Lukas Zavier Mahesa. Lelaki yang berdiri di hadapan Anin saat ini adalah Lukas. “Pagi, Pak,” sapa Anin. Anin menelan ludah karena sapaannya tidak berbalas, jemarinya saling meremas. Tatapan Lukas menusuk tajam, seolah siap menerkamnya hidup-hidup, kapan saja. Ada bara amarah di sana, membuatnya ingin mundur, kalau perlu menjauh sejauh mungkin. Namun, di saat yang sama, ada sesuatu yang lain—sebuah isyarat yang tak kalah kuat. Bolehkah Anin percaya diri? Ia melihat kerinduan yang mendalam di mata Lukas. Jantung Anin berdegup kencang, nyaris melompat keluar dari dadaanya. Cepat-cepat, ia menggeleng, menepis semua perasaan yang bergejolak. Tidak, ia tidak boleh terjebak lagi. Fokus, Anin. Harus fokus, batinnya. Pandangan Anin beralih pada atasan langsungnya. “Mr. Liang perihal meeting si

