“Gila!” seru Riki terperanjat namun tak bereaksi sampai meloncat atau setidaknya melempar hapeku yang sedang dipegangnya. Riki memang bukan manusia lebay. “Kenapa?” tanyaku sok kalem, sesungguhnya aku tak puas dengan ekspresinya hanya begitu. Aku berharap dia melempar hapeku setelah melihat hasil tangkapanku sore ini di joglo kebun itu. “Ini beneran?” tanyanya masih menyanksikan diriku. Lebih tepatnya mungkin dia juga tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. “Berterima kasihlah pada sekawanan burung kutilan dan teknologi. Burung-burung itulah yang memberikan tanda-tanda alam bahwa di sana ada sesuaru yang tidak lazim. Sementara kemajuan teknologi telah membuatku bisa mempersembahkan live show yan sangat hebat itu pada dirimu, tanpa kamu harus repot mengendap-endap dan dikerubuti