Bab 9. Pula Dewata, Bali

1161 Kata
Bella merasa seperti berada di atas awan ketika mengetahui bahwa Leon, suaminya, telah mengajaknya untuk pergi ke Bali, pulau yang sudah lama didambakannya. Perasaan bahagia itu semakin menjadi ketika suaminya rela membatalkan rapat penting di pagi hari, demi mewujudkan impian istrinya ini segera. Kini, mereka pun telah tiba di Pulau Dewata, tempat wisata yang sangat Bella nantikan dan membuatnya takjub. "Mas ... ini serius? Aku nggak lagi mimpi 'kan? Kita benar-benar ada di Bali?" gumam Bella, masih belum percaya dengan kebahagiaan yang menimpanya. "Iya, Sayang. Kita benar-benar ada di Bali. Ini 'kan impianmu sejak dulu? Bagaimana, apa kamu suka? Maaf ya, aku baru bisa mengabulkannya sekarang," ucap Leon, rasa bersalah sempat menyelimuti hatinya. Namun, kini ia lega karena bisa mewujudkan keinginan istrinya itu. "Tentu saja, aku sangat suka. Mas, aku benar-benar nggak menyangka, kamu akan mewujudkan mimpi aku untuk pergi ke sini. Kamu tahu 'kan kalau aku selalu memimpikannya? Aku nggak ingin pergi ke luar negeri, tapi aku benar-benar ingin ke sini, Mas. Dan sekarang akhirnya kesampaian, semua berkat kamu," ucap Bella dengan mata berkaca-kaca, rasa haru dan bahagia tak terkira dalam hatinya. Leon mengusap lembut air mata istrinya sambil berkata, "Sayang, sekarang kita sudah ada di sini. Kamu harus senang ya, jangan sedih seperti ini. Dasar bocil." Tindakan mesranya diakhiri dengan ledekan. "Ck, dasar suami tua. Ini tuh namanya terharu, air mata kebahagiaan," balas Bella, menahan senyum di sudut bibirnya. "Biarkan saja lah, aku tua. Yang penting kamu cinta," sahut Leon dengan bangga. "Iya, iya, aku memang cinta banget sama kamu. Makasih banyak ya, Mas. Aku ngerti kok selama ini kamu sibuk, bahkan sekarang. Tapi, kamu masih menyempatkan waktu untuk membawa aku ke sini." Ucapan Bella penuh rasa syukur, kemudian ia pun memeluk suaminya erat. Leon membalas pelukan Bella, mencium rambut istrinya yang harum. "Syukurlah, Sayang. Aku benar-benar senang bisa melihat kamu bahagia seperti ini. Aku nggak sanggup kehilangan kamu kalau kamu sampai tahu tentang statusku yang sebenarnya. Maafkan aku yang terlalu pengecut untuk mengakuinya. Aku sangat mencintai kamu, Bella," gumamnya dalam hati. Merasa cukup lama berpelukan, Bella pun melepaskan diri dan mengajak Leon melanjutkan perjalanan. "Mas, kita nggak mungkin berdiri di sini terus 'kan?" ujarnya. Leon tersenyum lalu menjawab, "Ya, nggak lah, Sayang. Kamu tenang saja, semua sudah aku urus: penginapan dan segala sesuatunya. Semuanya sudah beres." Kata-kata Leon meyakinkan, mencerminkan bahwa dia memang sudah mempersiapkan semuanya dengan matang demi kebahagiaan istri kecil tercintanya itu. "Oke, kalau begitu ayo, Mas. Aku nggak sabar lagi mau ke pantai. Aku mau lihat para turis yang ada di sana," kata Bella penuh semangat. Leon merasa senang melihat antusiasme Bella, namun ada perasaan cemas juga menghantuinya. "Ih, kamu ini, ya. Awas saja, kalau kamu sampai genit sama cowok-cowok bule itu." Dia memperingatkan Bella. "Ya ampun, Mas, yang ada kamu tuh yang harus jaga mata di sini. Pasti banyak para bule cewek dengan berpakaian seksi. Awas aja, kalau sampai mata kamu jelalatan!" Bella balik memperingatkan. "Aku sama sekali nggak tertarik dengan mereka. Karena di mata aku, hanya kamu yang paling cantik dan paling seksi," ucap Leon sambil membisikkan kalimat akhirnya, membuat Bella pun terkekeh. Lalu, keduanya pun bergegas menuju ke resepsionis untuk menanyakan keberadaan kamar mereka yang sudah dipesan oleh Leon. Setelah menaruh pakaian dan berganti pakaian renang, kini Bella dan Leon sudah berada di pantai. Mereka terlihat begitu bahagia saling melemparkan air dan tertawa riang bersama. Semua perasaan cemas yang sempat hadir, kini lenyap, digantikan oleh kebahagiaan yang tak terkira. Leon merasa jika bersama Bella, beban di pundaknya terasa hilang. Bahkan, rasa lelah yang biasa ia rasakan juga sama sekali tak terasa karena wanita tersebut. Keduanya tampak berenang ke sana kemari, menikmati setiap momen yang ada. Namun, di tengah kebahagiaan bersama Bella, Leon merasa ada sesuatu yang tidak beres. Tiba-tiba saja, Bella yang menenggelamkan kepalanya lama tidak muncul. Kemudian, istrinya itu melambai-lambaikan tangannya seperti orang yang meminta tolong karena tenggelam. "Bella!" teriak Leon. Ketakutan mulai menyelimuti hati Leon, dengan rasa panik yang menggebu, segera saja ia berlari mendekati lokasi dimana istrinya tersebut menghilang. Namun tiba-tiba saja ... Ba! Leon merasa syok karena di saat itu Bella tiba-tiba saja muncul dan mengejutkannya dengan bermain ci luk ba, seperti anak kecil. "Sayang, maksud kamu apa? Kamu ngerjain aku?" kata Leon dengan campuran rasa lega dan jengkel. Bella tampak nyengir kuda. "Hehehe, maaf, Sayang. Jangan marah dong, aku 'kan cuma bercanda. Kamu pasti panik ya, takut aku tenggelam," ujarnya yang masih tampak bercanda. Leon menarik napas dalam-dalam, mencoba meredam kepanikan yang baru saja menggulung hatinya. "Kamu ini benar-benar keterlaluan ya, aku pikir tadi kamu kenapa-napa. Sayang, jangan membuat aku khawatir seperti itu," ucapnya dengan wajah tegang. Bella menyadari kesalahannya dan meminta maaf. "Iya, iya, sorry. Aku 'kan cuma bercanda. Kamu tenang saja, aku pandai berenang kok." "Iya, tapi tetap saja kamu harus hati-hati. Ingat, kamu nggak sendirian. Ada anak kita di dalam kandungan kamu," kata Leon dengan rasa cemas. Bella hanya tersenyum dan menjawab, "Iya calon papa, bawel banget sih sekarang. Ayo kita ke sana, aku mau jalan-jalan di tepi pantai." Leon mengangguk setuju, lalu ia pun membantu istrinya itu keluar dari air. Mereka pun berjalan ke tepi pantai sambil bergandengan tangan, menikmati angin yang sepoi-sepoi. Bella merasa bahagia, meskipun ia tahu bahwa kehamilannya membuat mereka harus ekstra hati-hati. Tiba-tiba, ada seorang bule cantik yang hanya menggunakan bikini tampak tersenyum kepada Leon dan bahkan menegurnya, "Hi, how are you? Nice to meet you." Bella merasa terganggu dengan sikap bule tersebut. "Apaan sih, nih bule. Ngapain goda-godain suami orang? Nggak lihat di sini ada istrinya," ucap Bella kesal. Dengan langkah cepat, Bella langsung memasang badan, berdiri di depan Leon. Bule itu tampak mengomel dengan menggunakan bahasa Inggris, namun Bella tidak peduli. Ia menarik suaminya menjauh dari bule itu sambil merasa lega. Leon hanya terkekeh, mengetahui betapa besarnya cinta sang istri padanya. "Sayang, kamu ini kenapa sih? Pelan-pelan dong jalannya," kata Leon dengan nada cemas. "Kamu nih ya, senang ya, digodain sama bule tadi? Lupa sama apa yang aku bilang? Kamu tuh, matanya jangan jelalatan," ucap Bella dengan kesal. "Astaga, Sayang, mata aku tuh nggak jelalatan. Tapi memang sudah dasarnya dari sana, 'kan aku tampan. Jadi, wajarlah kalau sampai bule saja naksir sama aku," sahut Leon dengan percaya diri. "Ck, narsis. Awas ya, kamu, kalau sampai kegatelan sama bule-bule itu. Pokoknya aku akan hajar mereka," ancam Bella dengan raut wajah serius, walaupun sebenarnya ia hanya bercanda. "Iya, iya. Kamu tenang saja, baby. Aku tidak akan mungkin berpaling dari kamu, apalagi tertarik sama bule-bule itu. Hanya kamu di mataku yang paling cantik sedunia," ucap Leon sambil merayu, yang membuat Bella tersenyum senang. Tiba-tiba saja, Leon menangkap tubuh mungil istrinya dan menggendongnya ala bridal, yang membuat Bella sangat terkejut, menatap suaminya itu dengan mata terbelalak. Bella merasa berdebar, jantungnya berdetak tak karuan, tak menyangka bahwa di tengah suasana yang tegang ini, Leon bisa membuatnya merasa bahagia kembali. "Aku nggak peduli walaupun aku cuma istri kedua, Mas. Bagaimanapun juga, aku yakin kalau kita bisa melewati masalah seberat apapun, asal kita selalu bersama dan saling mencintai," batinnya. Bersambung …
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN