Koridor di luar kamar kembali gaduh. Suara langkah cepat bertabrakan dengan bunyi roda tandu. Pintu kamar Alvaro tertutup rapat. Matteo berdiri di sisi, satu tangan menekan hidungnya yang masih berdarah, satu lagi menenteng radio yang terus berdesis. “Tim tiga, kunci ujung lorong,” perintah Matteo singkat. “Jangan ada yang mendekat tanpa izin.” Pengawal yang tadi mengejar Louise muncul kembali. Bajunya kusut, pelipisnya memar. Ia menahan napas sambil menepuk d**a. “Target kabur ke tangga servis,” lapornya. “Ada perempuan menghadang. Bukan staf rumah sakit.” Matteo menajamkan mata. “Ciri-ciri.” “Jas medis. Topi bedah. Membawa tas hitam besar.” Arielle menatap ke pintu. “Reina,” ucapnya pelan namun jelas. Pengawal itu mengangguk ragu. “Sepertinya iya.” Matteo mendekati panel. “Tetap