Aku melangkahkan kakiku yang terasa berat keluar dari mansion milik keluarga Griffin. Aku berjalan sendirian keluar dari pekarangan mansion tanpa diantar oleh supir yang tadi menjemputku. Ku ayunkan kaki ku yang mati rasa langkah demi langkah menyusuri jalanan kota London yang sangat sibuk. Aku berjalan tak tahu arah dan tujuan seperti orang yang sudah kehilangan akal sehatnya. Kata-kata yang di lontarkan oleh Mrs.Isabella Griffin dari bibir tipisnya berhasil menghancurkan hatiku berkeping-keping. Aku tidak menyangka orang yang sudah aku anggap seperti orang tuaku sendiri tega menghancurkan kebahagiaanku, termasuk kebahagiaan anak kandungnya sendiri. Aku tidak dapat berpikir dengan jernih saat ini. Segala kegelisahan, ketakutan, dan kemarahan berkecamuk dalam hati dan