Anin melepas pelukan Lukas, berbalik menatap sinis lelaki yang layaknya jalangkung, datang dan pergi sesuka hati. Namun, amarahnya perlahan surut saat pandangannya jatuh pada wajah lelah Lukas. Ada sesuatu yang berbeda di wajah itu—rapuh, tapi tetap memaksakan ketegaran. Yang menjadi pusat perhatian Anin adalah bibir Lukas. Tangan Anin terulur tanpa sadar, menyentuh sudut bibir Lukas yang terluka, membuat lelaki itu meringis pelan. “Aku baik-baik saja,” ujar Lukas, seolah tahu apa yang Anin pikirkan. Anin menarik napas panjang, lalu menuntun Lukas duduk di sofa. “Aku ambilkan obat—” Langkahnya terhenti ketika Lukas menahan pergelangan tangannya dengan lembut, membuatnya terduduk di sandaran lengan pada sofa. “Aku sudah mengobatinya,” katanya singkat. “Ini cuma luka kecil, tidak perlu di