“Sayang, bertahanlah!” Deon Griffin berbicara dengan nafas terengah-engah. Ia yang baru saja menghentikan mobilnya di depan halaman rumah sakit dengan segera keluar dan menggendongku memasuki ruang gawat darurat. Tubuhnya yang tadi terlihat lemah karena masih sakit, dengan mudahnya mengangkat tubuhku yang menurutku sekarang jauh lebih berat dibanding yang dulu. Perutku terasa sangat sakit dan darah pun masih mengalir di sela kakiku. Darah itu telah membasahi setengah dari rokku dan juga tangan Deon Griffin yang sedang menggendongku. Sepanjang jalan menuju ruang gawat darurat, aku menatap wajah Deon Griffin yang terlihat sangat pucat dan gusar. Di wajahnya terlihat jika saat ini ia sangat mengkhawatirkanku. Ia benar-benar pria yang sangat baik. Berulang kali ku sakiti i