4

869 Kata
Dimas menjadi gugup dengan tatapan Om Herman yang tidak biasa itu. Dimas membuka piring dan memasukkan satu centong nasi goreng ke dalam piringnya dan mengambil beberapa lauk sebagai teman nasi goreng saat nanti berada di dalam perut. Katanya bersama lebih baik dibandingkan sendiri, bukan? Dimas melirik sekilas sambil memegang alat makan lalu menikmati sarapan pagi itu dengan santai. "Nambah Dim. Kenapa hanya sedikit," ucap Om Heman tiba -tiba. "Nanti Om," jawab Dimas singkat. "Kamu kan habis kelelahan. Butuh energi," jelas Om Herman lagi membuat Dimas kaget luar biasa dengan kata -kata yang meluncur dari bibir Om Herman seperti sindiran telak baginya. Dimas meringis lalu melanjutkan sarapannya untuk menghilangkan rasa gugupnya. "Om bisa aja nyuruhnya," jawab Dimas berusaha tenang. "Lho memang benar kan? Tadi malam energi kamu habis? Basah juga," jelas Om Herman seperti sedang menjadi penyelidik. Deg! "Enggak kok," jawab Dimas kaku. "Tadi malam hujan deras kan? Masa iya kamu tidak kehujanan? Kamu juga pasti lelah berlari -lari dari arah depan masuk ke dalam gang sampai ke rumah ini," jelas Om Herman pada Dimas. Dimas bernapas lega. Ia pikir, soal semalam dengan Sekar diketahui oleh Om Herman. Ternyata Om Herman membahas saat Dimas pulang kerja malam tadi. "Uhuk ... Iya Om," jawab Dimas sambil terbatuk. Dad4 bisa bernapas bebas. Padahal ia sempat bingung dan harus menjawab apa jika Om Herman tahu perbuatannya tadi malam bersama Sekar. Bisa -bisa Dimas di usir. "Kamu kenapa kayak gugup gitu?" Om Herman menatap Dimas lekat. "E -Enggak kok Om. Cuma agak gak enak badan aja, habis basah -basahan semalam," jawab Dimas cepat. "Oh gitu. Gimana kerjaan kamu? Lancar?" tanay Om Herman pada keponakannya itu. "Lancar Om. Dimas betah bekerja di perusahaan ini. Cocok dengan latar belakang kuliah Dimas," jelas Dimas lagi. "Bagus kalau gitu. Kamu kalau mau bawa pacar ke rumah ini, gak apa -apa. Om perbolehkan. Kamu sudah dewasa juga," jelas Om Herman memberikan kebebasan bagi Dimas. "Iya Om. Tapi, Dimas belum punya pacar," jawab Dimas. Ha ... Ha ... Ha ... Om Herman tertawa puas dan nampak sedikit mengejek. Rentetan giginya yang rapi dan putih terlihat jelas saat tersenyum. "Kamu itu tampan, badan kamu kekar dan gagaj. Masa gak ada perempuan yang mau bersama kamu.Mumpung muda, jadi nakal itu tidak masalah. Sebelum janur kuning melengkung, bebaskan dirimu sebagaimana kamu ditakdirkan sebagai laki -laki," jelas Om Herman masih terus terkekeh. "Ma -maksudn Om Herman apa?" tanya Dimas bingung. "Dim, Perempuan itu bisa dibeli. Mereka akan memberikan feed back kalau kita kasih mereka uang, perhatian kecil dan kepuasan. Di jamin, mereka tunduk sama kamu," bisik Om Herman pada Dimas. Dimas mengangguk kecil. Tapi pemikiran Dimas dan Om Herman itu berbeda. Dimas tidak mau mempermainkan wanita. Baginya, Wanita adalah mahkota. Tapi, apa yang Dimas lakukan pada Sekar semalam itu adalah sebuah kesalahan fatal. Tapi, jujur, Dimas tidak bisa melupakan pergulatan malam tadi. Sekar yang penuh gairah dan sangat lihai membuat ubi ungunya benar -benar menegang dan akhirnya meluncurkan lava premium dari dalam. "Kamu sedang memikirkan apa? Saya lagi bicara malah melamun," ucap om Herman sedikit kesal. "Um ... Dimas dengerin kok, Om," jawab Dimas gugup. Jangan sampai Om Herman bisa membaca pikiran Dimas saat ini. "Tuan ... Nona Sekar tidak mau sarapan pagi kalau tidak bersama Tuan," ucap salah satu asisten yang baru saja keluar dari kamar utama Herman. "Hmmm ... Manja sekali dia. Bawa kesini, biar dia sarapan disini," jelas Herman pada asisten itu. "Ba -baik Tuan," jawab asisten itu dengan sopan. Dimas semakin gugup. Rasanya ingin segera pergi dari ruang makan ini. Tapi lihat, nasi gorengnya masih banyak dan baru beberapa suap saja ia makan. Sepertinya Dimas harus segera menghabiskannya. Sekar sudah muncul dari arah dalam menuju ruang makan. Ia berjalan dengan santai dan tenang. Saat kedua matanya menatap Dimas yang sedang menikmati sarapan pagi. Sekar terlihat biasa saja dan bisa menguasai dirinya sendiri. Sekar masih memakai lingerie merah semalam lalu bergelatut manja pada Om Herman, kekasihnya. Gadis itu langsung duudl di pangkuan Om Herman tanpa adarasa malu pada Dimas. Pakaiannay yang terbuka dan seksi membuat Dimas tak berani menatap ke arah Sekar dan berpura -pura tak mengenalnya. Dimas hanay memasang telinga dengan tajam sambil melihat ke arah pantulan kaca di meja makan. Apa yang mereka lakukan tepat di depannya itu. "Mas ..." cicit Sekar dengan manja. "Hmmm ..." Herman nampak tersenyum dan memeluk Sekar yang manja kepadanya. "Aku bosan di kamar kamu. Kenapa sih, aku gak boleh jalan -jalan di rumah ini," ucap Sekar lembut sambil mengecup bibir tebal Om Herman sebagai tanda bahwa Sekar sedang merayunya. Om Herman menarik napas dalam. Mendengar suara manja Sekar. Ia tidak bisa berkutik. Apalagi bok0ng Sekar yang tepat mengenai pistol kulit miliknya membuat gesekan yang terlalu sempurna hingga mengegang dengan cepat. "Oke. Kamu boleh keluar kamar dan melakukan apapun sesukamu. Tapi, ingat, jangan keluar dari rumah ini tanpa seijin aku. Jelas, marmut kecilku," ucap Om Herman dengan tegas. Sekar tersenyum lalu memleuk Om Herman sambil meletakkan kepalanya di bahu kekasihnya. "Om ... Dimas berangkat dulu. Sudah siang," pamit Dimas dengan cepat. Jangan sampai, Om Herman semakin curiga dengan kegugupan Dimas. Jujur, ubi ungunya ikut menengang mendengar suara lembut Sekar yang sedikit mendesah tadi. Kacau! Kelinci imut itu sudah bisa mengendalikan tubuhku jadi haus seperti ini. Kalau ada kesempatan lagi. Tak akan ku beri ampun.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN