1

1009 Kata
Malam ini hujan sangat lebat sekali. Dimas terpaksa berlari menembus hujan agar cepat sampai di rumah saudaranya. Dimas sudah beberapa hari ini tinggal bersama Om Herman yang seorang duda tanpa anak. Rumah itu nampak sepi sekali tetapi ada mobil Om Herman di depan. Tentu saja lelaki paruh baya yang masih terlihat tampan dan gagah itu pasti ada di rumah. Baru saja melangkahkan kakinya ke dalam rumah menuju kamarnya yang ada di lantai dua. Dimas harus mendengar suara yang amatt sanagt tidak asing. Biasanya ia mendengar suara itu di ponselnya. Karena ia menyimpan beberapa video vulgar untuk menemani status jomblonya. "Argh! Kamu kuat sekali sih, Mas," ucap seorang wanita dengan suara lembut berada di bawah kungkungan tubuh Om Herman. Dimas tak sengaja mendengar suara itu semakin penasaran. Siapa perempuan dengan suara lembut yang membuat hatinya ikut tergetar. Dimas melihat pintu kamar Om Herman tertutup rapat. Hanya terasa embusan AC yang keluar melalui celah bawah pintu. Kaki Dimas terasa dingin dan menghirup aroma wangi dari aroma terapi lavender. "Hmmm ... Wangi sekali. Bercinta dengan aroma seperti ini tentu bisa menikatkan gairah," pikir Dimas di dalam hati. Suara berat Om Herman terdengar kaku dan tertahan. Mungkin Om Herman sedang menahan ubi ungunya yang menancap di lumbung kenikmatan. "Kalau aku tidak kuat. Kamu tidak akan terengah -engah seperti ini, Sekar ..." Tubuh Dimas semakin merinding mendengarnya. Bulu halus di tangannya terlihat berdiri kaku. Libidonya meningkat dan adrenalinnya naik terus sampai ubun -ubun. Telinga Dimas semakin di dekatkan ke pintu yang berbahan kayu sambil menatap ke arah tiang pintu yang kokoh bercat cokelat tua. Desahan wanita yang bernama sekar itu membuat pikiran Dimas melayang bebas. Halusinasinya dalam seks terus ada di benaknya. Andaikan saja ia memiliki seorang kekasih, tentu setiap malam ia akan meminta jatah pada pacarnya untuk di puaskan. Sudah menjadi hal biasa bukan? Bercinta walaupun belum menikah. Ini namanya uji coba. Kalau memuaskan, tentu Dimas akan melanjutkan hubungannya ke jenjang yang tinggi. Kalau tidak memuaskan untuk apa dilanjutkan. Bukankah sebuah pernikahan itu harus di dasari rasa suka sama suka dan bisa saling memuaskan. "Oh ... Mas Herman ... " desah Sekar dengan suara yang membuat beberapa bagian tubuh Dimas berdenyut. "Kamu memang luar biasa Sekar. Cepitanmu sungguh menggigit. Aku puas malam ini ..." suara Om Herman terdengar serius memuji di ikuti dengan suara ranjang yang begitu keras bergoyang hingga mengenai tembok. Ubi ungu Dimas perlahan ikut menegang. Pikirannya semakin fokus dan tanpa sadar ia mengusap ubi ungunya yang sudah mengeras dari balik celana dengan pelan. "Uhh ... Terus Mas ... Lebih cepat lagi ... Aku mau sampai sebentar lagi .... Biarkan aku menuju puncak nirwana dan melihat cicak tersenyum karena perlakuanmu yang liar ..." desah Sekar terus meracau. Tangan Sekar memegang bahu Om herma dengan erat. Tubuh mungilnya berada di bawah dan sudah berkeringat. Lumbung kenikmatannya sudah basah dan licin hingga pergerakan ubi ungu Om Herman semakin cepat dan bergerak bebas keluar masuk tanpa halangan. "Argh!! Om Herman lebih keras lagi sampai mentk. Arghh ... Uhhh ... " Sekar terus meracau dengan kedua mata terpejam. Kepalanya sudah mendongak ke atas memberikan jalan bagi urat sarafnya agar bebas menegang mengikuti rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Satu hentakan saja dari Om Herman membuat Sekar melemas seketika merasakan tubuhnya bergetar hebat dengan banjuirnya lumbung kenikmatan miliknya yang terasa begitu hangat mengaliri ubi ungu yang juga mengeluarkan benih premium pilihan. Teriakan Om Herman dan desahan wanita bersama Sekar membuat Dimas tak bisa menahan lagi dan ia segera masuk ke dalam kamarnya yang tepat berada di samping ruang kerja. Dimas sudah berada di dalam kamar tanpa menutup pinu karena terlalu terburu -buru. Lihat saja, ubi ungunya sudah sesak berada di dalam celana dan harus segera di keluarkan. Belum lagi, ubi ungunya saat ini dalam mode manja sekali. Dimas membuka celananya dan berdiri di samping ranjang menghadap ke kasur. Ia meletakkan guling di atas kasur menghadap dirinya. Fantasinya mulai merajalela. Dimas melepas kemejanya dan hanya memakai kaos dalam hingga tubuhnya kekar yang berotot terlihat sangat tangguh dan kokoh. Dimas mulai mengusap ubi ungunya dan di beri sedikit sensasi usapan tanganya yang lama -lama bergerak cepat seperti sedang mengocok. "Ahhh ..." Desah Dimas meracau. Saat ubi ungunya sudah benar-benar keras dan di rasa bakal mengeluarkan sesuatu dari dalam. Dimas mulai memejamkan kedua matanya dan menjatuhkan tubuhnya di atas guling sambil menggoyang -goyangkan tubuhnya seperti sedang bercinta. Dengan begitu, lava putih di dalam ubi ungu akan keluar sebagai bukti bahwa Dimas sudah puas walaupun hanya dengan fantasi liarnya saja. Sekar yang keluar dari kamar Om Herman untuk mencari makanan dan minuman pun tanpa sengaja berjalan melewati kamar Dimas dan mengintip apa yang diakukan Dimas. Terlihat jelas, kalau lelaki itu seperti sedang bercinta. Tapi ... Di bagian bawah itu bukan manusia, itu hanya guling saja. Sekar mendorong pintu itu dan berjalan mendekati Dimas. "Kamu sedang apa?" tanya Sekar yang sudah berdiri di belakang Dimas. Dimas masih asyik menggesek -gesekkan ubi ungunya di atas guling yang keras dalam pelukannya. Ia pun membuka kedua matanya dan langsung berdiri menoleh ke arah Sekar yang juga menatapnya dengan lekat. "Kamu siapa?" tanya Dimas begitu kaget. Ternyata suara desahan gadis yang ada di kamar Om Herman sangat cantik, imut dan menggemaskan. Tubuhnya mungil berbalut ligerie merah yang sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih. "Aku Sekar ... Kalau kamu butuh bantuan aku. Aku bisa membantumu dari pada harus memakai guling seperti itu. Sungguh mengenaskan sekali kamu ... Memang kamu tidak punya pacar?" goda sekar yang benar -benar mempesona. aroma tubuhnya begitu seksi sekali. "Diam! Apa urusannya sama kamu! Pacar itu malah akan membuat ribet!" tegas Dimas. "Oh ... setidaknya kamu bisa bercinta dengan gratis," jelas Sekar. Sekar berlalu begitu saja sambil melirik ke arah ubi ungu milik Dimas yang benar -benar berukuran besar dan sepertinya sangat kuat di bandingkan milik Herman, kekasihnya. Aroma wangi itu malah membuat Dimas tak bisa menahan lagi. Dimas langsung berjalan mendahului Sekar dan menutup pintu lalu menguncnya. "Kamu mau kemana?! Setelah melihat milikku lalu pergi! Tidak ada yang gratis!" ucap Dimas menatap Sekar yang sama sekali tidak terkejut. Walaupun Sekar sangat ngin mencicipi ubi ungu besar yang menggemaskan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN