4. Luka Masa Lalu!

1283 Kata
Masih jelas bayangan dalam benak Redy Harsono, sebenarnya bukan ini yang dia inginkan untuk membalas dendam. Tapi gadis itu sengaja menariknya masuk untuk memadu cinta bersama. Rasanya begitu canggung, dia tahu saat melakukannya Kirana hanya seorang amatir! Dia tidak mau mengambil resiko atau membuat Kirana hamil akibat tindakannya tersebut. “Dia bukan wanita rendahan, tapi dia memaksa tetap melakukannya! Sialan!” Umpat Redy seraya berjalan menuruni anak tangga. Pria itu berhenti sejenak untuk mengambil sigaret dari dalam saku bajunya lalu mulai menyulut sambil menghisapnya. Asap mulai nampak mengepul dari bibir tipis pria tersebut, tertinggal di udara sekitar. Kirana merasakan nyeri pada sekujur tubuhnya, dia tidak bisa mengimbangi permainan Redy. Dia tahu pria itu tidak merasa puas dengan servis yang dia berikan. Punggung dan pinggangnya masih terluka akibat benturan di lantai bawah. Tapi gadis itu terlihat sama sekali tidak peduli. Tatapan matanya terlihat penuh dengan ambisi. “Aku harus mendapatkan apa yang aku inginkan!” Gumamnya seraya mencoba turun dari atas tempat tidurnya. Dia tahu Redy Harsono bukan pria yang bodoh, Redy sangat hati-hati dalam bertindak. Kirana tahu Redy melakukan tindakan kejam seolah itu adalah hal biasa dan tidak terjadi. “Om Redy sengaja menyakitiku?” Kirana mematut diri di depan cermin untuk melihat luka akibat benturan meja makan. Entah apa yang disimpan Redy dalam hatinya, Kirana tidak tahu. Kirana mengambil bajunya dari dalam koper lalu segera memakainya. Sehelai gaun tidur usang berwarna merah jambu sudah beralih dari dalam koper dan kini membalut tubuhnya yang tadinya polos tanpa sehelai benang. Kirana terlelap di dalam kamarnya, tubuhnya masih terasa begitu letih dan nyeri. Sampai di tengah malam dia mendengar suara berisik berasal dari lantai bawah. Kirana segera bangun dari atas tempat tidurnya, dan dia melihat Redy bersama wanita dengan paras menawan. Mereka sedang berada di lantai bawah memadu cinta! Redy dengan tatapan mengejek sengaja menunjukkan itu di depan mata Kirana. Redy menahan kedua kaki wanita itu sambil terus berpacu dengan hentakan kuat. Wanita itu merintih bahkan menjerit, nada suaranya begitu berisik menyiksa pendengaran Kirana. Kirana mengepalkan tangannya, dia tidak tahu siapa wanita yang dibawa Redy saat ini. Melihat Kirana melengos sambil menggigit bibirnya, Redy begitu puas. Terlebih lagi saat melihat Kirana menatapnya dengan kedua bola mata berkaca-kaca, Redy segera menghentikan aksinya tersebut. “Red, ayolah lakukan sampai tuntas!” Pinta wanita itu padanya. Dia ikut menatap kemana arah pandangan pria itu tertuju, ke arah lantai atas. Nila Saskia melihat bayangan sosok gadis dengan gaun tidur usang berkelebat masuk ke dalam kamar. Redy membetulkan letak celananya lalu duduk di samping Nila, pria itu menyulut sigaretnya seraya melirik wajah penuh kecewa milik wanita cantik tersebut. “Siapa itu?! Kamu menyimpan wanita lain di sini!?” Nila marah sekali, wanita itu sudah mengepalkan tangannya berniat memukul Redy. “Jangan lupa aku membayarmu untuk menjadi simpananku.” Sahut Redy dengan santai seraya mengepulkan asap rokoknya. Selembar cek kosong sudah dia siapkan di atas meja. Seperti itulah Redy, berbuat sesuka hatinya. Dia akan membeli semua yang dia mau dengan uang. Termasuk hati Kirana Sheila! “Jadi? Kamu melakukannya kali ini untuk menunjukannya di depan wanita itu hah? Hanya untuk itu!? Kamu jatuh cinta dengannya Red! Kamu belum pernah seperti ini sebelumnya. Kamu tidak pernah berhenti di tengah jalan!” Teriak Nila dengan frustasi. Wanita itu segera memungut kembali bajunya. Tanpa bicara lagi dia secepatnya keluar dari kediaman Redy. Redy tersenyum sambil mengusap bibir tipisnya, “Rasanya sangat menyenangkan melihat wanita begitu kesal karena patah hati! Hahaha! Sialan!” Tidak peduli hatinya sendiri yang gersang dan mulai usang, tidak peduli dengan berapa banyak waktu yang sudah dia lewati untuk merasakan pedihnya luka seorang diri. Redy pernah mencintai sepenuh hati, Redy pernah menumpukan segenggam harapan. Tapi dia dituduh sebagai pemerkosa oleh kakak angkatnya sendiri. Redy masih ingat saat itu Amanda merayunya, dia yang masih polos tidak mengerti. Selama ini dia mengagumi sosok Amanda sejak