Langkah Reina terdengar menggema di koridor mansion Alvaro. Tumit sepatunya menghantam marmer dingin, seolah menyalurkan amarah yang terus membakar di dadanya. Ia datang tanpa undangan, tanpa pemberitahuan. Dan pelayan yang membukakan pintu bisa melihat dengan jelas bagaimana mata wanita itu menyala penuh emosi. “Tuan Alvaro sedang di atas,” ucap pelayan itu pelan. Reina tak menjawab. Ia langsung melangkah cepat menaiki anak tangga, tidak butuh izin. Di luar kamar, ia mengetuk pintu dengan keras. Tak lama, pintu terbuka. Alvaro berdiri di sana dengan rambut masih basah dan jubah tipis menggantung di tubuhnya. “Apa yang kau lakukan kemari malam-malam begini?” tanyanya tenang. Reina mendorong pintu lebih lebar dan masuk ke dalam ruangan tanpa menunggu persetujuan. “Aku sudah cukup sabar.