Aku bersiul-siul santai sembari mengeluarkan sepedaku. Sesekali aku sentuh kalung yang melingkar di leherku. Kemarin Damai ngasih aku hadiah ini, walau dia agak nyolot pas kutanyain ini emas asli atau bukan, tapi menurut mata ayah yang suka banget sama 'emas' tapi nggak bisa make soalnya cowok, kalung yang dikasih Damai ini asli. Aku menutup pagar rumah, nggak pamitan sama ayah. Kamarnya dikunci, sepertinya masih tidur setelah semaleman main game. Entah game apa yang ayah mainkan sampai beliau jerit-jerit dan nangis, hampir aja kupanggilin ambulans kalau aja ayah nggak berhenti nangis di tengah malam. Aku sudah bersiap, tinggal ngayuh tapi tiba-tiba pundakku ditepuk pelan. Aku menoleh dan kulihat si bidadara sudah berdiri di sana. "Pagi, cantik!" sapanya ramah. "Ah, iya, pagi jug

