Rumah Mahardika malam itu terasa seperti bangunan megah nan tua yang menahan banyak rahasia. Lampu gantung kristal memantulkan cahaya kekuningan yang lembut, tetapi suasana yang menyelimuti seluruh ruangan justru berat, seolah setiap dinding mencatat langkah kaki dan suara napas para penghuninya. Rania masuk lebih dulu, menenteng coat tipis sambil menahan letih yang merayap dari perjalanan. Arga berjalan di belakangnya, wajahnya tenang tapi matanya menyapu sekeliling dengan kewaspadaan khasnya. Tim khusus yang ikut bersama mereka sudah berpencar ke rumah masing-masing setelah makan malam singkat, semua seperti sepakat untuk tidak memperpanjang percakapan karena kelelahan. Nayla dan Gibran juga tadi makan bersama, tapi tanpa satu pun dari mereka yang benar-benar bicara. Hanya tatapan-tata

