dan bertaubat, lantas apakah aku tidak memiliki kesempatan yang sama?” imbuh Ikmal. “Aku benar- benar bersalah. Dan aku bersungguh- sungguh ingin menebus kesalahan itu. Berikan aku