Aku berlari menyusuri ruangan rumah sakit dengan napas yang memburu. Kalut, itu yang aku rasakan sekarang. Terlebih, aku baru saja mengalami kejadian yang berpotensi untuk membuatku trauma. Apa yang aku alami tadi seperti adegan di Walking Dead, di mana temenku mengorbankan dirinya sendiri agar aku selamat. Ironi memang, tetapi entah kenapa menyentuh hati. Tak kusangka, si Erika yang suka seenaknya sendiri ternyata baik hati. Aku menghentikan langkahku sejenak, mencoba menormalkan napasku yang nyaris kabur. Tak lupa, aku menyeka keringatku dengan lengan baju, lupa nggak beli tisu. Aku akan menemui ayah yang lagi sakit. Aku nggak mau ayah cemas jika melihatku dalam keadaan pucat dan nyaris sekarat. Aku mulai melangkah lagi setelah merasa sudah dalam keadaan stabil. Walau tentu saja

