02: Perselingkuhan

1461 Kata
Lelaki muda itu masih terkesima bahkan dalam waktu yang cukup lama Erik terus menatapi gepokan uang di tangannya. "Ini beneran duit? Baru pertama kali aku punya duit sebanyak ini." Gumamnya masih saja diulang-ulang, ia sudah menghitung total uangnya dan kurang lebih sekitar 5 juta. Jumlah yang sangat fantastis untuknya yang hanya pekerja borongan atau serabutan. Tok tok tok! Erik buru-buru menyembunyikan uangnya ke tas saat pintu kamarnya di ketuk, pokoknya orang di rumah ini tidak boleh tau kalau ia punya uang sebanyak ini, atau mereka akan mengambilnya. Ceklek. Terlihat Delon yang sudah menunggunya dengan wajah masam, "lama banget sih!" dumelnya mencari-cari kesalahan padahal juga tidak ada semenit sampai Erik membuka pintu. "Kenapa?" tanya Erik tanpa berniat ikut tersulut, ia sudah terlalu sabar sampai rasanya mati rasa dengan semua perlakuan yang diterimanya selama ini. "Makan sana!" suruhnya lalu melenggang pergi, Erik mengerjap cepat dengan senyuman samar, ini sangat langka Adiknya menyuruhnya makan, meskipun Adik tirinya itu sangat jahat kepadanya tapi Erik tidak pernah benar-benar dendam kepadanya. Erik segera menuju dapur, dengan wajah yang berbinar. Entah kenapa takdirnya jadi baik begini. *** Erik melenggang di jalanan tanah setapak sesekali menyapa orang di desanya yang ia lewati, raut ekspresi bahagia terpancar jelas di wajah tampannya, meskipun tidak pernah perawatan tapi Erik memiliki paras yang sangat rupawan. Hidung bangir, kulit kuning langsat, rahang tegas, alis tebal, bibir ranum, dan mata elang yang menjadi daya tarik lelaki itu, apalagi pekerjaannya yang membutuhkan banyak tenaga tanpa sengaja justru membentuk tubuhnya menjadi proporsional. "Kenapa ngajakin ketemuan?" suara kalem yang mendayu di sebelahnya membuat Erik yang melamun langsung tersentak. Terlihat Dewi mengambil posisi duduk di sampingnya, saat ini mereka tengah berada di gubuk yang tak jauh dari persawahan. "Kok pake nanya, kamu gak suka ketemuan sama aku? Padahal aku kangen banget tau." Erik langsung memeluk erat tubuh gadis itu, rasanya hari ini ia ingin menceritakan semua keberuntungannya ini pada kekasihnya. Dewi meringis, terlihat sekali kalau sedikit risih dengan perlakuan Erik. "Hari ini toko lagi rame jadi aku gak bisa lama-lama." Alibinya sebenarnya hanya ingin menghindar, ngomong-ngomong Dewi bekerja sebagai penjaga toko baju. "Oh," raut kebahagiaan yang Erik perlihatkan tadi tampak menurun, tapi lelaki itu tidak serta-merta langsung kesal atau marah. "Yaudah kamu lanjutkan pekerjaan kamu saja, maaf sudah mengganggu waktunya." Dewi langsung berdiri dari duduknya, tanpa menatap Erik gadis itu beranjak. "Aku pamit." Ujarnya hampir tanpa riak. Erik masih menatap punggung kekasihnya sampai benar-benar hilang dari pandangannya, ini hanya perasaannya saja atau memang benar ... kalau Dewi jadi berubah? *** "Ini harganya Rp1.000.000 Mas." Erik tersenyum menatap cincin di depannya, ia berniat membelikan Dewi hadiah karena ia sadar selama ini ia tidak pernah memberikan kekasihnya itu apapun. "Baik, bungkus yang ini Mbak." Balas Erik dengan senyuman mengembang, semoga saja dengan ia memberikan hadiah ini kepada Dewi maka gadis itu akan kembali bersikap lembut kepadanya. Setelah melakukan transaksi pembayaran Erik memutuskan untuk segera bergegas menuju toko tempat Dewi bekerja, karena tidak mau membuang-buang uang pemuda itu memilih jalan kaki meskipun jarak dari sana ke toko cukup jauh. Sisa uang kemarin Erik tabung untuk persiapan ia melamar Dewi nanti, sebenarnya sudah cukup lama ia meniatkan cuma karena gajinya yang sangat pas-pasan alhasil baru sekarang benar-benar terkumpul banyak. Kalau ia diberi kesempatan kedua untuk bertemu orang yang memberinya uang waktu itu ia akan berterimakasih ribuan kali padanya. Senyum Erik mengembang sempurna saat melihat toko tempat Dewi bekerja sudah ada di depan matanya, ia makin mempercepat langkahnya, "ah aku kagetin aja." Gumamnya terkekeh geli, lelaki itu membuka pintu secara hati-hati lalu mengendap-endap, dan saat melihat punggung Dewi ia langsung berlari senang. "De liha—" Erik menegang, sekujur tubuhnya kaku melihat pemandangan menjijikkan di depannya. Dewi sedang berciuman dengan Delon, Adik tirinya sendiri! "Mas Erik!" kaget Dewi langsung menutup mulutnya, Delon membuka matanya, menatap tenang ke arah Erik seolah tidak punya salah sama sekali. "b*****t!" dan satu bogeman mentah langsung melayang di wajah Delon, Dewi seketika menjerit kencang. "AKU TERIMA SEMUA PERLAKUAN BURUK KAMU SELAMA INI, TAPI TIDAK UNTUK KALI INI, DIA PACAR AKU, PACAR KAKAK KAMU!" maki Erik benar-benar hilang kendali. "BERANI BANGET LO MUKUL GUE ANJING!" umpat Delon melawan balik, tapi masih kalah jauh daripada Erik dalam bertarung. "GUE ADUIN KE IBU MAMPUS LO!" ancamnya karena pukulan Erik makin brutal. Bukanya berhenti Erik makin menjadi, kedua mata pemuda itu sampai bergetar merah menahan emosi yang sangat besar. "GUE GAK PEDULI!" "MAS ERIK BERHENTI!" Tangan yang siap melemparkan bogeman terhenti di udara, Delon yang awalnya menutup mata takut perlahan membuka matanya. "Mas udah keterlaluan!" marah Dewi kepada Erik, tentu saja membuat Erik langsung terhuyung mundur. "Kamu lebih belain dia daripada ... aku?" suara Erik bergetar hebat. Dewi tak menjawab, namun justru membantu Delon berdiri yang tentu saja membuat Delon menyeringai kemenangan. Erik mengepalkan tangannya, "gak aku sangka kamu ternyata semurahan ini." Dewi spontan menoleh sengak, tapi belum sempat membalas sebuah cincin yang dibanting di depannya membuat gadis itu terkesiap. Erik menatap Dewi dan Delon bergantian, lalu tersenyum getir dengan setetes air mata lolos. "Selamat untuk hubungan menjijikkan kalian!" ujarnya lalu berlari keluar, Erik merasa dunia indahnya perlahan retak. *** "MASIH BERANI KAMU PULANG NUNJUKIN BATANG HIDUNG KAMU DISINI?!" Baru juga melangkahkan kakinya masuk rumah, suara menggelegar Rohiyah langsung menyambutnya. Erik menatap tanpa ekspresi, matanya kosong dan hampa. "LIHAT! KARENA ULAH KAMU ANAK SAYA JADI BABAK BELUR, DASAR CECUNGUK GAK TAU DIRI!" PLAK! Sebuah tamparan keras melayang di wajahnya, bahkan ujung bibirnya sampai robek, namun ekspresi Erik masih sama seperti awal tadi, pemuda itu seolah sudah kehilangan jiwanya. Delon yang sedang menyeka lukanya menatap Erik puas, dendamnya tadi seolah terbalaskan. "PERGI KAMU DARI RUMAH INI! JANGAN BALIK KESINI LAGI!" Erik spontan menegak, terkejut. Rohiyah menatap sinis dirinya, "masih tungguin apalagi? Cepat pergiiiii!" suara wanita paruh baya itu sampai menggema seantero rumah, berbarengan sambil melempar tas berisi pakaian Erik. Erik menelan ludah, tatapannya langsung berubah tajam. "Baik saya pergi!" lalu mengambil barangnya dan beranjak dari sana. "IYA PERGI SANA BIAR KAMU JADI GELANDANGAN!" serapah Rohiyah membuat Erik yang sudah terlampau emosi langsung berbalik pergi, bersamaan dengan itu matanya tak sengaja bersitatap dengan Delon, Adik tirinya itu sedang tersenyum miring menatap dirinya. Erik benar-benar keluar rumah, namun ia melihat kedatangan Ayahnya, ia langsung menegak, entah kenapa ia merasa pasti Ayahnya akan membelanya, jika kali ini Ayahnya melarangnya pergi maka Erik akan bertahan di rumah ini. "Yah, aku diusir." Baron yang kali ini tidak mabuk berhenti, wajah tuanya terlihat sangat keriput dengan badan sangat kurus karena terlalu sering mengonsumsi miras. "Memangnya kamu ngapain sampai bisa diusir?" Erik langsung menyurutkan bibirnya, bahunya menurun begitu saja. "Delon selingkuh sama pacar aku jadi aku kasih dia pelajaran, tapi dia malah ngadu yang nggak-nggak ke Ibu." "Bodoh! Kamu ini Kakak harusnya jangan pakai kekerasan sama Adik sendiri, siapa yang ngajarin hah?!" "Memangnya ada yang ngajarin aku? Sejak kecil setelah Ibu meninggal aku tumbuh sendiri, Ayah bahkan gak pernah memperhatikan aku!" unek-unek Erik lepas kendali. PLAK! Erik tercengang, tubuhnya kaku tak percaya mendapatkan tamparan keras dari Ayahnya. "Dasar anak gak tau diri!" Erik memegang wajahnya, wajahnya langsung mengeras. "AYAH YANG GAK TAU DIRI, KERJAANNYA CUMA MABUK-MABUKAN, SELAMA INI AKU UDAH BERUSAHA KERAS DEMI AYAH TAPI INI BALESANNYA? AKU BENCI SAMA AYAH!" teriak Erik menggebu. Baron menggeram, kali ini bukan hanya menampar tapi ia menendang Erik sampai pemuda itu tergelosor jatuh ke tanah. "Pergi sana, memang kamu pantesnya diusir!" lalu Baron berjalan masuk ke dalam rumah berbahan kayu itu. Erik menelan ludah, tubuhnya mulai bergetar sampai tak lama tangisannya pecah. Bukannya ia cengeng atau lemah, tapi cobaan hidupnya amat berat sampai membuatnya ingin mati saja. Erik selanjutnya pergi meninggalkan rumahnya, dulu disana ia hidup bahagia ketika Ibunya masih hidup, tapi setelah Ibunya meninggal dan Ayahnya menikah lagi kehidupan Erik berubah 180 derajat. ZRASSSS! Alam seolah sedang mengejeknya, sedang terlunta-lunta di pinggir jalan tiba-tiba hujan turun deras, dan lebih naasnya di sekitar sana tidak ada satupun tempat berteduh. "Hiks ... a-apa aku memang tidak ditakdirkan hiks ... u-untuk bahagia?" tanyanya dan tak berselang lama suara petir di langit gelap menggelegar saling bersahutan. Erik terus berjalan tanpa tujuan, karena sekarang ia merasa benar-benar kehilangan segalanya. Dewi, satu-satunya orang yang ia anggap paling berharga ternyata berkhianat. Rasa sakit, marah, kesal beradu tak karuan sampai rasanya dadanya sesak. Pikiran Erik tiba-tiba kosong, melihat mobil melaju di tengah jalan raya ia justru melangkahkan kakinya menuju tengah jalan. Erik memejamkan matanya saat sinar mobil makin mendekati dirinya. "Selamat tinggal semuanya." Lirihnya dengan setetes air mata terjatuh di wajahnya yang terguyur air hujan. TIIIIIIIIIIN. CKIT! Erik langsung membuka matanya, alangkah terkejutnya ia saat melihat mobil itu justru berhenti di depannya. Seorang wanita turun bersamaan dengan bodyguard yang memegangi payung, untuk sesaat Erik tertegun diam menatap wanita yang berjalan mendekatinya itu. Ia seperti tak asing dengan wanita itu, tapi belum sempat otaknya berpikir suara wanita itu sudah terdengar di tengah derasnya guyuran hujan. "Anak muda, kamu mau menikah dengan saya?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN