Leon masih merasakan dadanya berdegup keras, amarah bergejolak tak bisa ia redam. Hampir saja nyawa mereka melayang akibat tindakan sembrono Liona. Jika bukan karena refleksnya menginjak rem mendadak, mungkin kisah mereka akan berakhir di tengah jalan itu. Leon menatap tajam ke arah adiknya, sorot matanya penuh dengan campuran kemarahan dan kekecewaan. "Sudah puas dengan apa yang kamu lakukan, Liona?! Apa kamu sama sekali tidak memikirkan akibat dari tindakan bodohmu tadi?!" Leon mendesis, suaranya berat menahan emosi yang meluap. Sementara Liona menunduk, sorot matanya kini dipenuhi rasa bersalah. Bibirnya bergerak, mencoba memberi penjelasan meski suaranya terdengar pelan dan ragu. "Aku minta maaf, Kak. Aku nggak bermaksud buat kita atau siapapun celaka. Aku cuma mau Kakak berhenti kar