"Tu-tuan Aaron... A-apakah Anda membutuhkan sesuatu?"
Tak ada jawaban apapun. Reanne meneguk ludahnya dengan susah payah, ini tak baik. Benar-benar tak baik untuk kinerja otaknya yang dangkal. Usaha seperti apapun juga terasa sangat percuma disaat rasa ingin tahunya tentang hal tersembunyi dari Aaron semakin besar. Perlahan Reanne menjalankan telunjuknya ke sepanjang lengan penuh otot milik tuannya itu. Keras!
Dia pasti suka olahraga, pikirnya.
"Kenapa aku baru sadar kalau Tuan Aaron ini memang mempesona?" Tanyanya pada diri sendiri. Reanne tersentak saat mendengar geraman dari pria itu. Ia terlihat seperti mengendus sesuatu.
Oh, Reanne baru menyadari sesuatu. Apakah aroma parfumnya menempel di atas ranjang saat dia berbaring di sini tadi? Oh, Tuhan!
"It teases me."
Reanne terpaku mendengar ucapan itu. Apa Aaron baru saja mengatakan kalau aroma tubuhnya menggoda?
"Tuan Aaron? A-apakah aku boleh menyentuhmu?" Yap. Reanne tahu ini gila, tapi ia tak bisa berbuat apapun karena kini ia telah dilanda gairah yang tak tertahankan. Aaron sedang mabuk berat, mungkin ia bisa memanfaatkan keadaan ini untuk mengetahui seberapa perkasa Tuannya itu.
Tanpa tahu malu lagi, Reanne naik ke atas ranjang. Ia menduduki perut Aaron dengan jantung yang nyaris copot. Ini gila, bahkan lebih gila. Namun, ia tak bisa menahannya lebih lama lagi. Reanne membutuhkannya!
Aaron masih terpejam, tapi demi Tuhan! Tangan pria itu bergerak meraih pinggulnya yang ditutupi pakaian pelayan. Reanne menaruh tangannya tepat di atas d**a pria itu sedangkan matanya memejam menikmati sentuhan Tuannya.
Tangan Aaron bergerak semakin ke atas, masuk ke dalam pakaiannya untuk menggapai sesuatu. Reanne memberanikan diri untuk melihat Aaron dan ia terkejut saat bola mata pria itu tak lagi memejam. Dia menatap Reanne sayu.
"Beautiful and.. sounds naughty."
"Tuan Aaron? A-anda sudah sadar?"
Aaron tak menjawab. Dapat dipastikan dia masih mabuk. Setidaknya Reanne bisa bernapas lega malam ini. Wanita itu memberanikan dirinya untuk mencium bibir Tuannya yang mengundang.
Ciumannya berbuah manis, tanpa ia sadari, Aaron membalas ciumannya dengan ganas. Pria itu bahkan menekan tengkuk Reanne kencang hingga ciuman mereka terasa sulit dihentikan.
Reanne melenguh nikmat ketika bibir pria itu mendapati lehernya lalu menciptakan noda kemerahan yang katanya sulit hilang. Namun Reanne tak peduli, dia menikmati apa yang kini tengah ia gapai.
Wanita itu balas mengecup rahang dan leher Aaron penuh nafsu hingga ada tanda kemerahan pula di leher pria itu. Oh, ini menakjubkan!
Namun di tengah rasa kenikmatan yang mencoba menggelungnya ini, Reanne tersadar akan sesuatu. Dia dengan segera beranjak dari tubuh Aaron— berjalan menjauhi ranjang hingga punggungnya menyentuh dinding. Reanne membawa tangannya ke atas bibir sebelum matanya memandang Aaron yang tampak kebingungan, tapi akhirnya pria itu jatuh terlelap.
"Tidak... Aku... Aku bukan p*****r lagi. Aku bukan wanita bayaran!" Akhirnya Reanne memutuskan untuk keluar dari kamar Aaron. Dia menuruni tangga dengan cepat untuk segera sampai ke kamarnya. Sebelumnya matanya sempat bertemu dengan Madam Enid, tapi ia tak peduli lalu masuk dan mengunci pintu kamarnya.
...
Reanne tengah membersihkan meja ruang tamu saat ia mendengar ada tamu yang datang. Madam Enid membuka pintu lalu tunduk hormat pada Nyonya Grissham dan Nona Muda Alaina yang datang.
Mereka tampak berbincang tentang sesuatu sebelum Enid memintanya untuk membuatkan minuman dingin. Reanne dengan segera pergi ke dapur untuk membuatkan minuman yang tadi diperintahkan oleh Enid. Jangan sampai ia berbuat kesalahan.
Ia tersentak saat suara sepatu hak mendekat padanya.
"Reanne?"
"Iya, Nona?"
Alaina menatapnya dengan senyuman. Kadang kala Reanne merasa iri karena Alaina sangat cantik, dia seperti malaikat. Wajarlah jika Aaron berwajah tampan, adik kembarnya saja cantik. Keluarga Grissham memang punya bibit unggul.
"Sudah lama aku tak melihatmu. Bagaimana di sini? Apakah nyaman bekerja dengan kakak es ku itu?"
Reanne tidak tahu dirinya harus tertawa atau tidak, tapi yang jelas ucapan itu setidaknya membuat dia ingin sekali tertawa.
"Iya, Nona. Tuan Muda sangat baik."
Alaina tak lagi menjawab. Alisnya terangkat sedikit saat melihat ada tanda kemerahan di bagian leher Reanne. Bukan satu, tapi ada dua.
"Reanne? Luka memar bekas apa itu?"
Dia mengikuti arah pandang Alaina pada lehernya dan seketika mata Reanne melebar ngeri. Ya, Tuhan! Bagaimana dia bisa lupa dengan kissmark sialan ini? Karena ulahnya semalam lah tanda ini muncul!
"Oh, i-ini.. uhm.."
"Kau dicium, ya?"
Dalam hati Reanne ingin mengumpat. Kenapa Alaina sangat frontal sekali saat mengatakannya? Dia gadis yang peka rupanya.
"Bu-bukan, Nona. A-aku, ini..."
"Aku hanya bercanda, Reanne. Ya sudah, aku bawa minuman ini ke lantai atas ya? Aku ingin menemui kakak."
Reanne tak sempat berkata apapun lagi. Alaina pergi sambil membawa nampan berisi minuman itu, meninggalkan dia dengan rasa malunya yang besar.
Di lantai atas, Alaina masuk ke dalam kamar kakaknya. Ibunya sudah berada di dalam sana, tampaknya mereka tengah berbicara.
"Mom mengerti kalau kau semalam itu kesal, Aaron. Aku bisa melihatnya, tapi tak bisakah kau bersikap sopan pada keluarga Brittany?"
Aaron menatap ibunya jengah. Apakah pembahasan ini tak ada ujungnya?
Alaina menaruh nampan tadi di samping ranjang lalu ia duduk di atas ranjang sembari mengamati kakak dan ibunya yang tengah terlibat percakapan.
"Mom, aku setuju dengan pendapat Aaron. Brittany itu memang cantik, tapi dia terlalu materialistis. Memang dia baik cuma tak ada dari kami yang menyukainya."
Sarah menatap mata putrinya itu lalu menggeleng seakan mengatakan kalau dia jangan memanasi suasana.
"Ku mohon, Mom. Berhenti ikut campur dalam hidup ku."
Ucapan itu membuat Sarah bungkam. Kalimat yang diutarakan Aaron mengingatkan dirinya akan mendiang mertuanya, Marilyn. Alex pernah berkata hal semacam itu pada ibunya dulu dan Sarah tahu benar alasan kenapa pria itu mengatakan nya.
Wanita itu memegang punggung tangan putranya sebelum mengelusnya pelan,"Kau benar-benar terlihat seperti ayahmu, Aaron. Namun tak apa, Mom tak akan memaksamu untuk menikahi Brittany. Hanya saja, jika ada pertemuan dengan keluarganya, usahakan kau bisa hadir, nak. Jangan seperti semalam."
Aaron hanya mengangguk paham. Sarah kemudian mengecup dahi putranya lalu beranjak keluar sambil membawa segelas minuman yang tadi ditinggalkan oleh Alaina— meninggalkan Alaina dan Aaron berdua di kamar.
"Kak, ibu terlihat sedih."
Aaron menghembuskan napasnya, dia meraih minuman dingin itu lalu menyesapnya sebelum meletakkan gelasnya kembali ke atas nampan.
"Lalu aku harus apa? Menikahi Brittany agar ibu senang?"
Alaina menggeleng kecil. Tidak seperti itu juga sih.
"Jadi semalam kau kemana? Menghilang lalu ponselmu mati."
"Kelab."
Alaina membulatkan matanya,"Jangan bilang kau-"
"Please, jangan berlebihan. Aku hanya minum beberapa gelas," Potongnya.
"Aaron, kenapa kau tidur telanjang?"
Aaron memerhatikan tubuhnya sebelum melempar bantal tepat di depan wajah adik kembarnya.
"Pergi saja sana."
Alaina menatapnya kesal. Mata tajamnya tak sengaja melirik tanda bekas ciuman di leher kakaknya. Sama dengan milik-
Gadis itu membulatkan kedua matanya. Apa jangan-jangan semalam terjadi sesuatu antara Aaron dan Reanne?
Hanya Aaron sendiri yang bisa menjelaskan itu. Alaina dengan segera beranjak keluar kamar. Dirinya mau bertanya pada Reanne langsung.
Aaron menatap kesal ke arah pintu di mana Alaina baru saja keluar. Tidak bisakah mereka membiarkan dirinya tenang sejenak?
Pria itu meraih handuk putih dari dalam laci nakas, melilitnya di pinggang sebelum masuk ke dalam kamar mandi. Aaron tak mengingat apapun semalam. Dia mabuk dan semuanya terlupakan begitu saja.
...
Reanne tidak tahu mengapa tadi pagi Alaina menanyakannya pertanyaan aneh. Ia pasti mencurigai sesuatu dan semoga saja tadi pagi adalah yang terakhir Alaina menanyai dirinya soal ciuman.
"Oh, Reanne?"
Dia tersentak lalu dengan cepat menoleh ke belakang,"Tu-tuan?"
"Maaf jika aku mengejutkanmu. Tolong buatkan aku teh madu hangat dan bawa ke ruang kerjaku, ya?"
Reanne langsung mengangguk, dia berjalan cepat melewati Aaron untuk segera menyelesaikan tugasnya.
Aaron terpaku.
Aroma ini...
Aroma yang terasa familiar.
Ia membalikkan tubuhnya, menatap punggung Reanne yang tegang. Sungguh, wangi yang menguar dari rambut wanita itu terasa sangat familiar. Seperti ia sudah pernah menciumnya.
"Reanne? Apa kau ke kamarku semalam?"
TBC