“Benar, Anin kekasih saya.” Tentu bukan Anin yang jawab, tetapi … Lukas. Semua yang duduk semeja dengan Anin serempak menoleh ke arah suara itu—Lukas yang kini berdiri di belakang mereka, perlahan mendekat. “Ada masalah?” tanyanya tenang. Anin memejamkan mata, ingin lenyap dari tempat duduknya. Sementara rekan-rekannya buru-buru menggeleng. “Boleh saya duduk di sini?” Lukas menunjuk kursi kosong di samping Anin. Tanpa pikir panjang, semuanya kompak mengangguk. Bahkan Ilyas yang duduk di sebelah Anin langsung berdiri, mempersilakan Lukas duduk, lalu kembali ke tempat duduknya. Lukas duduk santai, sementara Anin dan rekan-rekannya tertunduk, tak berani menatap langsung. Suasana jadi kaku, canggung, tapi Lukas tetap tenang seperti biasa. “Mau pesan makan?” tanya Anin lirih, ragu. Lukas

