“Om, kapan Kirana mulai bekerja?” Tanyanya setelah menyelesaikan makan siangnya. Kirana terlihat sangat tidak sabar, dia ingin segera bekerja seperti yang Redy janjikan. Seperti kata Redy bahwa pria itu akan memberikan pekerjaan padanya dengan gaji yang lumayan tinggi jika dibandingkan dengan bekerja di kota tempat asalnya.
Redy mengukir senyum melihat Kirana sangat tidak sabaran. Pria itu masih duduk santai seraya menghisap rokoknya. “Kenapa? Kamu tergesa-gesa sekali hem? Luangkan waktumu hari ini untuk menemaniku.” Ucap Redy seraya menyeringai lebar menatap ke arah Kirana.
Entah kenapa Kirana merasa kalau Redy memiliki hal lain untuk diungkapkan padanya. Tapi Kirana tidak tahu apa itu. “Apa yang aku pikirkan? Cara Om Redy menatapku sangat tidak wajar.” Gumam gadis itu seraya mengusap tengkuknya sendiri.
“Menurutmu? Apa yang sedang aku pikirkan?” Tanya Redy padanya seraya menyibak helaian rambut Kirana dari pipinya ke belakang telinga. Nampak garis leher jenjang dan bersih menyapa kedua mata Redy, dengan sengaja pria itu meniupkan asap rokoknya di sana. Kirana hanya bisa menyipitkan kedua matanya lantaran asap rokok tersebut membuat matanya pedih.
“Kiran, nggak tahu Om. Kiran mau ke kamar dulu.” Ucap gadis itu dengan gugup segera berdiri dari kursinya. Namun tiba-tiba Redy menarik lengannya agar dia kembali duduk di kursinya.
“Sraak! Ukh!” Kirana memekik kecil pinggangnya terbentur sisi kursi. Redy tersenyum melihat gadis itu merasakan nyeri pada pinggangnya.
“Kenapa? Kamu tidak mau menemaniku? Hem?” Tanyanya dengan nada suara santai seperti sebelumnya.
“Ah, itu, Kiran ngantuk sekali, jadi Kiran ingin tidur Om. Kalau Om meminta Kiran untuk bekerja sekarang, Kirana juga akan langsung berangkat.” Ucapnya tanpa ragu.
Redy kembali mengukir senyumnya, dia melihat wajah Kirana begitu bersemangat untuk memulai pekerjaannya. Redy kembali menghisap rokoknya di antara jemari tangan kanannya.
“Jadi kamu tidak mau menemaniku? Dan memilih tidur di dalam kamar?” Tanya pria itu lagi, seolah sengaja mendesak Kirana.
Kirana nampak berpikir sejenak. “Aku ingin pulang dengan banyak uang! Aku tidak mau diejek miskin lagi! Aku harus sukses kalau pulang nanti, tidak peduli dengan cara apapun! Aku harus bisa membuat orang-orang tunduk dan hormat padaku!” Ucapnya dalam hati.
“Kirana mau temani Om!” Sahutnya cepat.
Redy semakin melebarkan tawanya, pria itu menarik Kirana agar duduk di atas pangkuannya. Kirana nampak terkejut, dia tidak mengerti kenapa Redy melakukan itu padanya. Kirana berpikir terlalu jauh, dia mengira Redy tertarik padanya. Dia tidak tahu tujuan Redy melakukan hal itu hanya untuk membalaskan dendam pada Amanda, ibunya.
Kirana hanya bisa membalas senyumnya, “Om Redy hanya ingin aku duduk di atas pangkuannya kan? Jadi kenapa aku harus cemas?” Ucapnya dalam hati.
Redy menikmati rokoknya, dia tetap memegangi gadis itu agar tinggal di atas pangkuannya. Jika wanita normal pasti berpikir sikap Redy saat ini sudah sangat keterlaluan. Namun Kirana tidak berpikir demikian, dia merasa Redy akan memberikan banyak uang padanya. Segala hal akan dilakukan oleh Kirana demi mencapai ambisinya tersebut. Termasuk menuruti semua keinginan Redy Harsono!
Sampai Redy menempelkan ujung hidungnya pada pipi Kirana, barulah gadis itu merasa kalau Redy tidak menganggapnya sebagai keponakannya. Tapi pria itu menganggapnya wanita dewasa!
“Om sudah lewat siang, Om nggak lelah Kiran duduk di sini?” tanyanya seraya mengusap lengan Redy yang kini menahan pinggangnya. Pria itu memejamkan matanya sambil menyandarkan wajahnya pada leher Kirana. Rokoknya sudah habis satu jam lalu.
“Aku nyaman begini, apa kamu lelah aku bersandar seperti ini?” Tanyanya seraya mengangkat wajahnya dari leher Kirana. Pria itu langsung berdiri dari kursinya tanpa membiarkan Kirana turun terlebih dahulu.
“Braaakkkk!” Tubuh Kirana jatuh ke lantai, punggung serta lengan gadis itu terbentur meja di sebelahnya. Kirana merintih seraya memegangi lengan kanannya. Sudah pasti punggungnya juga memar saat ini. Kirana meringis menahan nyeri seraya memeluk lengan kanannya. Gadis itu mendongak menatap ekspresi Redy Harsono. Dia tidak mengerti kenapa pria itu memperlakukannya demikian. Redy sejenak tersenyum sadis, lalu satu detik berikutnya pura-pura prihatin.
“Ah, Kiran! Maafkan aku, aku kaget sekali. Aku kaget kamu tiba-tiba membangunkanku!” Seru pria tersebut seraya membantu Kirana agar berdiri dari lantai.
“Iya Om, nggak apa-apa, Kiran baik-baik saja.” Ucapnya sambil meringis menahan nyeri.
Kirana takut sekali, Redy melangkah mendekatinya. Gadis itu segera melangkah mundur menjauh.
“Kenapa? Apa kamu ingin pulang ke Surabaya? Batal menemaniku di sini?” Tanyanya sambil tersenyum seraya merentangkan kedua lengannya.
Kirana segera berhenti menjauh. Dia ingat dengan tujuan awal datang ke kediaman tersebut. Gadis itu segera melangkah maju perlahan masuk ke dalam rengkuhan kedua tangan pria tersebut. Redy terdiam, wajah pria itu berubah begitu dingin. Dia segera mengangkat tubuh Kirana. Dibawanya tubuh itu ke lantai atas. Kirana takut dan cemas, bisa saja Redy akan melemparkannya dari lantai atas lalu dia mati di sana.
Redy tanpa bicara sama sekali terus berjalan meniti tangga, sementara Kirana Sheila berpegangan erat-erat pada belakang tengkuk pria tersebut.
Redy membawanya masuk ke dalam kamar, lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kirana masih gemetar sampai-sampai lupa tidak segera melepaskan kedua tangannya dari belakang tengkuk Redy.
“Kamu ingin memegangku berapa lama?” Suara napas beraroma asap menyapa lubang hidung Kirana, membuat gadis itu tersadar lalu segera melepaskan tangannya dari belakang tengkuk pria tersebut.
“Maaf, Om.” Sahutnya dengan bibir bergetar.
Redy menyunggingkan senyuman pada salah satu ujung sudut bibirnya, pria itu segera melangkah keluar dari dalam kamar tersebut. Kirana merasa lega karena pikirnya dia bisa tidur dengan nyenyak semenjak Redy meninggalkan kamarnya. Namun dugaannya salah besar! Redy kembali dengan minyak pijat dalam genggaman tangannya.
Kirana tadinya masih meringkuk segera beringsut bangun lalu duduk di atas tempat tidur.
“Coba tengkurap.” Perintah Redy padanya.
“Biar Kirana saja, Om! Kirana bisa oleskan sendiri.” Ucapnya seraya menadahkan tangannya.
“Tash!” Redy menepis tangannya. “Srakkkk! Bruukk! Akhh!” Dengan kasar pria itu membuat Kirana bertelungkup di atas tempat tidur. Pria itu menarik ke atas baju Kirana untuk melihat luka benturan beberapa menit lalu.
“Sakit?” Tanya Redy padanya. Pria itu memijit luka yang disebabkan olehnya.
“Nggak Om!” Sahut Kirana cepat, gadis itu meremas seprei merasakan nyeri teramat sangat. Tapi dia tidak bisa mengakuinya lantaran cemas kalau Redy sampai memulangkannya ke Surabaya.
“Yakin nggak sakit?” Redy mengulang pertanyaan yang sama. Pria itu sengaja menekan pada sisi memar di punggung Kirana.
“Akhhh..” Akhirnya Kirana merintih.
“Belajarlah bersikap jujur padaku!” Desis Redy pada lubang telinga Kirana. Kirana segera mengangguk cepat, gadis itu terlihat ketakutan.
“Iya Om, sakit.. sakit sekali.” Kirana masih tengkurap seraya meremas seprei. Air matanya hampir meluncur turun dari kedua sudut matanya.
“Nah, bagus! Kamu tidak boleh berbohong padaku Kiran! Karena aku sangat benci seorang pembohong!”
“Kirana janji akan jujur mulai sekarang.”
Redy melepaskannya, Kirana segera memutar tubuhnya rebah terlentang. Redy menarik selimut untuk menyelimutinya. Pria itu meletakkan minyak pijat di atas meja.
“Om mau ke mana?” Kirana beranjak bangun, dia melihat Redy bersiap berlalu pergi.
Redy terkejut lantaran gadis itu malah menahan pergelangan tangannya. Seharusnya dia melihat ekspresi ketakutan seperti yang dia lihat beberapa menit lalu. Seharusnya gadis itu meringkuk dengan tubuh gemetar di bawah selimut. Tapi meski ada sisa air mata dari kedua matanya, Kirana masih menahan pergelangan tangannya. Menarik sekali! Bahkan gadis itu menatapnya dengan tatapan tajam saat ini.
“Tentu saja aku harus keluar.” Sahutnya seraya mengedikkan dagunya ke arah pintu.
“Aku ingin Om menemaniku! Apakah boleh?” Ucap Kirana dengan tatapan yang sama.
Redy kembali tersenyum penuh ejekan. “Kamu akan menangis jika menahanku di sini, pikirkanlah dua kali sebelum memutuskannya.” Ujar Redy seraya menyulut sebatang rokok pada bibirnya.
“Apapun itu! Om bilang aku harus jujur kan?”
“Ah, kamu ingin membuat penawaran denganku?” Redy tidak mengira kalau tabiat Kirana akan menyerupai Amanda, saudara angkatnya!
“Iya, terima aku sebagai karyawan di perusahaanmu Om! Aku akan melakukan apa saja untuk itu! Termasuk menemanimu di sini!” Kirana menarik pergelangan Redy hingga pria itu jatuh ke atas tempat tidur.
Redy merapikan bajunya kembali, Kirana masih rebah di belakang punggungnya. Tidak peduli dengan noda di atas seprei. Redy tahu itu, Kirana sudah memberikan satu-satunya yang gadis itu miliki. Rintihan dan jeritan Kirana beberapa jam lalu masih memenuhi benak Redy. Tapi gadis itu tidak memintanya untuk berhenti. Seberapa sakit yang dia berikan, seberapa keras dia mendobrak pertahanannya. Kirana tetap menyuruhnya untuk tetap mencapai apa yang Redy inginkan!
“Aku tidak terima tuntutan! Aku anggap ini hanya sebuah permainan. Tidak ada hati di sini, jika suatu saat kamu mengadu menggunakan perasaanmu, maka pada saat itu juga kamu harus angkat kaki dari kediamanku!”
“Om tidak perlu khawatir!” Sahut Kirana dengan nada tegas.
Redy segera berdiri dan berlalu keluar dari dalam kamar tersebut.