Bab 1. Perselingkuhan

1342 Kata
Mira sudah tidak sanggup meneteskan air mata lagi setelah melihat kiriman foto dari seseorang yang nomornya tidak dia ketahui, foto suaminya sedang tidur dengan wanita lain di saat dirinya tengah menunggu kepulangan sang suami dari bekerja, tapi pria itu malah asik berselingkuh di luar sana. “Mas … aku tidak tahu apa salahku padamu, tapi kau benar-benar jahat,” lirih Mira dengan mata yang mulai berkaca-kaca lagi. Masih belum pulang juga. Mira terpaksa keluar rumah menunggu suaminya pulang, di luar sangat gelap gulita dan juga dingin menyeruak menyentuh kulit, tapi Mira lebih merasa sakit hatinya daripada rasa dingin angin malam. Mira bisa melihat sorotan dua cahaya dari kejauhan yang semakin lama menghampiri, disusul bayangan mobil yang semakin terlihat jelas dari kegelapan. Suaminya sudah pulang dengan perlahan keluar dari mobil. “Kau belum tidur?” Suara berat dan serak yang familiar mengetuk indra pendengaran Mira. “Mas Bima tahu sendiri, aku tidak bisa tidur kalau suamiku belum pulang dari bekerja,” jawab Mira dengan nada yang dibuat santai. “Meeting di kantor kali ini berlangsung lama, tadi aku harus lembur dulu bersama pegawai lainnya mempersiapkan untuk besok,” ujar Bima. “Meeting di kantor katanya? Selain tukang selingkuh, kau juga pembohong, Mas!” jerit Mira dalam hatinya. Wajah Mira masih datar terkesan menahan sesuatu tidak kentara dari hatinya yang susah payah dia sembunyikan. “Meeting di kantor atau di hotel?” tanya Mira dengan suara yang mulai bergetar menatap suaminya. “Di kantor,” jawab Bima singkat. Mira menatap nanar suaminya yang masih terus berbohong dengan santai tanpa beban, sedangkan dirinya susah payah menahan kesakitan yang sangat mengganjal di hatinya, sampai sini Bima masih belum menyadari seperti apa ekspresi Mira. “Di kantor atau di hotel?” tanya Mira lagi. Kali ini suaranya bergetar hebat, dia sudah tidak sanggup lagi menahan gemuruh di hatinya karena melihat wajah suaminya yang terlampau santai padahal sudah membuat kesalahan yang begitu besar. “Ada apa denganmu?” tanya Bima masih dengan nada yang santai tidak bersalah. Mira mengalihkan wajahnya, dia benar-benar tidak sanggup jika harus beradu tatap dengan pria pembohong dan tukang selingkuh seperti suaminya. “Jangan lupa pakai pengaman ketika melakukannya, jangan bawa penyakit ke rumah,” ucap Mira yang masih mengalihkan wajahnya. Bima langsung melotot dan hatinya terasa mencelos ke bawah, mendengar hal itu langsung dari istrinya, sudah dipastikan kalau Mira tahu semua tentang rahasia gelapnya yang dia sembunyikan dengan sangat rapat. “Mir, aku minta maaf, aku khilaf.” Bima meraih kedua tangan Mira. “Aku janji tidak akan mengulanginya lagi, aku akan mengakhiri hubunganku dan dia,” lanjutnya. “Apa sekarang kau mengakuinya? Gampang sekali membuatmu untuk jujur,” ucap Mira tersenyum miris. Bima makin dibuat panik karena tidak sengaja mengakui semua perbuatannya, dia benar-benar tidak bisa berkilah lagi sekarang. Bima memeluk Mira yang dari tadi diam saja menahan tangis, begitu dipeluk tangis Mira pecah. Ingin sekali dia berteriak memaki suaminya saat ini. “Kau benar-benar tega melakukan ini, di mana salahku padamu?! Aku selalu berusaha menjadi istri yang baik dan selalu menempatkan posisimu di atasku, tapi apa yang kau lakukan, Mas …? Kau menghianati aku!” ungkap Mira dengan semua kekesalan yang dia rasakan. Bima sangat menyesali perbuatannya, dia tidak pernah menyangka akan ketahuan begini, dia masih sangat mencintai istrinya, tapi perasaannya goyah sebentar dan menjadi jenuh ketika istrinya tengah hamil. Sekarang begitu Mira tahu semuanya perasaan Bima jadi kembali lagi, dia masih merasa takut jika Mira pergi meninggalkannya. “Maaf, Mir … berikan aku kesempatan, aku akan memperbaikinya, pikirkan anak kita,” ujar Bima memperingati jika Mira meminta perceraian masih ada anak yang membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya. “Sekarang kau menggunakan anak kita yang belum lahir sebagai alasan, waktu kau melakukan itu, apa kau memikirkan aku dan anak kita?!” teriak Mira. Akhirnya setelah Mira menahan suara tercekatnya, dia berhasil berteriak tepat di hadapan Bima, sedangkan Bima agak kaget mendapat perlakuan kasar dari istrinya yang selama ini selalu bersikap lemah lembut. “Aku minta maaf, Mir … bisakah kau menutup mata hanya untuk kali ini saja, aku masih mencintaimu, aku hanya bermain-main saja dengan dia, tidak ada yang serius. Aku janji kali ini tidak akan berselingkuh lagi.” Bima menggenggam tangan istrinya. Mira menatap mata suaminya lekat, dia benar-benar sangat lelah dengan semua ini, tapi dia tetap harus bertahan karena anak di dalam rahimnya, jika kejadian ini terjadi lagi dia harus bagaimana? Siapa yang perlu dia salahkan? Dirinya yang bertahan atau suaminya yang berselingkuh. “Apa yang membuatmu selingkuh, Mas?!” tanya Mira dengan suara yang hampir tidak keluar. “Jika kau bertanya apa yang kurang darimu, jawabannya tidak ada. Aku yang bodoh, aku yang bersalah, aku hanya merasa lelah dan jenuh pada saat kau hamil karena masa mengidammu sampai aku sedikit goyah, tapi sekarang aku sudah menyesal, maafkan aku.” Bima memeluk Mira kembali, membiarkan wanita itu menumpahkan semua kesedihannya. “Maafkan aku, Sayang. Aku benar-benar menyesal, lain kali aku tidak akan seperti itu lagi,” batin Bima. Tiba-tiba saja perut Mira merasa sakit di sela kesedihannya, Mira merintih kesakitan membuat Bima ikutan panik karena tahu kalau istrinya punya hipertensi yang tidak baik untuk janinnya, jika terjadi sesuatu yang buruk pada janin dalam rahim Mira salah satu penyebabnya adalah Bima. “Mir, redakan emosimu, kau punya hipertensi,” bujuk Bima. “Kau yang membuatku emosi, Mas!” pekik Mira tidak terima dinasehati. “Aku tahu, maafkan aku, Mir ….” Untung saja Mira bisa mengontrol emosi demi bayinya, dia jadi harus memakan hati karena keadaannya sedang tidak bagus dan membiarkan Bima begitu saja. Terdengar suara pintu terbuka membuat mereka berdua menoleh ke belakang yang memperlihatkan wanita paruh baya dengan wajah masam. “Ibu …,” gumam Bima melihat ibunya yang ikut keluar, mungkin saja terbangun karena pertikaian yang tadi mereka lakukan. “Kalian sedang apa, sih?! Berisik sekali!” keluh wanita tua itu yang bernama Dewi. Bima tidak bisa menjawab ibunya kalau mereka sedang bertengkar karena dirinya ketahuan berselingkuh dan tidur dengan wanita lain. “Istrimu itu keterlaluan! Suami baru pulang bekerja diteriaki begitu, entah apa yang kalian bahas dia sama sekali tidak punya sopan santun padamu, dia tidak bisa berpikir kau lelah karena tidak bekerja dan hanya bisa malas-malasan menghabiskan uang suami,” ucap Dewi mencebik bibirnya. Bima menghela napas lelah, baru tadi dia menyakiti istrinya, sekarang perkataan dari ibunya ikut menyakiti istrinya. “Bilang ke istrimu itu, ini sudah malam, jangan berteriak! Seperti orang gila saja! Dia harusnya tahu diri karena kau mau menikahi wanita seperti dia, harusnya kau menikah dengan orang lain dan bukannya dengan wanita seperti itu, dia dari kecil sudah tidak dididik orang tuanya karena sama buruknya,” hardik Dewi sengaja memperbesar volume suaranya agar menantunya itu bisa mendengarkan betapa dia membencinya. Dewi langsung masuk kembali dengan menutup pintunya. Mira masih terpaku mendapatkan rasa sakit kedua setelah rasa sakit yang dia terima dari Bima. “Mir, tadi itu—” “Tidak perlu mengatakan apapun, Aku sudah mendengarnya sendiri!” Mira menolak apapun alasan atau pembelaan bima terhadap ibunya yang selalu mengungkit masalah keluarga, padahal Mira juga tidak pernah meminta lahir di posisi seperti ini. “Apa sakitnya sudah mendingan?” Bima memilih untuk mengalihkan pembicaraan agar Mira merasa sedikit lebih baik. Mira mengalihkan wajahnya enggan menatap suaminya yang sedang berusaha mengajaknya bicara, tentu saja dia masih marah, perselingkuhan bukan masalah sepele. “Mir, jaga kesehatanmu karena besok kita akan menghadiri pesta,” bisik Bima memboyong istrinya masuk ke rumah. Dari kejauhan seorang pria berdiri menatap penuh seringai ke arah Bima dan Mira sebelum masuk ke rumah. Pria itu benar-benar puas mendapatkan buruannya yang selama ini dia cari. Bagas, nama pria itu. Dia masuk ke dalam mobil setelah puas mengamati pertengkaran mereka berdua, bisa terbilang seru dengan kejutan perselingkuhan yang ketahuan. Sayangnya suatu kesialan menemui fakta kalau ternyata orang yang dia cari sudah menikah, dia jadi merasa gusar merasa telat dan sedikit merasa bersalah, tapi biar bagaimanapun Bagas harus memberitahukan berita penting itu. Bagas mencari kontak nomor seseorang yang dia kenal dan segera menekan panggilan. Tidak menunggu lama orang langsung merespon. “Halo, Tuan. Saya sudah menemukannya, tapi sayangnya kita kalah cepat.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN