Dengan susah payah Farza berusaha beritahu pada kedua orang tuanya. Tentang keadaan ruang bawah tanah tempat sang adik Herdian Fusena (tadinya) berada. Ia sampai tidak kuasa berpikir dengan lurus layaknya manusia cerdas lagi sejahtera. Begitu banyak rasa takut serta parno tengah kuasai diri. Kedua lutut pun terasa amat lemas tidak berdaya. Pak Azka menawarkan diri untuk menyerahkan saja semua pada dirinya. Seorang pria normal seperti Farza tidak perlu memiliki pikiran aneh lagi tidak penting soal apa yang akan terjadi atau apa saja yang kiranya bisa terjadi. Ia dorong bagian belakang tubuh putra pertamanya menuju tangga. Tapi Farza tampaknya sudah lelah menjadi anak penurut yang selalu lakukan semua yang kedua orang tuanya ingin. Ia merasa tak ada bisa bekerja dengan baik jika seperti it