diasuh oleh kedua orang tua angkatnya. Bisa-bisanya sosok kakak yang dia kagumi, dia puja sampai mati memfitnah dirinya dengan tuduhan begitu keji!? Rasa muak bercampur putus asa memenuhi seluruh dadanya, sangat sesak sekali! Di tengah hujan petir tubuhnya ditendang keluar setelah dipukuli habis-habisan, seluruh tubuhnya lebam terasa sangat menyakitkan. Luka tersebut semakin nyeri dan pedih saat dia telentang di luar halaman dalam guyuran hujan lebat. Redy tidak mampu berdiri, dia merangkak ke jalan. Dalam ingatannya begitu jelas, gadis lugu yang dia kenal tersenyum sinis dengan salah satu ujung sudut bibirnya. Dan sejak hari itu ia tahu inilah yang Amanda inginkan darinya! Pergi atau dibuang! “Dalam benakku Amanda begitu cantik dan lugu. Selalu tersenyum ramah. Bagaimana mungkin dia mengirimkan gadis begitu mirip dengannya ke sisiku sekarang?! Hah!? Dia ingin mengujiku? Dan aku sudah merenggutnya hari ini!” Gumam pria itu seraya mengembuskan asap rokoknya. Di dalam kamarnya, Kirana berulang kali menyeka kedua pipinya. Entah kenapa hatinya begitu sakit. Dia mencoba bertahan dengan ambisinya, tapi tidak bisa! Hatinya terasa sakit dan sangat terluka. Ini pertama kalinya dia bersentuhan dengan seorang pria, tapi dia tidak menyangka kalau Redy melakukan itu bersama wanita lain tepat di depan kedua matanya. “Terang sekali! Jelas sekali! Hatiku sakit! Sakit!” Gumam Kirana seraya memukuli dadanya sendiri. “Kamu bisa melakukannya di belakang punggungku! Ini pertama kalinya aku disentuh, kamu menyakitiku! Om jahat!” Kirana terus menerus memukuli dadanya sendiri. Dia tidak sadar kalau Redy sudah berdiri di ambang pintu kamarnya. “Kamu tidak tahan tinggal bersamaku?” Tegur pria itu padanya. Kirana kaget sekali dia secepatnya menggelengkan kepala sambil menyeka kedua pipinya yang basah. Redy melangkah mendekat lalu menyentuh dagunya hingga wajah Kirana mendongak, dengan berani Kirana segera berdiri lalu meraih tengkuk Redy menggunakan kedua lengannya. Gadis itu melumat buas bibir Redy dengan kasar. “Sraaakkk! Brruuuk!” Redy membalas kasar, menghempaskan tubuh ramping Kirana ke atas tempat tidurnya. “Masih sakit, bukan?” Satu senyuman mengejek kembali terukir pada bibir pria tersebut. “Nggak, nggak sakit.. sama sekali nggak sakit, akhh!” Kirana menahan bibirnya menggunakan bahu Redy agar tidak memekik dan menjerit. “Kamu kesakitan, Kiran. Jangan bohong padaku, aku benci pembohong.” “Aku mohon, jangan usir aku dari sini!” Kirana menahan Redy agar pria itu tidak meninggalkannya. “Kamu membuatku bosan, rasanya sudah tidak menarik lagi.” “Om, please!” “Tidurlah.” “Nggak! Om belum selesai..” Ucapnya dengan suara lirih, Kirana memutar posisi mereka berdua untuk mengambil alih. Redy hanya menatap tubuh tersebut terus bergerak di atas tubuhnya. Tatapan Redy kosong, dalam penglihatannya Kirana adalah Amanda! Redy memejamkan kedua matanya berusaha menepis bayangan yang hanya sekedar bayangan, karena pada dasarnya dia tidak pernah menyentuh Amanda. Pria itu segera merubah posisi, hingga tubuh Kirana kembali terhempas, Redy akhirnya bisa menyelesaikannya! “Hah..hah..hah!” Napas pria itu masih tersengal jatuh di sebelah Kirana, dia membiarkan Kirana bertelungkup mendekapnya erat sambil mengulum bibir tipisnya. “Jangan tinggalkan Kirana.” Ucap Kirana padanya. “Hah?! Astaga, kamu begitu keras kepala.” Omel Redy dengan tatapan tidak percaya. “Om, Kirana nggak kesakitan! Serius!” “Kamu begitu polos, berapa uang yang kamu mau? Jangan jual tubuhmu kepada pria lain!” Ujarnya pada Kirana dengan nada serius. “Jadi.. Om nggak akan mengusirku kan?” “Selama kamu menurut.” Ucapnya sambil mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam dompetnya lalu meletakkan di atas meja. Baru pertama kali Kirana melihat uang sebanyak itu. Gadis itu langsung mengambilnya tanpa ragu sama sekali. “Belilah baju baru, buang semua baju lamamu. Beli juga make up, kalau uang itu kurang mintalah padaku.” Redy hendak beranjak berdiri dari tepi tempat tidur, tapi Kirana mencekal lengannya. “Apa lagi? Kurang?” Tersenyum menatap wajah polos di sebelahnya. “Cup!” satu kecupan pada pipinya sukses membuat Redy membeku sesaat. “Aku akan kembali ke kamarku. Kalau kamu butuh sesuatu, datang saja ke sana.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN