Udara di ruang tamu mansion itu seolah berhenti bergerak. Sorot tajam Alvaro terkunci pada Marco, pria yang kini berdiri di depannya dengan senyum congkak. Arielle merasakan getaran halus di jemari Alvaro yang menggenggam tangannya, pertanda bahwa amarah sang suami sudah berada di ambang batas. Matteo menunggu di sisi, tubuhnya sedikit condong ke depan, siap jika perintah keluar. “Kalau begitu, tunjukkan, Alvaro,” ujar Marco, menantang dengan nada melecehkan. “Aku ingin lihat apakah kemarahanmu cukup kuat untuk membunuhku di depan wanitamu sendiri.” Rahang Alvaro mengeras, napasnya turun berat. Tangannya semakin erat menahan jemari Arielle, seolah hanya itu yang membuatnya tetap waras. Namun sebelum ketegangan itu pecah, langkah tergesa terdengar dari arah lorong. Leon muncul berlari, w