CHAPTER 3

1063 Kata
Musim semi Reanne tersadar dari memori enam bulan yang lalu ketika ia mendengar kepala pelayan memukul meja di depannya. Reanne mengedipkan matanya sebelum memegangi dadanya yang bergemuruh karena keterkejutan. "Reanne? Lagi-lagi kau melamun. Tugasmu masih banyak, Reanne. Jangan sampai majikan kita tahu kalau kau pemalas." Wanita itu mendengus sebal, pemalas dari mananya? Dilihat dari manapun juga, Reanne termasuk wanita yang rajin. Ia membersihkan setiap sisi mansion besar yang mewah ini, membuat sarapan bahkan membersihkan kandang anjing di halaman belakang. Apakah ia patut untuk disebut pemalas? "Maaf, Madam. Aku tadi sedang memikirkan sesuatu." "Sudahlah, Reanne. Apapun yang ada di kepalamu itu, biarkan saja. Oh ngomong-ngomong, kau belum menyelesaikan tugasmu di lantai dua." Wanita itu berjalan dengan cepat ke lantai dua untuk menghindar dari celotehan menyebalkan si kepala pelayan. Sifatnya sama saja dengan Noah b******k itu, cocok sekali jika disandingkan. Reanne menghela napas lelah ketika kakinya sampai di lantai dua. Ini sudah lima bulan sejak dia bekerja pada pria yang waktu itu menolongnya dari keterpurukan. Pria yang kini menjadi majikan barunya. Reanne benar-benar berhutang budi padanya karena peristiwa itu. Sebenarnya malam ini ia sudah dibebastugaskan, hanya saja nenek sihir itu masih memaksanya untuk melakukan tugas melelahkan ini selama majikan mereka tak tahu. Namun Reanne dengan sabar melaksanakannya, lagipula ia dibayar. Ini uang yang berharga untuknya karena bukan hasil ia menjual diri. Uang ini ia dapat dari kerja kerasnya dalam membersihkan rumah. Ngomong-ngomong soal rumah, baru tiga minggu dia pindah ke tempat ini. Sebelumnya ia bekerja di mansion utama, tapi Nyonya besar di situ meminta beberapa pelayan untuk pindah ke rumah salah satu anaknya, yaitu Tuan Aaron. Reanne baru tahu kalau rumah ini adalah rumah baru. Nyonya besar mengatakan kalau putra sulungnya telah membeli rumah ini sejak dua atau tiga bulan yang lalu. Wow, dasar keluarga kaya! "Aku juga pernah kaya, walau sebentar," Gumamnya. Ia berjalan ke arah ruang santai, membersihkan apapun yang bisa ia bersihkan. Sebenarnya semuanya sudah beres, hanya saja si nenek sihir sialan itu ingin menyiksanya karena dia adalah pelayan kesayangan. Uh, maksudnya kesayangan adalah Nyonya mereka agak mengistimewakan Reanne karena Sarah mengetahui latar belakang Reanne dari putranya. Reanne awalnya merasa tak enak karena diperlakukan demikian, tapi sepertinya keluarga Grissham menganggap itu baik-baik saja. Dia ingat sekali saat dirinya memohon pada Aaron untuk dipekerjakan sebagai pelayan atau apapun selain menjual dirinya. Reanne ingin hidup normal disamping ia mau berbalas budi. Untungnya Aaron berbaik hati mengenalkannya pada keluarga Grissham hingga sekarang ia berada di tempat ini. Reanne melepas jepitan rambutnya, ia duduk di atas kursi panjang di dalam ruangan itu sembari menenangkan pikirannya yang sedikit membelah. "Reanne? Astaga, kenapa kau malah istirahat di sini? Apa kau sudah mengganti bed cover di kamar Tuan Muda?" Reanne ingin mengumpat, ia baru beberapa menit duduk di sini, tapi Madam Enid tak mau ia istirahat sejenak saja. Tanpa banyak berkata, Reanne bangkit dari sana. Dia berjalan cepat melewati Enid yang menatapnya tak suka. Reanne pergi ke ruang khusus di mana perlengkapan tidur tersimpan. Ia meraih bed cover dengan motif awan lalu membawanya ke kamar Tuan Aaron. Baru kali ini Reanne mengunjungi kamar Tuannya karena biasanya tugas ini diserahkan pada pelayan senior yang tengah cuti, Grace. Reanne menatap penuh kekaguman pada interior kamar ini. Sentuhannya benar-benar manly sekali. Tanpa banyak bicara lagi, Reanne segera melaksanakan tugasnya. Selama lima bulan ia bekerja apa keluarga Grissham, terhitung hanya lima atau enam kali dia bertemu dengan Tuan Aaron. Hal itu membuat Reanne tak tahu banyak tentang Aaron. Sebenarnya ia ingin mengenal pria itu lebih dekat, tapi bukannya mencoba untuk menggoda pria itu. Reanne hanya ingin menjadi temannya, tapi sepertinya Aaron adalah tipe pria yang tidak membutuhkan itu. Dia bisa lihat kalau Aaron hanya berbicara jika itu menurutnya penting saja. "Reanne, apa yang kau harapkan darinya? Cukup berterima kasih saja dan tak usah banyak rencana," Gumamnya pada diri sendiri. Reanne menyapukan pandangannya pada seisi kamar. Ia berbaring ke atas ranjang empuk milik si Tuan Muda yang kaya. Ini jauh lebih empuk dibanding kasur miliknya di kamar pelayan. Reanne melirik pintu, tak ada tanda-tanda kalau Aaron sudah kembali. Dia memberanikan diri untuk menjelajahi lagi seluruh isi kamar. Mulai dari melihat bingkai-bingkai foto yang terpajang di meja putih. Reanne meraih salah satu fotonya, ia melihat di sana ada Aaron yang tengah memakai pakaian wisuda. Ia memandang betapa bahagianya Aaron bersama orangtuanya. Reanne mampu melihat adanya raut kebanggaan yang ditunjukkan oleh Ayahnya Aaron pada putranya. Oh, tentu saja kan? Siapa yang tidak bangga memiliki anak seperti Aaron? Sudah pintar, tampan pula dan jangan lupakan kalau dia menuruni bakat ayahnya dalam berbisnis. Ia tersentak saat mendengar langkah sepatu yang terasa dekat dengannya ditambah tuas pintu itu berbunyi. Ia cepat-cepat berlari ke pintu yang ia yakini akan membawanya ke kamar mandi. Sialan! Reanne menetralkan detak jantungnya. Ia berusaha untuk berpikir normal dan menyusun sebuah kalimat yang pantas untuk ia katakan pada Aaron jika pria itu memergokinya disini. Ia membuka pelan pintu kamar mandi untuk memastikan keadaan. Ya tuhan, ternyata benar saja. Tuan Aaron sudah kembali. Reanne mengerutkan dahinya, pria itu tampak tak baik-baik saja. Wajahnya memerah seperti orang mabuk atau jangan-jangan memang iya? Reanne meremas tuas pintu saat dia melihat Aaron tengah berusaha melepas sweater berbentuk turtle neck. Reanne tidak tahu kenapa matanya tak bisa lepas dari pemandangan itu. Bola matanya melebar sempurna saat ia melihat dengan jelas otot-otot tubuh yang dimiliki Tuan Aaron. Dari pencahayaan yang minim di dalam kamar, Reanne masih bisa menebak kalau Aaron adalah pria yang perkasa. Dadanya semakin tak berhenti berdegup kala melihat pria itu melepas gespernya. Ia menggigit bibirnya kencang lalu berusaha untuk menutup mata, tapi egonya mengatakan untuk tak melakukan itu. Sial! Sial! Reanne bukannya baru pertama kali melihat tubuh pria mengingat dia dulunya p*****r. Hanya saja, tidak ada pria yang memiliki tubuh seksi seperti pria itu. Reanne menyapukan matanya lagi. Sekarang selangkangannya terasa berdenyut-denyut. Aaron sudah telanjang bulat, pria itu berjalan dengan langkah gontai sebelum menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Reanne menutup matanya sejenak. Ia memberanikan diri untuk keluar walau jantungnya terasa ingin berhenti berdetak. Reanne menarik napas dalam-dalam lalu menoleh ke arah ranjang. Mata Aaron sudah terpejam erat dan dia... Ya tuhan! Keadaannya benar-benar telanjang bulat! "Reanne! Sadarlah! Kumohon jangan jadi jalang dulu!" Ucapnya pada diri sendiri sembari ia memukul pipinya beberapa kali. Reanne melangkah sangat pelan, ia memejamkan matanya sedikit sebelum meraih selimut lalu menutupi tubuh telanjang Aaron yang benar-benar menggodanya saat ini. Dari sini Reanne bisa mencium aroma alkohol. Ternyata benar, Aaron sedang dalam pengaruh alkohol. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN